Gempa bumi yang terjadi pada bulan Oktober 1834 itu dirasakan paling jauh oleh masyarakat Lampung di Barat hingga Tegal di Timur. Lebih lanjut lagi, gempa kecil masih sering terjadi di wilayah Bogor, Cipanas, dan Cianjur selama satu bulan terakhir.
Mengutip dari buku Kota di Djawa Tempo Doeloe, renovasi dari Istana Bogor baru diinisiasi kembali ketika Gubernur Jenderal van Twist menjabat (1851-1856). Namun, pembangunannya sendiri baru dapat diselesaikan oleh Gubernur Jenderal selanjutnya, de Montanger.
De Montanger melakukan rekonstruksi Istana Bogor dengan arsitektur bergaya Neo-Klasik sejak tahun 1856 hingga 1861. Sebagai penunjang, ia juga melakukan pembangunan 2 jembatan tambahan yang menghubungkan Gedung Induk dan Gunung Sayap Kanan juga Kiri.
Dalam perjalanannya, Istana Bogor juga mengalami beberapa renovasi setelah kemerdekaan Indonesia. Dilansir dari setneg.go.id, istana tersebut mendapat tambahan 10 pilar bergaya Ionia yang menyatu dengan serambi muka pada tahun 1952.
Selain itu, jembatan penghubung yang dibangun oleh de Montager juga diubah menjadi koridor. Sementara itu, anak tangga yang semula berbentuk setengah lingkaran diubah menjadi lurus. Hasil renovasi inilah yang kita kenal sebagai Istana Bogor saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H