Mohon tunggu...
Rijal Jirananda
Rijal Jirananda Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya seorang Kuli :)

Membaca, Bicara, Mengada, Bermakna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dekarbonisasi Digital: Tetap Melestarikan Bumi di Era Digitalisasi

14 Agustus 2024   19:02 Diperbarui: 14 Agustus 2024   19:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sangka, aktifitas kita di dunia digital seperti memposting foto di media sosial, mengirim email, bahkan saling mengirim meme kepada teman bisa berpengaruh terhadap kelangsungan bumi kita.

Aktifitas kita di dunia digital seperti yg disebutkan tadi, nantinya akan berakhir menjadi data yang tersimpan di pusat penyimpanan data. Dalam perkembangan dunia digital ada istilah "Dark data", di mana data-data yang diperoleh melalui berbagai operasi jaringan komputer tetapi tidak digunakan dengan cara apapun untuk memperoleh wawasan atau untuk mengambil keputusan. Dark data nantinya di simpan dalam sebuah aplikasi penyimpaman data yang biasa dikenal dengan cloud. Cloud sendiri merupakan program perangkat lunak yang berjalan di internet. Aplikasi ini bekerja dengan menyimpan data serta sumber daya lainnya di server jarak jauh yang diakses melalui internet.

Dalam sebuah penelitian,ditemukan bahwa kebanyakan data yang disimpan di cloud merupakan dark data. Artinya data yang menumpuk di cloud sebagian besar merupakan data yang hanya sekali pakai atau sekali lihat dan tidak pernah digunakan kembali. Data-data ini termasuk bermacam gambar yang mirip dan hampir identik di Google Photos atau iClouds, berkas-berkas lama perusahaan yang sudah tidak terpakai hingga data dari perangkat digital kita yang tak digunakan lagi. Sekalipun tidak digunakan lagi, data-data yang tersimpan tetap akan memakan ruang dalam server pusat data atau bank data dalam komputer besar di suatu tempat. Sementara itu, komputer-komputer beserta tempat penyimpanannya membutuhkan energi listrik yang tidak sedikit. 

Belum lama ini, Profesor strategi dari Loughborough University di Inggris, Ian Hodgkinson melakukan penelitian serta mempelajari bagaimana dampak dark data terhadap perubahan iklim. Menurutnya, 68% data yang ada di perusahaan-perusahaan hanya sekali pakai dan tidak pernah digunakan kembali. 

"Bila kita berfikir tentang individu dan masyarakat secara luas, kita menemukan sebagian banyak orang masih mengasumsikan bahwa data bersifat netral karbon, tetapi setiap data entah itu gambar, entah itu postingan instagram, apapun itu memiliki jejak karbon. Jelas Hodgkinson. Dikutip dari The Guardian, Rabu (14/08/2024).

 Hodkinson lebih lanjut menjelaskan, komputasi cloud dalam pusat-pusat data sangatlah panas, bising dan menghabiskan banyak energi. Ia mengatakan satu meme lucu yang diposting tidak akan berpengaruh pada planet kita, namun ribuan hingga jutaan meme lucu atau gambar yang tersimpan tersebut dan tidak digunakan lagi akan berdampak pada bumi kita. Menurutnya perkembangan data akan terus berkembang pesat dan semua energi terbarukan di dunia belum tentu cukup untuk mentenagai perkembangan data yang semakin besar.

Masalah dark data ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Emisi dari pemrosesan data angkanya terus bertambah. dikutip dari TheConversation.com, pada 2020, proses digitalisasi diperkirakan menghasilkan 4% dari total emisi gas rumah kaca global. Produksi data digital juga meningkat pesat. Sekitar 97 zetabita data dihasilkan pada tahun 2022 (setara dengan 97 triliun gigabita). jumlah tersebut dapat melonjak dua kali lipat hungga 181 zetabita di tiga tahun ke depan.

Menyikapi kenyataan tersebut, muncul istilah dekarbonisasi digital, sebagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif dark data terhadap kelangsungan bumi kita. Dekarbonisasi digital merupakan sikap kita yang secara sadar melihat cara kita memperlakukan teknologi digital dalam pekerjaan sehari-hari atau dalam aktifitas lain bisa berdampak besar bagi kelangsungan bumi.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagian kita masih menganggap bahwa data digital sekaligus proses digitalisasi adalah netral karbon atau nol emisi. Padahal kenyataannya tidak demikian. Kita bertanggungjawab untuk mengendalikan jejak karbon digital apakah menuju kondisi yang lebih baik atau lebih buruk. Dengan kita secara sadar memahami bahwa setiap aktifitas digital kita berpengaruh terhadap kelestarian bumi kita, kita akan bersikap awas dalam memproses, memproduksi sampai menyimpan data-data digital kita. Bila anda seorang content creator, anda akan lebih teliti memilih tema serta membuat konten yang lebih bermanfaat kepada publik atau bahkan mengurangi konten-konten yang sifatnya hanya sekali pakai dan tidak akan digunakan kembali kedepannya.

Kita juga sebagai bagian dari human digital yang intens berinteraksi dan beraktifitas di dunia digital bisa memulainya dengan lebih memperhatikan data-data milik kita dengan mimilah gambar, foto atau video apa saja yang tidak lagi dibutuhkan. Sebab setiap data yang tersimpan terkhusus di penyimpanan online atau penyimpanan internet akan berkontribusi pada jejak karbon digital kita. Kesadaran ini harus dipromosikan secara luas agar digitalisasi kita tetap efisien dan bumi pun senantiasa lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun