Mohon tunggu...
Rigop Darmiko
Rigop Darmiko Mohon Tunggu... -

Biar, biar aku berarti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpin Berkarakter vs Pencitraan

25 Juni 2014   16:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:03 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata pencitraan kerap tampil dalam pembahasan politik beberapa tahun belakangan ini. Saya tidak tahu persis kapan kata pencitraan melekat dalam pembahasan politik tepatnya dalam pembicaraan kepemimpinan. Pencitraan dilekatkan oleh masyarakat pada orang-orang yang ingin mengambil simpati masyarakat demi sebuah dukungan dengan membentuk sebuah citra diri yang positif. Kata pencitraan muncul karena sebenarnya masyarakat kehilangan rasa percaya pada para politisi yang dianggap menjadi pemimpin di negeri ini.  Katakanlah menjelang pileg yang lalu, beramai-ramai para caleg di negeri ini berlomba menampilkan diri sebagai sosok yang paling mengerti rakyat, memperjuangkan rakyat dan memiliki keprihatianan dengan kondisi rakyat. Tetapi pada akhirnya semua itu hanya pencitraan ketika orang-orang tersebut kini ditetapkan sebagai pemangku kedudukan di bangku DPR.

Persoalan pencitraan pada dasarnya adalah kehilangan kepercayaan masyarakat. Rasa kepercayaan yang hilang ini akhirnya hanya menyebabkan kaum utopis. Sehingga timbul berbagai kalimat

'Sama Aja, Siapa Pun Yang Terpilih Sama Saja'

'Tidak ada lagi yang bisa dipercaya'

'Ya, siapa yang paling besar bayarannya'

'Hanya saat kampanye kita bisa mendapat sesuatu dari mereka, ya minta aja berapa mereka bisa bayar'

Keadaan yang demikian inilah pada akhirnya dimanfaatkan oleh para caleg sehingga lihatlah para pemenang pileg yang lalu, bukankah mereka orang-orang yang berhasil mencitrakan diri dengan baik tetapi kemenangan mereka digerakkan oleh uang. Maka tak pelak lagi, orang-orang yang memenangi pileg lalu pada umumnya adalah para kaum pragmatis yang menghalalkan berbagai cara demi mendapat kekuasaan.

Dengan demikian, kita semakin sulit mencari pemimpin berkarakter di negeri ini. Ironinya, ketika ada seorang pemimpin yang sungguh-sungguh dan berintegritas, maka para pemimpin pragmatis itu menyerang mereka dengan mengatakan mereka pencitraan. Dan masyarakat yang kian utopis pada akhirnya mudah diombang-ambingkan oleh berbagai isu dan rumor. Inilah yang menjadi bahan dasar kampanye hitam menjelang pilpres di negeri ini.

Negeri ini membutuhkan seorang pemimpin berkarakter. Pemimpin berkarakter artinya pemimpin yang mempunyai ketulusan, kepribadian dan integritas. Ketulusan, karena masyarakat telah jengah dengan berbagai kepentingan transaksional. Kepribadian karena masyarakat telah jengah dengan berbagai polesan-polesan kebijakan kosmetik yang hanya sekedar normatif. Integritas, karena masyarakat telah jengah dengan berbagai politik busuk yang hanya memperkaya dan membela kepentingan diri dan kelompoknya.

Pemimpin berkarakter akan memberi sebuah harapan bagi masyarakat bahwa bangsa ini adalah bangsa bermartabat yang mempunyai harga diri di hadapan bangsa-bangsa. Pemimpin berkarakter akan mampu membebaskan segala citra yang dilekatkan dunia pada indonesia sebagai bangsa korup, bangsa konsumtif, hedonis dan teroris. Pemimpin Berkarakter akan mengembalikan bangsa ini menjadi bangsa berbudaya, memiliki kearifan lokal, beradab dan berakhlak. Pemimpin berkarakter adalah pemimpin yang membangun Indonesia bukan semata-mata demi pembuktian diri di hadapan dunia, tetapi pemimpin yang mempunyai wawasan nusantara dan membangun Indonesia seutuhnya sebagai Indonesia bukan ingin menjadikan Indonesia seperti bangsa asing. Pemimpin berkarakter tidak akan sekedar menjiplak kurikulum dan program-program asing tetapi membangun negara pancasila sejati. Pemimpin berkarakter adalah pemimpin yang tahu bahwa Indonesia bukan sekelompok elit dan pengusaha tetapi adalah rakyat dan itu adalah kekuatan sehingga pembangunan Indonesia adalah pembangunan rakyat, bahwa rakyat kecilpun adalah kekayaan Indoensia yang mampu memberi pemasukan besar bagi negara. Pemimpin Berkarakter bukan pemimpin yang dikendalikan oleh para pemilik modal karena kalau demikian dia hanya tahu memperbanyak hutang luar negeri demi kelancaran usaha para pemilik modal itu.

Pemimpin berkarakter tidak nampak ketika dia menyatakan janji-janji kampanyenya tetapi teruji saat dia menduduki jabatannya. Makan kepemimpinan berkarakter dalam tulisan ini tidak berfungsi untuk mendukung calon pemimpin tetapi sebuah pemikiran ketika kelak siapapun telah terpilih menjadi pemimpin di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun