Selama beberapa hari terakhir jagat Twitter ramai oleh perseteruan antara dua orang pesohor politik. Saya menyebut mereka berdua 'pesohor' karena dua-duanya sudah cukup lama dikenal publik di bidang ini, walaupun titik awal dan kiprahnya jauh berbeda.
Annisa Pohan adalah istri dari Agus Yudhoyono atau yang lebih sering dipanggil AHY, Ketua Umum Partai Demokrat saat ini. Denny Siregar adalah seorang pegiat media sosial, sebuah label yang dia sematkan pada dirinya sendiri, yang menjadi terkenal karena banyak menulis tentang politik.
Pada Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei lalu, AHY mengunggah foto diri dan istrinya (Annisa Pohan) sedang menemani anak mereka, Aira, mengerjakan tugas menulis naskah pidato.Â
Pidato tentang lockdown untuk menghentikan penyebaran virus Corona tersebut diandaikan akan disampaikan di depan Presiden Republik Indonesia dan jajaran pemerintahannya.
Ini tugas sekolah seorang anak kelas 6 SD lho ya, tidak ada yang istimewa dari itu. Banyak anak dari berbagai jenjang pendidikan mendapat tugas menulis seputar pandemi Covid-19, termasuk anak saya yang berusia 10 tahun. Guru memberikan tugas itu untuk mengajak siswa melihat realita yang menyebabkan mereka harus belajar di rumah sejak dua bulan lalu.
Masalah mulai timbul saat Denny Siregar men-twit berita tentang tugas sekolah Aira yang ditayangkan oleh wartakota.tribunnews.com, dan memberinya narasi yang berbeda.Â
Di akun Twitter-nya, Denny Siregar melihat Aira sebagai corong keluarganya untuk mendorong pemberlakuan lockdown. Lockdown adalah sebuah isu yang sejak awal pandemi gencar disuarakan oleh Partai Demokrat yang dipimpin oleh Keluarga Yudhoyono.
Tak terima saat anaknya dijadikan "bahan olok-olok politik" oleh Denny Siregar, Annisa Pohan pun membalas dengan serangkaian twit, yang salah satunya menyebut akun Twitter @jokowi. Setelah itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia pun bereaksi dan para petinggi Partai Demokrat melaporkan DS ke polisi, menuntutnya untuk menghapus twit tersebut.
Saya mencoba melihat masalah ini dari persepsi seorang ibu dan seorang netizen yang menggunakan dunia maya untuk membuat rekam jejak tumbuh kembang anak-anak selama mereka berada di bawah pengasuhan saya.
Yang pertama, insting ibu selalu benar. Selalu benar, tak ada perkecualian, dan insting seorang ibu adalah melindungi anaknya.
Melindungi anak berbeda dari membela anak. Kalau anak dibela, ibu hanya berpikiran subyektif: pokoknya anak saya pasti benar, yang lain pasti salah. Kalau anak dilindungi, ibu akan berpikiran obyektif, fokusnya hanyalah keselamatan dan kesejahteraan si anak.