Korea Selatan menghadapi krisis demografi yang memerlukan intervensi kebijakan segera. Pada awal 2023, pemerintah meluncurkan serangkaian kebijakan work-life balance yang bertujuan meningkatkan tingkat kelahiran dan kesejahteraan keluarga.Â
Bagaimana efektivitas implementasi kebijakan work-life balance periode Januari 2023 - Juni 2024 dalam mengatasi penurunan tingkat kelahiran di Korea Selatan?
Kebijakan work-life balance Korea Selatan (Jan 2023-Jun 2024) belum efektif mengatasi penurunan kelahiran. Meski ada inisiatif seperti pengurangan jam kerja dan insentif finansial, budaya kerja yang kuat serta tingginya biaya hidup dan pendidikan masih menjadi kendala utama. Hingga April 2024, Korea Selatan tetap mencatat tingkat kelahiran terendah di dunia dengan 0.8 anak per wanita. Â
Implementasi Kebijakan Work-Life Balance
Pemerintah Korea Selatan telah mengimplementasikan kebijakan work-life balance melalui tiga fase utama sepanjang tahun 2023-2024. Fase inisiasi dimulai pada Januari 2023 dengan peluncuran paket kebijakan demografis yang berfokus pada reformasi jam kerja menjadi 48 jam per minggu. Program ini diperkuat dengan pengenalan subsidi perumahan bagi pasangan muda yang bertujuan meringankan beban finansial dalam membangun keluarga. Memasuki fase pengembangan pada Juli 2023, pemerintah memperluas cakupan kebijakan dengan memperpanjang durasi cuti orang tua dan meningkatkan subsidi perawatan anak sebesar 30%. Evaluasi awal menunjukkan respon positif dari masyarakat terhadap perubahan ini. Fase konsolidasi yang dimulai Januari 2024 ditandai dengan ekspansi program dukungan finansial dan implementasi sistem flextime di perusahaan-perusahaan besar, yang kemudian dievaluasi secara menyeluruh untuk mengukur efektivitasnya. Â
Dampak Kebijakan pada Masyarakat
Transformasi signifikan terlihat dalam pola kerja masyarakat Korea Selatan, dimana budaya "ppalli-ppalli" yang mengutamakan kecepatan mulai bergeser ke arah keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Adaptasi sistem kerja fleksibel telah memungkinkan karyawan untuk mengelola waktu mereka dengan lebih efektif. Namun, implementasi kebijakan ini menghadapi tantangan, terutama dari sektor bisnis yang menunjukkan resistensi terhadap pengurangan jam kerja dan peningkatan beban finansial untuk program cuti. Meskipun demikian, dampak positif terlihat pada keluarga muda, dimana program subsidi perumahan dan perawatan anak telah mendorong lebih banyak pasangan untuk mempertimbangkan pembentukan keluarga, walaupun peningkatan tingkat kelahiran masih memerlukan waktu untuk terlihat signifikan.Â
Implikasi Ekonomi dan Sosial Â
Kebijakan work-life balance memawa implikasi ekonomi yang kompleks bagi Korea Selatan. Dari aspek finansial, terdapat peningkatan beban pada sisten pensiun dan anggaran pemerintahan untuk mendukung berbagai program insentif. Namun, investasi ini diimbangi dengan peningkatan partisipasi angkatan kerja, terutama dikalangan wanita, yang berkontribusi pada produktivitas jangka panjang. Perubahan struktur tenaga kerja juga terlihat seiring dengan adaptasi perusahaan terhadap sistem kerja yang lebih fleksibel. Dari segi proyeksi demografis, meskipun tren tingkat kelahiran belum menunjukkan peningkatan dramatis, perubahan positif mulai terlihat dalam struktur keluarga dan persepsi masyarakat terhadap keseimbangan kerja-kehidupan, yang diharapkan akan berdampak positif pada prospek demografis jangka panjang Korea Selatan.Â
Kebijakan yang diterapkan selama periode 18 bulan ini menunjukkan potensi untuk mengubah tren demografis Korea Selatan, namun membutuhkan komitmen berkelanjutan dan penyesuaian evaluasi berkala untuk mencapai efektifitas maksimal dalam mengatasi krisi demografis yang sedang berlangsung.
Referensi