a. Judul : Sumber Hukum dan Metode Berijtihad
b. Nama :Â Dewi Fariha
  Semester : II ( Dua )
  Jurusan : Pendidikan Matematika
  Kampus : ITSNU PASURUAN
  Tahun : 2019
c. Identitas Dosen :Â Muhammad Mukhlis M.Pd.
d. Problem : Perbedaan pendapat waktu niat puasa Ramadhan dan hukum         memperbarui niat puasa.
e.Teori :
Niat secara bahasa berarti menyengaja. Secara istilah, Imam Mawardi dalam kitab Al-Mantsur fil Qawa'id mengatakan, niat adalah bermaksud melakukan sesuatu disertai pelaksanaannya. Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' mengartikannya sebagai "tekad hati untuk melakukan amalan fardhu atau yang lain."
Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali menyebutkan bahwa fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan.Â
Di samping itu, untuk membedakan tujuan seseorang dalam beribadah; apakah seorang beribadah karena mengharap ridha Allah subhanahu wa ta'ala ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia. (Lihat: Ahmad Ibnu Rajab al-Hambali, Jami'ul-'Ulum wal Hikam, Beirut: Darul Ma'rifah, 1408 H. Halaman 67).Â
Para ulama sepakat bahwa niat merupakan syarat sah (rukun) ibadah, termasuk puasa. Artinya, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala manakala tidak disertai niat. Karenanya, para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat ini. Bahkan, Imam Syafi'i, Ahmad, Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu Dawud dan al-Daruquthni menuturkan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu.
Terkait niat puasa, ada dua permasalahan yang sering diperbincangkan oleh para ulama, yaitu waktu pelaksanaan niat dan hukum memperbaharui niat. Berkenaan dengan waktu pelaksanaan niat, imam madzhab empat sepakat bahwa puasa yang menjadi tanggungan seseorang, seperti puasa nazar, puasa qadha', dan puasa kafarah, niatnya harus dilaksanakan pada malam hari sebelum fajar. Kemudian imam madzhab -- selain Malik -- juga sepakat bahwa niat puasa sunnah tidak harus dilaksanakan pada malam hari.
Imam Syafi'i mensyaratkan niat dilakukan pada malam hari, yakni harus bermalam, dan dilakukan setiap malam. Mazhab Syafi'i mayoritas diikuti kaum Muslimin di Asia Tenggara, Mesir, sebagian India dan Pakistan. Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat, cukup berniat berpuasa sebulan penuh di malam pertama Ramadhan. Nasaruddin Umar juga menjelaskan soal apakah niat itu dilafazkan atau cukup dalam hati.
Umumnya keempat mazhab--Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal--mensyaratkan dilafazkan.
Adapun menurut Ibnu Taimiyah, niat itu tidak mesti dilafazkan. Baginya, niat bisa dilakukan dalam hati.
f. Analisa
Berbagai pandangan pendapat
Adapun puasa Ramadhan, para ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya.
Pertama
Imam Syafi'i, Malik, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah.
Mereka berpegangan pada haditsriwayat Hafshah, bahwa Nabi shallallahu ala'ihi wasallam bersabda: