Sejak bulan Maret tahun ini sistem dan cara kerja di seluruh dunia dipaksa untuk berubah. Kita yang selama ini memenuhi ruang-ruang di gedung perkantoran tiba-tiba harus memindahkan semua kegiatan ke rumah, ke hunian kita, bercampur dengan aktivitas domestik yang juga menuntut untuk dikelola dengan baik.
Pandemi membuat kita harus saling menjaga jarak, sangat memperhatikan kebersihan, dan bekerja bergantian di tempat yang mengumpulkan banyak orang seperti kantor.Â
Berkat teknologi, semua aktivitas yang melibatkan interaksi sosial dapat digantikan, walau tidak sempurna, dengan pesan teks dan panggilan video. Tidak seratus persen seperti interaksi tatap muka, namun tatap layar lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Disadari atau tidak, tatap layar terus menerus membuat tubuh kita lelah. Sebagai manusia kita dirancang untuk melakukan aktivitas fisik, untuk bergerak, dan untuk berpindah tempat.Â
Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan orang untuk berdiam di satu tempat selama berjam-jam dengan posisi tubuh yang kurang lebih sama, sangat rentan menimbulkan keluhan pada kondisi fisik pekerjanya.
Mata berair, leher dan bahu yang terlalu tegang, punggung yang membungkuk, tulang ekor yang nyeri, hanyalah sedikit dari banyak sekali gejala yang timbul akibat bekerja sambil duduk dan menatap layar selama berjam-jam dan hampir setiap hari.Â
Sebenarnya ada banyak aktivitas sederhana yang bisa dilakukan sambil duduk di kursi kantor untuk sekedar melancarkan peredaran darah. Apa daya, tuntutan pekerjaan dan waktu yang berlalu terlalu cepat membuat para pekerja kadang melupakan kesehatan mereka sendiri demi menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Pandemi yang terjadi membuat saya sangat mengandalkan tatap layar demi kelangsungan usaha. Sebelum pandemi, saya sangat leluasa mengunjungi klien atau mitra usaha untuk survey.Â
Saya melakukannya ketika dua anak yang paling besar berada di sekolah; anak yang bungsu saya bawa serta ke lokasi. Setelah pandemi, semua kegiatan survey saya alihkan ke tim tukang. Ketersediaan sinyal dan kuota internet menjadi keharusan. Kalau kedua hal itu tidak ada, mustahil kami mendapat proyek apa pun.
Mengapa demikian? Karena survey berubah menjadi virtual. Tim tukang bisa bertemu dan berdiskusi dengan pemilik rumah, namun pemain kuncinya tetap saya dan rekan saya yang menjadi kepala tukang. Saya tetap perlu berbicara langsung dengan owner untuk mendapat gambaran apa yang mereka mau dan mereka butuhkan dari furnitur yang hendak mereka buat.
Baca juga:Â tips mendesain furnitur yang sesuai dengan interior rumah.
Saya menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk video call, dengan pemilik hunian dan dengan tim tukang di workshop. Mata ini lelah luar biasa, sampai pada satu titik saya merasa sangat mual ketika melihat layar.Â