Mohon tunggu...
Rifqiyudin Anshari
Rifqiyudin Anshari Mohon Tunggu... Buruh - Independent, Bebas dan Merdeka

rifqiyudinanshari@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejak Kapan Meminta Maaf Itu Tidak Perlu?

26 Agustus 2019   15:20 Diperbarui: 26 Agustus 2019   15:29 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski mungkin tidak ada firman dalam al-Quran yang mewajibkan untuk meminta maaf, namun perlu juga dicatat bahwa meminta maaf sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad, misalnya dalam sebuah hadits, nabi pernah menyarankan agar segera meminta maaf jika terdapat selisih paham atau selisih rasa, baik soal ketersinggungan atau karna benar-benar melakukan kesalahan.

"Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf) nya sekarang juga.." (HR. Bukhori dan Muslim). 

Namun di al-Quran lebih banyak ditemukan ayat-ayat untuk saling memaafkan. Secara substansi, memaafkan jauh lebih baik daripada meminta maaf. Namun baik meminta maaf atau memaafkan, dua-duanya perbuatan yang sangat terpuji dan patut dilakukan.

Lalu, bagaimana jika kita tidak merasa bersalah, sebab kata "Maaf" hanya akan keluar dari mulut seseorang apabila ada semacam penyesalan di dalam hatinya atau merasa bersalah. Misalnya sikap Tegas UAS yang enggan memintaa maaf karena beliau tidak merasa bersalah sesuai aturan. 

Padahal jika melihat kapasitas UAS sebagai tokoh Agama dan Orang Bijak, rasa-rasanya tidak sulit bagi UAS untuk meminta maaf. Ini yang kemudian menjadi masalah, sebab merasa tidak bersalah juga adalah sebuah kesalahan yang memang perlu untuk dimintakan maaf.

Secara pribadi, saya percaya bahwa UAS samasekali tidak ada niat untuk menjelek-jelekan keyakinan agama lain, juga tidak ada sedikitpun niat untuk memecah belah umat beragama di Negara yang kita cintai ini, sebagaimana penegasan beliau dalam Video Klarifikasi yang kini beredar di mana-mana itu. 

Dan saya juga meyakini bahwa wawasan keilmuan UAS soal meminta maaf lebih mempuni dibandingkan saya yang Awam ini. Namun pada tulisan ini, saya tidak akan menyampaikan banyak dalil-dalil anjuran meminta maaf melainkan sekedar melihat kasus UAS dalam prspketif keberagaman umat beragama, ada hal yang menurut saya kurang bijak yang telah dilakukan UAS.

Dalam perspektif keberagaman, ada potensi konflik yang besar yang bisa saja disebabkan oleh hal-hal remeh, menjaga agar tetap damai dan lestari tentu saja bukan hal yang mudah, ada nilai dan norma-norma serta batasan-batasan yang disepakati bersama antar golongan. Norma-norma itu mau tidak mau harus dipatuhi dan diamalkan oleh semua golongan. 

Ungkapan UAS beberapa waktu lalu telah dianggap melanggar batas dan norma tersebut, hingga kemudian berujung pada Pelaporan dan Tuntutan Permintaan Maaf sebagai bentuk Penghargaan atas Norma oleh sebagian masyarakat yang merasa tersinggung dan tersakiti. Namun sayangnya, UAS menolak meminta maaf karena merasa tidak bersalah.

Penolakan meminta maaf UAS tentu saja bukan sekedar karena merasa tidak bersalah, melainkan juga menurutnya hal itu sangat krusial karena menyangkut keyakinan Iman, artinya menurut UAS bahwa jika ia meminta maaf, maka KALIMAT itu (Seputar Jin kafir dalam Salib) tentu harus tidak diyakini atau tidak di Imani, yang mana ini berarti persoalan Aqidah.

Namun saya kira tidak demikian, menolak meminta maaf atas dasar aqidah saya rasa hanya sekedar alibi, lagipula sejak kapan Meminta Maaf melunturkan iman seseorang? Sejak kapan meminta maaf merusak aqidah? Adakah satu dalil saja dalam al-Qur'an tentang pertimbangan meminta maaf atas dasar aqidah? Semua orang saya rasa sepakat bahwa Itikad baik bisa dimulai dengan meminta maaf, setelah itu baru kemudian berpasrah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun