Seseorang yang saya kenal sepintas 15 tahun lalu tiba-tiba mengirim pesan dan mengucapkan selamat ulang tahun buat saya kemarin. Kami tidak pernah kontak selama 15 tahun terakhir jadi hal ini cukup mengejutkan saya. Apakah kami memang pernah berteman?
Dia adalah sahabat baru dari sahabat saya ketika itu. Kenapa saya bilang 'ketika itu'? Karena seperti hal lainnya di dalam dunia ini, sebuah hubungan pribadi bisa berkembang, bertahan, atau menjadi menjemukan dan berakhir.
Sahabat saya ketika itu adalah contohnya.
Setelah berteman dan menjalin ikatan batin yang kuat selama di kampus, persahabatan dia dan saya hanya bertahan selama kurang lebih enam tahun. Saya bahkan tidak ingat apa yang membuat kami saling menjauh. Saya ingat betul kenangan baik dan buruk yang kami bagi selama menjalani masa muda kami, tapi semuanya mulai berubah begitu kami memasuki dunia nyata.
Kehidupan saya semasa kuliah cukup terbatas. Saya dapat menghindari sebanyak mungkin orang karena saya seorang introvert; saya bebas memilih lingkungan pergaulan saya. Sahabat saya adalah hasil nyata dari kehati-hatian saya dalam menjalin pertemanan dengan orang lain.
Kehidupan setelah bekerja terasa sangat berbeda untuk saya dan dia yang kebetulan bekerja di tempat yang sama. Orang-orang di tempat kerja lebih beragam, lebih menarik, lebih asyik diajak bergaul, dan lebih lain-lain untuk dia, sehingga saya mulai terlihat tidak penting.
Saya merasa cemburu untuk beberapa saat karena ternyata saya tergantikan sebagai teman. Sahabat saya bisa menjalin pertemanan baru lebih cepat dari saya, dan ketika saya dan teman-teman barunya tidak bisa akrab, dia lebih memilih mereka.
Ini adalah sebuah fakta yang masih membuat saya merasa tidak nyaman kalau mengingatnya. Seharusnya tidak begitu, seharusnya waktu itu saya cuek saja dan mencari teman-teman baru juga. Tapi saya peduli akan pendapatnya dan pada akhirnya saya terluka.
Di ujung persahabatan kami yang mulai retak, saya berkenalan dengan orang yang saya sebutkan di awal tulisan ini. Sebagai sahabat baru dari sahabat saya ketika itu, dia adalah satu dari sekian banyak orang yang saya kira sedang merenggut sahabat saya dari saya.
Tentu saja ini tidak benar. Tidak ada seorang pun yang merenggut apa pun. Saya dan sahabat saya hanya berubah menjadi dua orang berbeda yang tidak lagi saling menyukai dan akhirnya memutuskan untuk berhenti berteman.
Saya tidak ingat apa yang saya benar-benar rasakan setelah persahabatan kami berakhir. Hidup dan waktu punya caranya sendiri untuk mengikis kenangan. Jika kenalan saya itu tidak mengungkitnya, saya tidak akan teringat akan kepingan-kepingan dari masa lalu.