Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Melibatkan Swasta dan BUMN Membiayai Pendidikan?

13 November 2019   08:08 Diperbarui: 13 November 2019   08:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita lihat anggaran pendidikan di APBN, jumlahnya naik terus dari tahun ke tahun. Ayo kita lihat.

Tahun 2019, anggaran pendidikan mencapai Rp 492,46 triliun. Dana pendidikan paling banyak dialirkan ke pemerintah daerah hingga Rp 308,38 triliun. Selebihnya untuk berbagai kementerian dan lembaga, misalnya Rp 35,99 triliun untuk Kemendikbud, Rp 51,9 triliun (Kemenag), Rp 41,1 triliun (Dikti), dan Rp 25,63 triliun(kementerian dan lembaga lain).

Untuk tahun anggaran 2020 bidang pendidikan disediakan Rp 505,8 triliun. Lumayan besar. 

Tapi perlu dicatat, meski dana pendidikan terus naik, semua itu belum mencukupi kebutuhan. Ketika saya meliput sekolah di berbagai daerah terlihat ketimpangan. Ada yang memiliki sarana dan prasarana mencukupi, ada pula yang memprihatinkan. Kadangkala sekolah yang ada di daerah kaya, perusahaan banyak di situ, kondisi sekolah tidak dijamin bagus. 

Saya rasa mengandalkan dana dari negara tidak cukup. Saya membayangkan, apakah mungkin perusahaan, swasta maupun BUMN, terlibat secara langsung ke dunia pendidikan.

Kalau kita bisa mencontoh gencarnya pembangunan infrastruktur oleh Presiden Jokowi. Di sana, BUMN dan swasta terlibat banyak proyek. Mengapa tidak dengan pengembangan sumber daya manusia? 

Dilema Sekolah Gratis

Menurut saya, ada masalah krusial tentang kebijakan sekolah gratis di sekolah negeri. Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) triliunan rupiah dari APBN habis untuk kebutuhan rutin termasuk membayar guru honorer.

Sementara di sisi lain banyak orangtua yang bersedia membayar lebih demi kualitas pendidikan anaknya. 

Di sekolah negeri, peraturan Mendikbud membolehkan melibatkan komite sekolah (orang tua) untuk mengumpulkan dana. Tapi banyak sekolah berhati-hati sekali (atau tidak berani) berinisiatif mengajukan gagasan pendanaan untuk sebuah kegiatan karena "pengawasan" yang ketat.

Saya sering mendapati kepala sekolah mengeluh tentang telepon orang-orang yang mengatasnamakan lembaga dengan maksud "pengawasan" yang ujung ujungnya tidak mengenakan pihak sekolah. Kalau mau main aman, sekolah mengandalkan pendanaan dari pemerintah dan membiarkan potensi orangtua murid tanpa guna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun