Yogyakarta - Jika sebuah kepercayaan dalam berniaga harus tetap dipertahankan meskipun sudah sangat tertinggal dengan roda kehidupan di zaman sekarang, bagaimana para pelaku niaga tersebut bertahan dengan kondisi yang ada?
Pasar Beringharjo menjadi tempat sebagian orang mencari kehidupan setiap harinya. Roda perekonomian yang terus berputar setiap harinya. Beberapa waktu lalu, kami pernah bercengkrama dengan sebagian pekerja saat mengunjungi pasar tersebut. Seorang pedagang senior di salah satu gerai batik yang ada di lorong lantai dasar Beringharjo, Ibu Sindhu namanya.
Ia merupakan seorang pedagang batik yang sudah berjualan disana 30 tahun lamanya. Bercengkrama dengan beliau, kebanyakan dari penjual batik bekerja bukan karena menginginkan pekerjaan tersebut, melaikan karena kahanan (keadaan) dan juga menjaga kepercayaan nenek moyang yang sudah mewariskan tradisi berjualan batik di Beringharjo ini. Banyak penjual batik di Pasar Beringharjo mempunyai hubungan darah seperti ibu dan anak, kakak dan adik, dan sebagainya.
Hasil yang didapat Ibu Sindhu disebutkan, 'tidak menentu', beliau tidak pernah mematok hasil yang didapat setiap harinya, "Kalo ada yang beli atau rame gitu ya alhamdulillah, kalo sepi ya disyukuri besok dicoba lagi, toh sekarang persaingannya ndak cuma gara-gara harga, tapi kepercayaan pelanggan juga, makanya sebisa mungkin bikin pelanggan seneng dan balik lagi". Â Dengan kata lain, di Beringharjo juga terdapat persaingan dimana gerai-gerai yang sudah lebih dulu besar namanya akan lebih sering dibeli oleh pelanggan.
Pasar Beringharjo menyimpan banyak kisah pedagang kecil yang berjuang untuk menghidupi diri dan keluarganya. Konon area ini dulunya hutan beringin yang kemudian resmi menjadi pasar sejak 1925. Sejak diresmikan menjadi sebuah pasar, beringharjo pun menjadi pusat kegiatan tukar menukar barang serta jual beli di Yogyakarta termasuk salah satunya adalah batik, sehingga para leluhur pun hingga kini berwasiat dan mewariskan toko-toko batik di pasar beringharjo kepada anak cucunya yang mungkin nanti tiada ujungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H