Beriman dan nekat itu betilafea, kata sepupu saya, Kak Dwi, alias beda tipis.
Setiap orang pasti beriman. Tidak harus kepada Tuhan, bisa juga kepada sesuatu yang ia percayai memiliki kekuasaan yang lebih dari dirinya (deity). Tidak harus kepada Tuhan, bisa saja kepada kayu dan batu, kepada pemimpin negara, kepada nenek moyang, atau yang lainnya, tergantung pada apa yang ia mau percayai.
Apa sih definisi beriman? Menurut saya pribadi nih, beriman berarti:
1. Sebuah kesadaran bahwa hidup yang kamu punya sekarang adalah pemberian dengan tujuan tertentu.
Pemberian mana yang tidak ada tujuannya? Kamu diberi sesuatu, diberi hadiah ulang tahun misalnya, minimal untuk menyenangkan hatimu, bukan? Sesederhana apapun sebuah pemberian, ia memiliki tujuan.
2. Sebuah kesadaran bahwa apapun yang terjadi di dalam hidupmu yang singkat ini, ada deity yang pegang kendali dan memastikan kamu akan selalu baik-baik saja.
Kesadaran ini menguatkan kamu baik di kala hari dipenuhi hujan dan badai, maupun di kala hari indah karena bunga mawar dan pelangi. Kesadaran ini memberi kamu pengharapan bahwa hari esok akan lebih baik di kala hari ini menyebalkan dan menyakitkan setengah mati. Karena satu alasan saja, ada Pemilik hidupmu yang tidak pernah lalai menjaga kamu.
Beriman adalah perilaku yang dibangun cukup dengan dua kesadaran tersebut. Beragama adalah perilaku kolektif yang identik, tapi belum tentu sama, dengan beriman. Beriman adalah soal hubungan yang akrab dan personal dengan deity yang seseorang sembah. Beragama adalah soal menyamakan pikiran, sikap, dan perilaku agar sesuai dengan norma dan kode yang sudah disepakati bersama.
Banyak orang bilang bahwa agama/iman tidak ada sangkut pautnya dengan sains/ilmu pengetahuan. Banyak orang bilang bahwa sains membuktikan bahwa agama adalah cerita rekaan yang tidak bisa menjelaskan alam semesta dan semua penghuninya. Penemuan demi penemuan, teknologi demi teknologi yang ditemukan manusia seakan-akan berlomba untuk membuktikan bahwa Tuhan tidak ada di dalam agama. Katanya, Tuhan ada di dalam ilmu pengetahuan.
Mengapa cara pandangnya tidak dibelokkan sedikit?