Setiap wilayah di bumi dibagi dalam beberapa kawasan sesuai dengan letak geografisnya, di dunia internasional yang anarki ini tentunya setiap kawasan tersebut memiliki kepentingan masing-masing yang tak jarang perbedaan antar kepentingan ini turut menjadi tantangan dan ancaman keamanan bagi setiap aktor yang terlibat di dalamnya. Dalam merespon tantangan ini diperlukan peraturan dan kerja sama yang mutlak untuk mencegah peningkatan eskalasi terutama di kawasan yang memiliki sejarah konflik sebelumnya. Kerja sama kawasan juga berguna dalam proses penyelesaian konflik dan sengketa antarnegara di kawasan (Tang, 2009).
Asia Timur merupakan salah satu kawasan yang hingga saat ini menjadi titik kepentingan bagi negara-negara besar. Jepang, Cina, Korea Selatan dan Korea Utara sebagai aktor utama di dalamnya saling mempertahankan pengaruh politik dan ekonomi di kawasan ini dan juga turut mengundang aktor besar kawasan tetangga, AS dan Rusia. Belum lagi jika dilihat dari kapabilitas militer dan persenjataan nuklir di sini.Â
Dalam tulisan ini saya akan lebih memfokuskan dalam pembahasan bagaimana upaya Korea Selatan dalam menjaga stabilitas keamanan kawasan khususnya dari ancaman nuklir Korea Utara dan kontribusinya terhadap perdamaian dunia, mengingat kedua negara bekas Semanjung Korea ini masih memiliki hubungan yang dingin satu sama lain, tulisan ini juga akan dibahas keterlibatan aktor internasional lainnya.
Diplomasi Korea Selatan dalam Menjaga Stabilitas Regional Terhadap Ancaman Nuklir
Dalam upaya ini Korea Selatan telah berupaya menjalin dialog yang bertujuan untuk meredakan intensi ketegangan dan mencari solusi bersama atas konflik yang terjadi termasuk terkait senjata nuklir, namun sayang nya dialog ini tidak bertahan lama. Baik Korea Selatan dan Korea Utara awalnya merupakan negara yang menandatangani perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), namun akhirnya Korea Utara memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian ini pada 1993 dan terus melanjutkan uji coba nuklirnya yang tentunya menjadi ancaman keamanan tidak hanya bagi Korea Selatan namun keamanan internasional (Siregar et al., 2024).Â
Untuk menjamin keamanan negaranya Korea Selatan merasa perlu untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan negaranya, upaya yang dilakukan yaitu dengan menjalin kerjasama trilateral di bidang keamanan dan pertahan bersama AS dan Jepang yang diharapkan dapat mengurangi agresivitas Korea Utara.
AS sebagai Aktor Pendamai Korea Selatan dan JepangÂ
Hubungan baik AS dan Korea Selatan sendiri sudah terjalin lama, kita dapat melihatnya bagaimana AS menjadi aktor besar yang mendukung Korea Selatan saat Perang Korea pada 1953. Dalam hal militer AS sudah lama menjadi pemasok senjata bagi Korea Selatan setidaknya 65% senjata dibeli dari AS dan 5% nya diproduksi atas kerjasama kedua negara ini (Karmilawaty & Abdurrohim, 2024). Sedangkan dengan Jepang AS berhasil berperan sebagai pihak ketiga yang memperbaiki hubungan Korea Selatan dan Jepang yang memiliki sejarah buruk pada masa pendudukan kolonial Jepang atas Korea pada tahun 1910-1945.
Bersamaan dengan bersatunya aliansi AS, Korea Selatan dan Jepang mendapatkan "ucapan selamat" dari Korea Utara dengan meluncurkan rudal balistiknya yang mendarat 250 km di sebelah barat Pulau Oshima di Prefektur Hokkaido, Jepang (Ibid). Atas ancaman yang semakin besar, AS, Korea Selatan, dan Jepang semakin terjalin hubungan yang harmonis dalam kerjasama di berbagai bidang seperti, teknologi, pertahanan, militer. Kerja sama bertujuan untuk meredam agresivitas Korea Utara yang tak hentinya melakukan uji coba senjata militernya.
Aliansi ini didasari oleh kebijakan Extended Deterrence guna menganalisis lebih jauh geostrategi yang lebih komprehensif terhadap perkembangan nuklir Korea Utara yang tidak lepas dari pengaruh Cina maupun Rusia. Maka dari itu hal ini bukanlah kebijakan yang dapat dilakukan sendiri melainkan diperlukan bentuk aliansi pertahanan trilateral.
