Saat ini pemerintah sedang mengadakan perekrutan pegawai negeri sipil (PNS). Kembali kita diingatkan lagi soal banyaknya tenaga honorer di Indonesia yang tidak jelas statusnya.Â
Ketika saya ke berbagai daerah untuk mengumpulkan bahan untuk menulis buku tentang pendidikan, saya banyak menemui guru atau tenaga kependidikan yang berstatus honorer.
Saya bertemu dengan guru pria di sekolah dasar negeri Bandung, yang telah bekerja sebagai honorer selama 30 tahun. Hal unik dari guru ini adalah dia bekerja di sekolah inklusi yang jumlah anak berkebutuhan khususnya lebih banyak dari siswa regular.Â
Seperti diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang menerima atau menampung ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Artinya, Pak Dede, panggilan guru tersebut, bekerja super berat. Saya yakin lebih berat dibandingkan guru yang mengajar di sekolah dengan ABK yang muridnya sedikit. Umumnya sekolah inklusi sendiri hanya memiliki satu atau dua ABK per kelas.Â
Dari beratnya tugas yang diemban Pak Dede, ternyata Pak Dede juga merupakan guru yang berprestasi, yang mana ia pernah menjuarai perlombaan tingkat nasional di bidang inovasi pembelajaran (Inobel) tahun 2019 yang lombanya berlangsung di Malang, Agustus lalu.Â
Dalam perlombaan tersebut, Pak Dede memperkenalkan inovasi metode pembelajaran tutor sebaya di kelas. Intinya, anak reguler dibimbing untuk menjadi tutor bagi ABK dalam pembelajaran. Cara tersebut tentunya menguntungkan dua belah pihak, yang mana ABK akan menjadi lebih pandai, dan anak reguler akan memiliki rasa empati kepada ABK.Â
Beberapa kasus, mereka yang berprestasi di tingkat nasional adalah tenaga honorer. Setiap tahun, selalu ada tenaga honorer yang melahirkan berbagai karya yang hebat.Â
Pertanyaannya ialah, "apakah masih ada keraguan bagi negara untuk memberi penghargaan kepada tenaga honorer dengan prestasinya yang terbilang baik?" Pola penerimaan pegawai negeri, khususnya untuk guru sebaiknya diberikan opsi, terutama bagi mereka yang berprestasi. Jika seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi tenaga honorer dan memiliki prestasi, apakah mereka harus melalui serangkaian tes khusus lagi untuk mendapat gaji yang memadai dari negara?Â
Menurut saya, status pegawai negeri memang bukan satu-satunya opsi untuk memberi penghargaan kepada honorer. Pemerintah telah memperkenalkan PPPK, semacam pegawai kontrak untuk mereka. Tapi nyatanya, masih banyak tenaga honorer yang  tidak lulus meski soal ujian sudah disesuaikan dengan tes lebih mudah.  Memang harus disadari juga bahwa mekanisme penerimaan tenaga honorer ini terbilang tidak memilikinya sistematika yang jelas.Â
Pada awalnya, adanya kebutuhan guru yang tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah menimbulkan kekosongan tenaga pendidik di beberapa sekolah. Hal tersebut menyebabkan pemerintah mengangkat guru honorer yang direkrut tanpa tes.