Kampus merupakan tempat yang sarat akan pengetahuan. Lingkungan akademik yang aman dan nyaman seharusnya menjadi faktor pendukung agar seseorang bisa mengembangkan potensi dalam diri mereka. Namun, keamanan dan kenyamanan di lingkungan kampus sering kali terasa seperti sebuah khayalan. Hingga kini, kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus masih sering terdengar. Hal ini tentu mencederai upaya untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dalam pendidikan. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mencatat, hingga April 2024, terdapat 2.681 kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Belum lagi kasus-kasus yang tidak tercatat, membuat masalah ini seolah tak ada ujungnya.
Dampaknya, psikologi dan mental korban yang terganggu dapat menghambat proses akademik dan pengembangan diri mereka. Kasus-kasus seperti ini sering terjadi akibat adanya ketimpangan antara pelaku dan korban, baik dalam hal status sosial, jabatan, atau maupun kekuatan fisik. Mirisnya, pelaku kejahatan seperti dibebaskan berkeliaran. Alih-alih diberi sanksi, kasus-kasus tersebut justru sering disembunyikan. Pelaku kejahatan seolah-olah dibela. Padahal, kredibilitas sebuah lembaga justru akan semakin meningkat ketika mereka mampu menyelesaikan kasus-kasus seperti ini secara tegas.
Sementara itu, korban akan merasakan ketakutan dan trauma yang mendalam. Mereka cenderung enggan untuk menyuarakan apa yang mereka alami, akibat rasa takut dan stigma yang menyertai. Hal ini muncul karena kurangnya kesadaran serta ketegasan dari civitas akademika yang seringkali menganggap kasus semacam ini sebagai hal yang sepele atau bahkan candaan. Korban sering dipersulit dan merasa diintimidasi untuk melaporkan kejadian tersebut, sehingga mereka tak mendapat perlindungan yang seharusnya. Akibatnya, pelecehan dan kekerasan seksual terus dianggap sebagai hal yang lumrah dan tak terhindarkan.
Fenomena tersebut menjadi peringatan keras terhadap lembaga pendidikan, khususnya kampus. Sanksi dan ketegasan dalam menangani kejahatan seksual perlu dikaji ulang dan diperkuat. Pembekalan kepada civitas akademika mengenai pemahaman yang mendalam tentang isu ini sangat penting dilakukan. Dengan demikian, terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua pihak dapat diwujudkan. Pihak kampus harus merangkul dan menciptakan ruang aman dengan memberi perlindungan kepada para korban yang tidak bersalah. Stigma negatif terhadap korban, seperti menganggap mereka sebagai 'penjahat', harus segera dihapuskan. Sudah saatnya pelaku kejahatan seksual mendapatkan sanksi tegas atas tindakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H