Sebuah Security Dilemma
Jika kita dapat melihat benang merah dari hubungan kompleks aktor-aktor regional kawasan Asia Timur ini maka kita dapat mengaitkannya dengan suatu konsep dalam ilmu hubungan internasional yaitu, Security Dilemma yang merupakan fenomena aksi-reaksi atas tindakan beberapa negara yang merasa khawatir dan terancam atas meningkatnya power suatu negara, yang kemudian mendorong negara lainnya untuk meningkatan power mereka juga. Dalam hal ini hubungan trilateral Korea Selatan, AS, dan Jepang turut menjadi ancaman bagi Korea Utara, sedangkan upaya Korea Selatan sendiri bisa dibilang merupakan bentuk upaya preventif dari agresivitas Korea Utara yang kerap menguji nuklirnya di perbatasan kedua negara ini (Al-Syahrin, 2018).
Rasionalitas kebijakan dari dua negara Korea ini merupakan bentuk alami dari upaya mempertahankan kedaulatan setiap negaranya di tengah dinamika dan eskalasi dunia internasional yang tidak menentu dan penuh dengan risiko. Karena akan mudah bagi suatu negara menjadi sasaran dominasi dan ekspansi negara lain jika tidak bisa mengikuti dinamika dan keseimbangan akan polaritas yang ada. Hal ini juga yang mengakibatkan pertumbuhan dan akselerasi sistem persenjataan di negara kawasan Asia Timur terus meningkat, meskipun perang dingin telah usai lebih dari tiga dekade lalu.
Korea Utara Vs Everybody (AS, Korea Selatan, Jepang): Sudut pandang Realisme
Upaya dalam menjaga stabilitas di kawasan Asia Timur terhadap ancaman nuklir Korea Utara dalam kita lihat menggunakan sudut pandang realisme yang menekankan pada pengaruh power suatu negara dan sistem atau arena internasional yang bersifat anarki yang dipenuhi dengan "keabu-abuan" akan tindakan negara lain, yang mengakibatkan mau tidak mau negara harus terus meningkatkan kapabilitas militernya sebagai bentuk pertahan diri atau self defense. Dan bagi beberapa negara akan berupaya untuk mencapai atau mempertahankan hegemoni dan pengaruhnya. Konsep realisme ini juga penuh dengan sikap saling curiga dan tidak percaya satu sama lain.
Penjelasan di atas secara langsung diimplementasikan melalui aliansi AS, Korea Selatan, dan Jepang terhadap Korea Utara dan sebaliknya. Dimana masing-masing pihak terus menaruh curiga satu sama lain yang membuat mereka meningkatkan powernya masing-masing. Tentunya dengan meningkatnya power setiap negara mengakibatkan cost of war semakin tinggi dan negara pun akan bersikap rasional dan mempertimbangkan segala kemungkinannya jika akhirnya akan melakukan penyerangan, disinilah sikap rasionalitas diutamakan.
Kesimpulan
Sehingga dari penjelasan penulis diatas, bagaimana upaya Korea Selatan dalam menjaga stabilitas keamanan kawasan khususnya dari ancaman nuklir Korea Utara adalah dengan menjalin hubungan trilateral dengan AS dan Jepang guna membatasi agresivitas Korea Utara dalam menggunakan nuklirnya. Tentunya dengan kerjasama ini membuat Korea Utara untuk berpikir berkali-kali jika ingin melancarkan serangan ke negara Asia Timur lainnya. Pun jika kita melihat dari sudut pandang Korea Utara dalam melancarkan aksi uji coba nuklirnya merupakan bentuk dari self defense khususnya dari pengaruh AS di kawasan Asia Timur.
Hingga saat ini sendiri walaupun Korea Utara rutin melakukan uji coba senjata, namun belum pernah ada yang mengenai atau memasuki wilayah teritorial Korea Selatan maupun Jepang, ini hanya seperti gertakan saja agar kedua negara tersebut tidak melangkah lebih jauh yang mengancam kedaulatan Korea Utara.Â
Dalam konsep realis hubungan internasional kondisi ini lah yang disebut balance of power dimana kondisi power antar negara "dirasa" seimbang sehingga biaya untuk berperang menjadi lebih tinggi, kemudian menciptakan stabilitas dan mencegah konflik yang kemudian mencapai kondisi damai menurut realis yaitu "the absence of war" atau tidak adanya perang.
REFERENSI
Al-Syahrin, M. N. (2018). "Logika Dilema Keamanan Asia Timur Dan Rasionalitas Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara". Intermestic: Journal of International Studies, 2(2), 116-138. https://doi.org/10.24198/intermestic.v2n2.2