Mohon tunggu...
Rika Anggereini
Rika Anggereini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Administrasi Pendidikan FKIP Jambi

Jangan Bermimpi Tanpa Berkerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Sekolah dalam Pendidikan Multikutural

29 Mei 2022   20:58 Diperbarui: 29 Mei 2022   20:59 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan multikultural adalah kegiatan belajar mengajar dan pembelajaran yang pengetahuan, pemahaman, sikap dan tindakan pengembangan kondisi perbedaan dan persamaan siswa terkait dengan jenis kelamin, ras, suku dan agama. Proses pembelajaran ini dapat mengembangkan kondisi yang kondusif bagi keunikan siswa tanpa membedakan karakteristik dari latar belakang budayanya. Seorang guru harus mengidentifikasi konsep dari sebuah visi dan kejelasan tentang pendidikan multikultural yang diajarkan dan dikembangkan di sekolah untuk memberikan pengetahuan, sikap dan perilaku kepada semua siswa dan anggota sehingga suasana sekolah dapat berkembang dan dilaksanakan. interaksi sosial dan pendidikan berbasis nilai .-Nilai multietnis dan multikultural di lingkungan sekolah.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada tahun harus memperhatikan aspekdengan cara: Pertama, mengajar bukan hanya tentang mengatakan sesuatu tetapi perlu untuk memberi siswa kemampuan untuk secara aktif mengembangkan, mencari dan mengolah hal-hal yang diperoleh, sehingga mereka menjadi pemahaman yang terintegrasi dengan keterampilan dan pengalaman yang dimiliki siswa. Kedua, perkembangan budaya yang harus dipahami dengan baik serta bersifat sesuai dengan reaita kehidupan siswa. Ketiga, siswa datang ke sekolah dengan membawa ilmunya sehingga pembelajaran harus dapat menghubungkan orang baru dengan pengalaman yang sudah dimilikinya.

Kenyataan praktik pendidikan selama ini terkesan bahwa pendidikan menganut prinsip orientasi disiplin bahwa informasi kognitif dan siswa terkadang kurang relevan dengan kebutuhannya dan pada tingkat psikologisnya. Manajemen pedagogis yang ada memberikan kesan terlalu ilmiah secara teknologi, termasuk juga keterampilan motorik yang terlalu teknis. Prinsip ini memang dapat menghasilkan lulusan yang cerdas, kompeten yang tidak seimbang dengan emosional. Dalam upaya menerapkan demokratisasi pengajaran berbasis mata pelajaran , dapat diubah menjadi berorientasi pada siswa. Orientasi pedagogis ini menekankan pertumbuhan, kebutuhan dan kebutuhan siswa secara keseluruhan, baik fisik maupun mental. Dalam hal ini kecerdasan otak memang penting, tetapi yang lain seperti: emosional, spiritual dan berbagai tipe kecerdasan lainnya, juga tidak kalah pentingnya.

Demokratisasi di sekolah tidak hanya terkait dengan proses pembelajaran di kelas, tetapi juga menyangkut semua aspek pendidikan, termasuk aspek kelembagaan. Dalam kerangka kelembagaan, sebuah sekolah layak disebut demokratis jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1). Sangat berorientasi normatif, yakni manajemen harus selalu didasarkan pada kesepakatan.Apa pun program yang hendak dikembangkan diimplementasikan harus didasarkan pada kesepakatan seluruh komponen yang ada di sekolah.Ini suatu keharusan tidak hanya menjadi values,tetapi juga sebagai sebuah keyakinan bahwa model inilah yang terbaik, (2) Pendekatan demokrasi sangat tepat bagi organisasi yang anggotanya berasal dari komunitas profesional , yaitu mereka yang memiliki kapasitas dan memiliki kemampuan teknis serta memiliki otoritas di bidang keahliannya. Organisasi sekolah dijalankan secara profesional, karena siswa membutuhkan bimbingan dan dari yang berwenang di bidangnya (3) penanaman nilai-nilai, budaya dan kebiasaan organisasi dilakukan oleh anggota itu sendiri yang memiliki tahap pendidikan dan tahun pertama bekerja.,(4) pengambilan keputusan atas berbagai kebijakan penting dilakukan oleh suatu komite dan tidak secara sendiri-sendiri oleh seorang direktur dengan menggunakan wewenangnya pimpinan dan seluruh unsur perwakilan di dalam komite yang harus memberikan keterlibatannya dalam panitia kepada konstituennya, (5) .semua keputusan dibuat dengan konsensus atau oleh dan, sejauh memungkinkan, polarisasi organisasi dihindari karena perbedaan pendapat dan sudut pandang Perbedaan dalam proses harus diakhiri dengan konsensus atau kompromi, meskipun kadang-kadang harus kecenderungan mayoritas.

Beberapa strategi tersebut di atas dapat diterapkan di sekolah dengan pendidikan multikultural, tetapi perlu menyesuaikan situasi dan kondisi serta tujuan sekolah tersebut. Tujuan pendidikan multikultural sebagai bagian dari seperangkat pelestarian budaya dan partisipasi budaya pengembangan sikap dan perilaku siswa terhadap kelompoknya di masyarakat, sehingga di sekolah dan Di luar sekolah, baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat, dapat membentuk kehidupan yang harmonis dan saling menguntungkan menghargai dan adanya perbedaan multikultural sebagai kekuatan dan kehidupan masyarakat yang damai, aman dan tenteram.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun