Sejak dibangun pada tahun 1745, Istana Bogor sudah mulai dijadikan sebagai tempat peristirahatan Gubernur Jenderal VOC. Akan tetapi, penggunaannya sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal baru ditetapkan pada tahun 1780.
Menurut catatan Encyclopedie van Nederlandsch-Indi: Eerste Deel, sejak saat itu Gubernur Jenderal VOC terbiasa menjalani kehidupan sehari-hari di Bogor dan berkunjung ke Hotel Rijswijk (saat ini dikenal sebagai Istana Negara) Batavia setiap satu bulan sekali.
Selama digunakan sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal, bangunan tersebut beberapa kali mengalami renovasi. Beberapa di antaranya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang memperluas kawasan tersebut pada tahun 1809.
Kemudian, pada tahun 1811 Gubernur Jenderal Raffles membuat sebuah taman bergaya Inggris yang menjadi cikal bakal dari Kebun Raya Bogor. Menurut Dermawan dalam buku Dari Lorong-Lorong Istana Presiden, Raffles bahkan mendatangkan enam pasang rusa yang biasa hidup di perbatasan Nepal dan kini sudah beranak pinak hingga 700 ekor.
Selanjutnya, Gubernur Jenderal van Der Capellen juga merenovasi bangunan tersebut dan meresmikan pendirian s'Lands Plantetuin (Kebun Raya Bogor) dengan bantuan ahli botani asal Jerman bernama Reindwardt pada tahun 1817, sebelum akhirnya istana berlantai dua itu hancur pada tahun 1834 akibat gempa bumi.
Hancur Karena Letusan Gunung Salak 1834
Dikutip dari buku Almanak Sejarah Indonesia: Peristiwa dan Tokoh, Gunung Salak yang secara administratif masuk ke dalam Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor Jawa Barat pernah meletus pada 10 Oktober 1834 dan menyebabkan gempa bumi di sekitar wilayah tersebut.
Menurut catatan Surat Kabar Javasche Courant edisi 22 November 1834, diketahui gempa bumi itu berpusat di Mega Mendung dan pegunungan sekitarnya. Gempa tersebut menciptakan beberapa retakan lebar di bagian belakang gunung.
Selain itu, retakan juga ditemukan di jalan utama wilayah Bogor dan Cianjur. Dampak terbesar dari fenomena tersebut dirasakan oleh masyarakat di sebelah Timur Bogor, yakni wilayah Pondok Gede, Kedung Halang, Citeureup, Cilangkap, Cimanggis, dan Pondok Cina.
Di sisi lain, gempa bumi juga mengakibatkan runtuhnya Istana Bogor. Masih menurut catatan Javasche Courant edisi 22 November 1834, gempa bumi menghancurkan bangunan pusat, dinding luar sayap timur, dan dinding paling utara dari istana tersebut.
Dengan kata lain, gempa bumi hampir menelan seluruh bagian bangunan indah dan megah itu hingga rata dengan tanah. Selanjutnya, bangunan tersebut akan direkonstruksi ulang menjadi istana dengan satu lantai.