Kemarin suami saya cerita begini, dia menerima pesan singkat dari salah seorang rekan kerjanya yang berbunyi sebagai berikut:
"Pak, gimana sih caranya nulis email dengan singkat, padat, dan terstruktur? Kalau saya nulis email saya bingung sendiri, mulai dari mana berakhir di mana."
Itu gara-gara setiap hari Rabu si kolega membaca laporan analisa harga yang suami saya tulis. Setelah menceritakan itu suami saya bilang begini ke saya:
"Aku langsung ingat lho kata-katamu soal orang yang berpikir runut, bicaranya pasti teratur, dan menulisnya pun pasti terstruktur."
Saya manggut-manggut. Ember. Segitiga itu adalah sebuah keniscayaan:
Berpikir -- Berbicara -- Menulis
Runut -- Teratur -- Terstruktur
Beres di pangkal (berpikir) pasti beres di ujung (menulis). Oleh karena itu kita harus mengajari anak-anak kita menulis karena sebenarnya kita membereskan pangkalnya (berpikir yang runut) dan mediumnya (berbicara yang teratur dan menulis yang terstruktur).
Bagaimana melatihnya, apalagi di usia paruh baya ketika orang sudah sulit berubah?
Saya cuma geleng-geleng kepala. Jika orang bilang hari-hari berjalan lambat, tapi tahun-tahun berlalu cepat, maka mereka memiliki konsep yang keliru tentang waktu dan penggunaan waktu.
Memiliki segitiga berpikir -- berbicara -- menulis yang baik adalah latihan seumur hidup, ia bukan hanya latihan semasa sekolah atau semasa kuliah. Ia adalah latihan yang terus menerus selama hayat masih dikandung badan karena kepiawaian dalam hal ini adalah salah satu dari sekian banyak life skills.
Suka kesel nggak kalau baca email dari kolega yang mbulet, nggak jelas maunya?