Mohon tunggu...
Rika Salsabila Raya
Rika Salsabila Raya Mohon Tunggu... Lainnya - Jurnalisme dan ibu dua anak

Pernah bekerja sebagai Staff Komisioner Komnas Anak dan Staff Komunikasi di Ngertihukum.ID

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masjid Kampus UIN Jakarta: Orientasi Islam yang Kurang

13 Februari 2023   13:42 Diperbarui: 13 Februari 2023   13:45 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Seandainya mesjid di UIN juga setara world class university dan megah seperti gerbang kampusnya di pinggir jalan, seandainya."

Pernah menjadi mahasiswa di UIN Jakarta layaknya sebuah kebanggaan, banyak kenangan yang bikin wajah ini tersenyum bahagia seperti kasmaran. Saya mengingat banyak hal, dari struktur organisasi, pengajar sampai bangunan, termasuk masjid di dalam kampus 1 UIN Jakarta. Bila UIN Jakarta ingin menerapkan prinsip World Class University, kenapa tidak di mulai dari dalam masjid? 

Berbicara soal kampus, UIN Jakarta yang terletak di bilangan Ciputat Tangerang Selatan memang punya banyak cerita menarik. Dari cerita soal organisasi mahasiswa nya yang terkenal aktif, cendekiawan yang terkenal di Indonesia, sampai isu Islam Nusantara yang jadi isu sensitif di lingkupnya. 

Alih-alih ingin bercerita saya justru ingin menyampaikan satu analisis terhadap sebuah bangunan yang perlu direvitalisasi secepatnya. Bangunan tersebut adalah masjid di dalam kampus yang menyatu dengan lapangan, itu yang menjadi poin dalam tulisan ini. 

Sebuah Realita

Seperti yang diketahui, UIN Jakarta khususnya di kampus 1 memiliki beberapa gedung yang menjadi ciri ikonik dari besarnya nama kampus. Seperti gedung rektorat yang terlihat dari sisi jalan besar Jakarta-Bogor, juga beberapa gedung fakultas yang berlantai 7. 

Sayangnya, beberapa fasilitas yang disediakan kampus bagi saya kurang kredibel dengan julukan kampus. Kampus islam tapi bagi saya pribadi mesjid di dalamnya kurang islami. Jangan mengarah ke masjid Fathullah di pinggir jalan, karena bukan mesjid itu yang dimaksud. 

Bila kita pergi ke dalam lingkup kampus, betapa tercengangnya selain tampilan parkiran yang ramai pisan, "kok bisa ya, sekelas universitas islam masjid saja tidak dibenahi, kamar mandi yang kotor, tidak ada sekat pembatas, karpet yang bau dan mukenah yang kurang nyaman dipakai." 

Bila saja pembaca adalah mahasiswa UIN Jakarta, mungkin bisa mengoreksi apa yang ditulis dalam hal ini. Padahal, komponen di dalam rumah ibadah sudah seharusnya direalisasikan secara layak karena terdapat anggaran yang tertera jelas di sumber pembiayaan kampus. 

Belum lagi terdapat beberapa kasus pencurian di lingkup masjid yang sampai detik ini pun, sedikit yang bisa ditemukan kembali. Mungkin saya pikir, karena lingkup UIN Jakarta yang banyak dilalui masyarakat umum sehingga keamanan yang jadi kurang terjamin. Tapi, bukankah itu menjadi sebuah konteks yang perlu diperhatikan?

Kebersihan yang menjadi sebagian dari iman justru kurang diperlihatkan kepada masyarakat kampus yang beribadah di masjid ini. Area sekitar Masjid sangat kurang bersih, bila sujud tanpa sajadah siap-siap bersin dan anggota tubuh yang sudah terkena air wudhu pun, memiliki sifat ragu untuk mengonfirmasi bahwa masih batas suci. 

Bagaimana dengan jamaah di masjid ini? Jangan kira peran jamaah tidak ada, selain membuat ramai dan menandakan keaktifan mesjid, saya juga sering menemukan mahasiswa yang tertidur, makan dan ngerumpi berisik di waktu-waktu salat, adab yang islami bukan? 

Padahal, peran mesjid kampus itu.. 

Keberadaan masjid kampus di lingkungan Perguruan tinggi Indonesia, memiliki beberapa sejarah yang panjang seperti mesjid Salman ITB di periode ketegangan antar Islam dengan ideologi Komunis. 

Secara garis besar, Perguruan tinggi islam seperti UII, UMS juga menempatkan mesjid sebagai ciri ikonik dan pintu bagi mahasiswa dan masyarakat untuk beribadah dengan nyaman. Tapi, bagaimana dengan UIN jakarta yang selalu menempati posisi pertama dalam peringkat kampus islam yang diminati setiap tahun? 

Sebenarnya, masjid kampus bila ditinjau dari aspek fungsional dan spasial lebih tepat dipandang sebagai salah satu fungsi pendukung kegiatan pendidikan yang berlangsung di lingkup Perguruan tinggi. 

Seperti menjadi basis lembaga Dakwah mahasiswa atau kegiatan keislaman lainnya. Maka, keberadaan masjid kampus di lingkungan pendidikan tinggi umumnya tidak sebanding seperti pembanguan gedung rektorat maupun perpustakaan sebagai simbolisasi birokrasi pendidikan tinggi modern dan ciri khas perkembangan ilmu pengetahuan. 

Masalahnya, terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi citra dari kampus itu sendiri, bila berbicara UIN (Universitas Islam Negeri), pasti merujuk ke mesjid, bangunan kampus, materi pembelajaran dan akhlak pengajar-mahasiswa. Hanya saja, masjid di dalam lingkup kampus dirasa perlu dibenahi, diperbaiki, dibuat indah agar banyak mahasiswa dan masyarakat yang berkunjung dapat merasakan kenyamanan dalam beribadah. 

Jujur saja, ini baru berbicara soal masjid di dalam kampus, bukan mushola di tiap gedung fakultas, terkadang ada yang tidak terawat dan jauh dikatakan layak. Bagaimana mendorong mahasiswa agar salat bila alasan kotor menjadi penghalang hubungan umat dengan tuhan-Nya? 

Bila ditelisik, realisasi peran risalah masjid kampus justru dapat menarik minat banyak kalangan khususnya mahasiswa dan masyarakat awam dalam mencari nilai-nilai vital dalam agama. 

Seperti hal-hal yang membutuhkan penjelasan Islam secara rasional dan terintegrasi dengan bidang ilmu lainnya. Apa lagi, para kalangan akademisi diharapkan dapat membina masyarakat awam menuju jalan yang lurus apa lagi soal agama. Sebagaimana diungkap oleh Imaduddin Abdulrahim, realisasi peran risalah masjid kampus akan menyediakan landasan intelektual dan keilmuan untuk digunakan umat Islam terlibat dalam proses kemajuan Indonesia.

Sudah saatnya berbenah

Seiring kabar rektor ibu Amany Lubis yang kembali menjabat, saya harap tulisan ini dapat menjadi masukan yang didasari dari opini ceplas-ceplos dan analisis yang tak terlalu mumpuni. Mesjid layaknya pagar atau pintu masyarakat umum berbagai kalangan dalam menilai sebuah institusi. Jika boleh memberikan saran, seharusnya kepengurusan masjid dimiliki oleh divisi tersendiri, berisi sumber daya manusia yang mumpuni dan tidak hanya sekadar anggota dari dalam lingkup kampus. 

Selayaknya apa yang hadir di setiap stasiun MRT dan Kereta Api, seharusnya ada tempat untuk mewadahi barang-barang berharga, sekaligus barang-barang yang ketinggalan di area kampus.

Berbicara masjid, saya rasa lebih baik dipindahkan ke area yang jauh lebih terhormat dibandingkan di Student Center, karena dari segi estetika pun sudah kalah. Selain itu, organisasi yang bertempat di mesjid sudah semestinya dapat hadir memberikan sosialisasi secara berkala kepada jamaah masjid, bukan hanya menghias mading. 

Maka sudah seharusnya kita sebagai umat Islam dan sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang mempunyai gelar mahasiswa melakukan amal ilmiah, minimal dapat memberikan pemikiran kritis demi mewujudkan reorientasi islami terhadap kepengelolaan masjid kampus agar tidak mengalami stagnansi, penurunan ekspektasi dan jangan sampai kampus tercinta mengalami krisis identitas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun