Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghadapi Penolakan

28 Januari 2018   23:31 Diperbarui: 28 Januari 2018   23:53 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup tidak pernah berjalan mulus dan kita tidak selalu mendapatkan hal yang kita inginkan. Terlepas dari apakah seseorang mempercayai keberadaan Tuhan/kekuatan yang lebih besar dari dirinya, ada banyak hal yang di dunia ini yang tidak bisa kita kendalikan.

Kita menyebut hal-hal tersebut sebagai sebuah takdir, nasib, kebetulan, dan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan/mimpi/cita-cita tentu diperlukan kerja keras. Walaupun demikian ada saja satu dan lain hal, sebuah faktor X, yang bisa menggagalkan kita dari mencapai tujuan/mimpi/cita-cita tersebut.

Penolakan-penolakan yang umumnya muncul di dalam hidup kita adalah:

  1. Penolakan masuk suatu sekolah.
  2. Penolakan masuk suatu tempat kerja.
  3. Penolakan cinta.

Penyebab dari penolakan-penolakan tersebut sebenarnya bisa dikelompokkan menjadi dua bagian besar:

  1. Penolakan karena kita punya kekurangan (kompetensi, pendidikan, tampang, kekayaan, tinggi badan, dll.).
  2. Penolakan karena hal yang kita tuju punya spesifikasi yang berbeda dengan spesifikasi yang kita punya sekarang,

Yuk, kita bahas satu-persatu.

Misalnya penolakan untuk masuk suatu sekolah. Biasanya sekolah memiliki standar nilai tertentu yang menjadi patokan bagi mereka yang ingin mendaftar masuk ke sekolah itu. Kita bisa ditolak jika nilai kita di bawah standar, yang artinya kita punya kekurangan nilai dan ketidaksesuaian spesifikasi dengan yang diminta oleh sekolah tersebut.

Hal yang sama terjadi juga di dunia kerja. Misalnya kita lulus dengan kompetensi sebagai desainer produk, namun dunia kerja yang kita ingin masuki adalah dunia kerja perbankan yang memerlukan lulusan dari jurusan ekonomi. Ketidaksesuaian spesifikasi pendidikan yang kita tempuh dengan pekerjaan yang kita idamkan bisa berujung pada penolakan.

Nah, bagaimana dengan penolakan cinta? Sama halnya dengan dua jenis penolakan yang saya sebut sekelumit di atas, penolakan cinta juga bersifat subyektif (karena keputusan bergantung pada orang yang sedang ingin didapatkan cintanya) dan obyektif(karena keputusan untuk menerima/menolak cinta dibuat setelah melihat spesifikasi orang yang menawarkan cinta). Jadi wajar kalau cinta ditolak karena, misalnya, orang yang sedang mengejar memiliki kekurangan di mata orang yang sedang dikejar (kekurangan tampang/latar belakang keluarga/kekayaan, dll. dsb.), berhubung orang yang sedang dikejar memiliki spesifikasi yang saklek yang harus diketahui dan dipenuhi oleh mereka yang ingin mendapatkan dirinya.

Dalam menghadapi penolakan reaksi pertama kita pastinya adalah kecewa. Hal ini wajar dan manusiawi karena sebagai manusia tentu kita gemas kalau semua usaha yang kita keluarkan (tenaga/pikiran/uang/dll) tidak membuat kita mencapai target. Nah, reaksi kedua kita adalah cerminan kekuatan mental kita.

Apakah kita akan terus kecewa, bermuram-durja, menyalahkan diri sendiri/orang lain/takdir/nasib/faktor X? Atau apakah kita akan menerima kenyataan kalau kita sudah ditolak, cepat bangkit kembali, dan menyusun strategi untuk mencapai target berikutnya?

Saat seseorang ditolak masuk ke suatu sekolah/tempat kerja, lebih cepat dia mengejar ketertinggalan kompetensi dirinya dari standar yang diminta sekolah/tempat kerja yang dia targetkan adalah lebih baik. Saya tahu seseorang yang mencoba UMPTN pada tahun 2000-an sampai tiga kali sampai akhirnya ia diterima di ITB. Saya juga tahu seseorang yang sangat mengidamkan bekerja di Pertamina namun karirnya setelah lulus kuliah berjalan mulus di dunia perbankan. Hampir satu dekade kemudian dia akhirnya pindah haluan ke industri perminyakan, meninggalkan posisi managerial di bank tempat dia bekerja untuk memulai lagi dari nol sebagai Management Trainee. Begitu pula dengan penolakan cinta. Saya tahu seseorang bermata juling yang mengoperasi mata kirinya di usia 22 tahun (sebuah keputusan yang memiliki resiko kesehatan yang besar) supaya sang pacar dan keluarga besar sang pacar bisa menerima kehadirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun