Seorang bayi belum bisa SELF-regulate; dia belum bisa berpikir dengan utuh dan mengartikulasikan dengan jelas apa yang dia rasakan. Menangis, menjerit, tantrum adalah cara dia untuk mendapatkan CO-regulation dari orang tua/pengasuh yang akan membantu dia menjalankan SELF-regulation.
Orang tua/pengasuh mengajarkan CO-regulation melalui kehadiran, sentuhan, nada suara, dan seiring dengan pertumbuhan usia bayi, dengan kata-kata.
Inspirasi yang saya dapatkan dari artikel itu adalah SELF-regulation bisa dimulai dengan kemampuan mengidentifikasi emosi yang kita rasakan kapanpun dan dalam kondisi (semudah/sesulit) apapun, dan mengucapkannya. Jadi bukan semata-mata merasakan kesedihan, tapi juga mampu mengatakan, "Saya sedih."
Penjabaran emosi secara mendetail sangatlah berguna. Sebagai contoh: daripada hanya mengatakan "saya resah", kita bisa menjabarkan: saya resah karena taksi yang saya pesan tidak kunjung datang.Â
Saya khawatir terlambat sampai di kantor. Saya takut dimarahi atasan saya. Saya tidak suka dipandang remeh oleh rekan kerja saya. Dengan merinci perasaan ke jenis-jenis emosi yang lebih jelas dan lebih umum diketahui, kita bisa lebih fokus menindaklanjuti emosi tersebut satu-persatu sampai kita kembali ke keadaan tenang (SELF-regulated).
Kira-kira seperti itu.
Dengan kondisi hati galau (baca: tidak suka dimarahi anak sendiri hanya karena kemampuan main piano saya lebih tinggi darinya), saya memancing anak saya untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi yang sedang melandanya.
Perlahan-lahan terucap bahwa ia merasa:
1. Iri hati
Aku belajar piano lebih dulu dari Mama, kenapa level Mama lebih tinggi? Seharusnya sama atau lebih rendah dari aku.
2. Malu
Mama latihan piano di sela-sela kesibukan mengurus 3 anak, rumah, dan lain-lain. Aku yang hanya belajar di sekolah dan tempat les tidak sempat latihan serajin mama.
3. Merasa Terancam
Sampai saat ini aku yang paling pintar main piano di rumah, tapi ternyata Mama lebih pintar.