Mohon tunggu...
Rifqi Maulana
Rifqi Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar dan berproses menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seberapa Mendesak Regenerasi DKM Saat Ini?

14 Januari 2025   06:56 Diperbarui: 14 Januari 2025   06:56 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seberapa Mendesak Regenerasi DKM Saat Ini?

Rifqi Maulana Hanif_G100241071

Satu kali saya pernah mampir di sebuah masjid di luar daerah saya untuk melaksanakan sholat jum'at, seusai sholat saya duduk di serambi masjid dan memeriksa pesan di ponsel saya, tak lama kemudian ada seorang paruh baya menegur agar saya tidak bermain ponsel di masjid, tak hanya saya, jamaah lain pun juga diperlakukan sama oleh beliau. Setelah bertanya ke salah seorang teman, ternyata belai adalah pengurus masjid ini. Cukup mengejutkan karena baru kali ini saya mendapati masjid yang seperti ini, yang menjadikan masjid hanya sebagai tempat untuk ibadah sehingga aktivitas lain tidak diperkenankan, bahkan hanya sekadar duduk beristirahat di area masjid.

Mungkin itu hanya satu dari sekian banyak kasus masjid yang mana DKM(Dewan Kemakmuran Masjid) tidak mengetahui esensi sebenarnya dari masjid. Jika melihat lingkungan sekitar, masih banyak takmir yang hanya mengetahui kalau masjid hanya sebatas tempat untuk sholat semata, aktivitas selain itu harus dilaksanakan di luar lingkungan masjid, aktivitas selain sholat berjamaah mungkin hanyalah pengajian rutin saja, itupun jika ada. Beberapa contoh dari kurangnya pemahaman takmir akan esensi masjid adalah

Pertama, sebagaimana yang penulis sebutkan di awal artikel, takmir hanya memandang masjid sebagai tempat solat saja, tak boleh ada aktivitas yang lain, padahal masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat aktivitas yang mampu membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Sebagai rumah Allah, masjid memiliki potensi untuk menjadi titik awal transformasi sosial, budaya, dan spiritual yang positif. Dari kumpulan-kumpulan, majelis-majelis, pesan-pesan kebaikan disampaikan, dan dari sana pula lahir inspirasi untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera. Selain itu, masjid juga dapat menjadi tempat istirahat yang menyejukkan, entah itu yang sedang kelelahan karena bekerja, ataupun lelah karena jauh dari Rabbnya.

Kedua, hanya berfokus pada kemegahan dan keindahan bangunan masjid dan abai kepada kemakmuran masjid dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Tak jarang kita lihat ketika proses pembangunan masjid para sukarelawan terjun ke jalan untuk meminta sumbangan pembangunan masjid, bahkan ada juga yang sampai menaruh kotak di tengah jalan dengan harapan agar pengguna jalan memasukkan uangnya ke sana, nyatanya itu justru membahayakan, tak sedikit kejadian kotak itu tertabrak sehingga melukai pengguna jalan. Setelah itu di saat uang sumbangan tadi sudah mencukupi, dari uang itu dibangun masjid yang megah. Tak ada masalah sebenarnya, hanya saja ketika sudah jadi dan diresmikan, masjid itu hanya diperuntukkan untuk solat saja, selain itu?, dikunci, sehingga tak memiliki kebermanfaatan yang luas untuk masyarakat.

Ketiga, masih berhubungan dengan poin kedua, yaitu, infak yang didapatkan masjid hanya digunakan untuk memoles dan mempercantik bangunan masjid, padahal masyarakat di sekitar masjid ada yang membutuhkan, bagaimana mungkin pusat keagamaan umat tapi mengabaikan kepentingan umat yang sedang membutuhkan. Padahal pada masa Rasulullah, masjid digunakan sebagai tempat penampungan dan tempat tinggal para sahabat miskin di Madinah, bahkan jumlahnya mencapai seratusan orang, akan tetapi mereka selalu mendapatkan makanan dan rezeki dari para sahabat yang berinfak di masjid yang langsung tersalurkan kepada mereka.

Keempat, takmir masjid yang tak mengetahui esensi masjid tidak melakukan regenerasi untuk anak-anak sebagai penggantinya kelak. Bahkan anak-anak yang seharusnya menjadi tonggak peradaban yang akan datang merasa takut ketika mereka ke masjid, hal ini dikarenakan takmir yang marah kepada anak-anak yang bermain di masjid, bahkan ada juga yang sampai meneriaki mereka, sehingga anak-anak yang sebenarnya suka ke masjid menjadi takut dan enggan ke masjid. Padahal suara tawa anak-anak di masjid itu adalah tanda masih adanya generasi penerus ummat.

Lalu bagaimana sikap kita menghadapi problematika di atas?. Pembinaan takmir adalah salah satu hal yang penting demi menjaga kemulian masjid. Ketika takmir sudah mengetahui hal-hal apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan di masjid, maka hal ini akan berdampak positif bagi masjid dan jamaahnya. Kemudian, regenerasi takmir juga merupakan sesuatu yang saya kira sangat mendesak pada saat ini, karena dengan digantinya takmir dengan generasi selanjutnya maka itu membuktikan bahwa umat islam akan terus ada dan terjaga. Selain itu pemuda yang masih mudah dibentuk dan diarahkan ini diharapkan dapat memperbaiki kesalahan generasi sebelumnya dan dapat berinovasi agar masjid menjadi tempat yang lebih nyaman untuk beribadah, menjadi tempat yang hangat bagi musafir, tempat yang aman bagi anak-anak, dan juga agar menjadi pusat umat islam yang memakmurkan masyarakat di sekitarnya.wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun