Mohon tunggu...
Izzuddin Rifqy Erlangga
Izzuddin Rifqy Erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Melestarikan budaya sebagai ajang untuk membangun peradaban

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Perdagangan Kawasan Asia dan Hubungan Diplomatik (Nusantara dan Ustmaniyah)

1 April 2023   22:46 Diperbarui: 1 April 2023   22:55 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tahun 1280, menjadi masa-masa hebat kebesaran dinasti Utsmani yang bangkit ke panggung politik di Timur Tengah yang menandai era baru dalam kekaisaran Islam. Tentunya, masyarakat dan penguasa Islam di Nusantara dapat mengenal berita ini yang disampaikan oleh orang-orang Arab dan Persia yang menjalin hubungan dagang di Nusantara. Kemudian Dinasti Utsmani kembali menancapkan taringnya sebagai negara terkuat di Timur Tengah dan wilayah Laut Tengah di paruh abad ke-15 ketika berjaya menaklukkan konstantinopel pada tahun 1453. Maka, mulai masa ini kekuasaan politik dan kebudayaan Turki Utsmani didistribusikan ke berbagai kawasan Dunia Muslim, termasuk negara Islam tertentu di Nusantara yang pada gilirannya mulai terjalin hubungan politik dan diplomatik.Di masa awal abad ke-16, Dinasti Utsmani memainkan peranan penting dalam perdagangan di lautan India, khususnya Nusantara pun dipegang oleh para pedagang Turki. Di samping meningkatnya ekonomi Turki juga menjadikan terwujudnya pelayaran yang aman bagi para jama'ah haji. 

Suksesi ini kemudian membuka kesempatan apik bagi Muslim Nusantara yang berpusat dari Samudera-Pasai, Malaka, dan Aceh, guna ekspedisi ke Timur Tengah dan disertai untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan saudara seiman disana. Di masa yang bersamaan, bangsa Portugis juga mulai mendatangkan kekuatannya di kawasan Lautan India. Kemudian, armada laut Dinasti Utsmani berhasil membebaskan pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai oleh Portugis dan kembali mengamankan perjalanan haji. Di samping itu juga armada laut Turki mampu menancapkan kekuatannya di sekitar Teluk Persia, Laut Merah, dan di lautan India.

Ketika Malaka berhasil di duduki oleh bangsa Portugis, Kesultanan Aceh pun mulai mengambil alih perdagangan rempah-rempah di lautan India, pada pertengahan abad ke-16 partisipasi Aceh dalam perdagangan pun mulai menancapkan kejayaannya. Pada tahun 1554-1559 banyak sekali armada Portugis yang selalu mencegah dan menawan kapal Aceh akan tetapi banyak kegagalan oleh armada Portugis. Hal ini pun mulai mulai diketahui penguasa Ustmani, kemudian pada tahun 1528 diutus lah Selman Reis seorang laksamana Turki di Laut Merah, sangat memahami gerak gerik armada Portugis yang pada  akhirnya berhasil menumpas armada Portugis. Nuruddin Al-Raniri dalam kitabnya (Bustan Al-Salatin) menceritakan, Sultan Alauddin Riayat Syah menjalankan sebuah misi diplomatik ke Istanbul guna menghadap Sultan Turki. Pada Juni 1562, seorang duta Aceh yang berhasil selamat atas serangan Portugis telah sampai di Istanbul guna mendapatkan bantuan militer Ustmani untuk melawan Portugis. Meskipun kedatangannya tidak membawakan hadiah untuk sultan ia berhasil memperoleh bantuan militer Ustmani dan membantu Aceh memaksimalkan kekuatan militernya sehingga mencukupi untuk menaklukkan Aru dan Johor pada tahun 1564.

Kemudian di tahun 1565 seeorang duta Aceh bernama Husayn tiba di Istanbul. Farooqi dalam artikelnya (Moguls, Ottomans, and Pilgrims: Protecting the Routes to Mecca in the Sixteenth and Seventeenth Centuries) mencatat yang terkandung dalam arsip Ustmani sebuah permintaan dari Sultan Alauddin Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni. Kemudian dalam permintaannya itu terdapat laporan terkait aktivitas armada Portugis yang membuat kegaduhan besar kepada para pedagang Muslim dan para jemaah haji ke Mekkah. Sultan Sulaiman sendiri akhirnya tidak dapat membantu Aceh karena ia telah wafat pada tahun 1566.

Akan tetapi misi ini mendapatkan dukungan oleh Sultan Selim II, akhirnya di berangkatkanlah armada laut Ustmani ke Aceh, pada September 1567 disini, pasukan Ustmani dialihkan terlebih dahulu ke Yaman untuk meredam pemberontakan yang ada disana sampai tuntas pada 1571. Alhasil atas keadaan tersebut menyebabkan hanya sedikit saja beberapa armada Ustmani yang tiba sampai Aceh. Akhirnya mereka tidak terlalu terlibat atas serangan besar Aceh kepada Portugis di Malaka pada awal 1568.

Dengan gagalnya serangan ini dan wafatnya Sultan Alauddin Riayat Syah pada 1571 pun tidak mengendurkan semangat Aceh untuk mengusir Portugis. Menurut Zainuddin dalam bukunya (Tarich Atjeh dan Nusantara), hubungan politik mulai digalakkan kembali oleh pengganti Sultan Alauddin yakni Sultan Mansyur Syah (1577-1588) kepada Dinasti Utsmani. Keadaan ini diperkuat juga dengan sumber historis Portugis yang menyatakan bahwa sekretaris muda Portugis di Goa telah melaporkan ke Lisbon karena petinggi Aceh telah menjalin kesepakatan kepada Dinasti Utsmani guna memperoleh bantuan militer untuk melangsungkan penyerangan baru terhadap Portugis.

Tarich Atjeh juga menceritakan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang sempat menggalakkan hubungan kembali kepada Dinasti Utsmani. Dikisahkan pada waktu itu dikirim lah armada laut kecil dari Aceh menuju Istanbul melintasi Tanjung Harapan. Sekembalinya ke Aceh mereka mendapatkan bantuan beberapa artileri, ahli militer yang ada 12 orang, serta surat dari Sultan Ustmani tentang hubungan diplomatik yang pernah terlaksana di masa-masa sebelumnya. Hebatnya 12 orang ahli yang dikirim oleh Sultan Ustmani ini disebut-sebut sebagai pahlawan di Aceh karena sanggup membantu Sultan Iskandar Muda membuat benteng kokoh di Banda, lebih dari itu juga membantu membuat istana kesultanan.

Dalam Hikayat Aceh juga mengkisahkan bahwa Sultan Ustmani pernah mengeluarkan statemen bahwasanya ada dua raja besar di dunia ini: penguasa Barat yaitu Dinasti Utsmani dan penguasa Timur Kesultanan Aceh. Berita yang demikian tadi disampaikan melalui jamaah haji yang kemudian diteruskan oleh Syaikh Syamsuddin Al-Sumatrani.

Dengan kehadiran Pasukan Ustmani ketika perdagangan di lautan India yang memanas pada abad ke-16 dan awal abad ke-17 secara tidak langsung menandai terjalinnya hubungan internasional yang luar biasa bagi Muslim Nusantara. Serta memberikan secercah harapan terhadap penguasa dan pedagang Muslim Nusantara guna mendapatkan kontribusi untuk melawan Portugis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun