Mohon tunggu...
Muhammad Rigan Agus Setiawan
Muhammad Rigan Agus Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Rigan

Mahasiswa Ilmu Sejarah UI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerajaan Aru: Kisah Negeri Perompak yang Kalah di Tanah Emas

17 September 2023   13:24 Diperbarui: 17 September 2023   13:29 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut diperkuat dengan Sumpah Amukti Palapa yang diucapkan oleh Patih Majapahit Gajah Mada yang dimuat pada Kitab Pararaton (1336), yang berisi mengenai keinginan untuk menguasai berbagai wilayah di Nusantara, seperti Gurun, Seram, Haru (merujuk pada Kerajaan Aru), Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik. 

Selain itu, pendirian Kerajaan Majapahit sendiri merupakan sebuah bentuk kebesaran kerajaan ini yang berhasil mengusir tentara Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan dari Pulau Jawa.  Beberapa bukti konkret tersebut menjadi bukti kehebatan kerajaan yang ada di Nusantara, sekaligus menggambarkan hubungan dengan bangsa-bangsa luar yang sudah intens, berikut adalah peta lalu lintas perdagangan dan  pelayaran yang meliputi wilayah Cina, Asia Tenggara hingga India. Peta tersebut menujukkan integrasi berbagai kerajaan yang sudah terjalin dengan baik. 

Reid, Anthony, et al., A History of Southeast Asia Critical Crossroads, (2015), hlm. 126
Reid, Anthony, et al., A History of Southeast Asia Critical Crossroads, (2015), hlm. 126
Salah satu daerah yang disebutkan dalam peta tersebut adalah wilayah Aru. Dalam peta tersebut juga diketahui bahwa Aru termasuk ke dalam lalu lintas perdagangan internasional, di samping Malaka dan Aceh. Nama kerajaan ini beberapa kali disebut dalam sumber-sumber Cina hingga Portugis.  

Eksistensi Aru 

Eksistensi Kerajaan Aru atau Haru seperti yang sudah dijelaskan dalam bagian pendahuluan telah disebutkan dalam Pararaton oleh Gajah Mada tahun 1336. 

"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tajungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa", yang artinya Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak akan melepaskan puasanya, sampai ia mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik (Takari, 2012: 57). Akan tetapi, catatan tertua yang menyebutkan wilayah Aru adalah catatan Dinasti Yuan yang menggambarkan adanya perintah untuk Aru tunduk kepada Kubilai Khan pada tahun 1282 dan pada tahun 1295 penguasa Aru mengirim utusannya sekaligus upeti (Milner, 1978: 9). 

Dalam riwayat lain, yakni catatan perjalanan Tome Pires atau dikenal sebagai Suma Oriental disebutkan bahwa Kerajaan Aru adalah sebuah kerajaan yang besar yang ada di Sumatera. Sejak Malaka pertama kali berdiri, kerajaan ini selalu berperang dengan Malaka dan telah mengambil banyak penduduknya (hal ini menjelaskan eksistensi perompakan). Orang-orang Malaka selalu mengawasi mereka. Dari sini, muncul pepatah "Aru melawan Malaka"(Cortesao, 2018: 182). Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa wilayah kedua negeri ini memang berseberangan. Catatan-catatan Cina juga memperkuat pernyataan tersebut, salah satunya adalah Ma Huan dengan beritanya yang menyatakan bahwa Samudra Pasai adalah tetangga Aru yang ada di sebelah Barat, sedangkan di sebelah Selatan terdapat pegunungan yang merujuk pada Bukit Barisan (Milner, 1978: 7). 

Perdagangan, Perompakan, dan Pelabuhan

Ditinjau dari aspek kewilayahannya, Aru merupakan wilayah yang strategis dalam perdagangan internasional, karena dilalui oleh para pedagang asing, seperti Cina juga India. O.W. Wolters menyatakan bahwa Sumatera pada periode tersebut merupakan tempat persinggahan yang paling banyak diminati dan membantu arus perdagangan berupa hasil hutan Sumatera, komoditi dari para pedagang Jawa yang memanfaatkan kapal dan awak dari Melayu dalam jalur perdagangan pribumi dan internasional (Hall, 2019: 23). Hal tersebut berlaku pula bagi Aru. 

Dalam suma oriental, disebutkan bahwa hasil atau komoditi yang menjadi unggulan di Aru adalah beras yang putih dan berkualitas baik, juga buah-buahan yang melimpah. Di samping itu, Aru juga menghasilkan barang berharga seperti emas dan rempah-rempah sepert: kamper, kemenyan, tanaman obat lignaloe, rotan, ter, lilin, madu. Barang dagangan tersebut dibawa melalui jalur Pasai dan Fansur. Pires juga menggambarkan adanya perdagangan budak (Cortesao, 2018: 183). 

Beberapa bukti dari Cina juga memperkuat asumsi ini, diantaranya Fei Xin dalam Xingcha Sehlan (1436) menyatakan bahwa masyarakat Aru mengumpulkan kamper dari hutan untuk dijual kepada pedagang yang singgah. Selain itu, Mahuan dan Fei Xin seperti yang kita ketahui mengikuti ekspedisi yang dilakukan oleh Zheng He (1403-- 1453) memberikan beberapa keterangan; waktu berlayar dari Malaka ke Aru membutuhkan waktu 4 hari 4 malam, kerajaan ini memiliki banyak nelayan, dengan komoditi yang agak terbatas, seperti katun, beras, ternak dan unggas, serta mengingat kerajaan ini adalah kerajaan yang kecil, maka hasil buminya adalah kemenyan (Wijaya, 2015: 111). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun