Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji eksistensi perempuan dalam ranah politik, khususnya dalam kaitannya dengan kurangnya kepercayaan terhadap keputusan yang diambil oleh perempuan. Perspektif gender menjadi kerangka analisis utama dalam memahami fenomena ini. Melalui kajian literatur dan analisis data kualitatif, penelitian ini berusaha mengungkap faktor-faktor yang mendasari kurangnya kepercayaan tersebut, baik dari sudut pandang sosial, budaya, maupun psikologis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang lebih mendalam mengenai tantangan yang dihadapi perempuan dalam berpolitik dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dan representasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik.
Kata Kunci: perempuan, politik, gender, kepercayaan, pengambilan keputusan
Abstract
This research aims to examine the existence of women in the political realm, especially in relation to the lack of trust in decisions taken by women. A gender perspective is the main analytical framework in understanding this phenomenon. Through a literature review and qualitative data analysis, this research seeks to uncover the factors that underlie this lack of trust, both from a social, cultural and psychological perspective. It is hoped that the research results can contribute to a deeper understanding of the challenges faced by women in politics and the efforts that can be made to increase women's participation and representation in public decision making.
Keywords: women, politics, gender, trust, decision making
Pendahuluan
      Ketidakadilan gender dalam politik telah menyebabkan perempuan seringkali terpinggirkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini mengakibatkan kebijakan publik yang kurang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi perempuan. Padahal, membangun masyarakat sipil yang kuat dan berkelanjutan membutuhkan partisipasi aktif dari semua warga negara, termasuk perempuan. Undang-undang telah mengatur ketetapan Perempuan pada tahun 2017 nomor 7 tentang pemilihan umum, secara tegas mengatur mengenai keterwakilan perempuan minimal 30% dalam daftar calon anggota legislatif. Ini adalah landasan hukum yang kuat untuk mencapai target tersebut. Perempuan dan laki-laki memiliki peran yang berbeda namun sama pentingnya dalam masyarakat. Keduanya memiliki hak yang sama karena nilai seseorang ditentukan oleh pikiran dan kecerdasannya, bukan jenis kelaminnya. Reformasi politik di Indonesia telah membuka peluang besar bagi perempuan untuk lebih aktif berpartisipasi dalam politik dan memperjuangkan hak-haknya yang sebelumnya seringkali dibatasi.
      Keterlibatan perempuan dalam politik sangat penting karena perempuan memiliki pengalaman dan sudut pandang yang unik. Hanya perempuan yang dapat benar-benar memahami dan menyuarakan isu-isu yang dihadapi oleh perempuan. Jika perempuan tidak memiliki wakil yang memahami kebutuhan mereka, kebijakan yang dibuat akan kurang sensitif terhadap masalah perempuan. Meskipun ada pandangan yang berbeda mengenai kuota perempuan, namun banyak perempuan yang mendukung upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. tilah Kesetaraan gender adalah istilah yang banyak diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender secara praktis hampir selalu diartikan sebagai kondisi "ketidaksetaraan" yang dialami oleh para perempuan. Maka, istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan, subordinasi, penindasan, perlakuan tidak adil dan semacamnya. Dengan kata lain, kesetaraan gender juga berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
      Kita patut bangga dan menghargai atas perjuangan kaum perempuan di legislatif, para aktivis perempuan dan para feminis yang menginginkan semua pihak bersedia mendukung affirmative action dengan harapan agar ada perimbangan antara laki-laki dengan perempuan di lembaga legislatif maupun lembaga-lembaga pengambilan keputusan, sehingga kebijakan-kebijakan publik/politik tidak akan bias jender tetapi justru akan mendinginkan suhu politik yang semakin hari kian memanas. Kurangnya keterwakilan perempuan di parlemen menyebabkan perempuan kurang memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Kebijakan yang dihasilkan cenderung lebih menguntungkan laki-laki karena dibuat oleh orang-orang yang memiliki perspektif maskulin. Akibatnya, perempuan seringkali menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan tersebut, namun suara mereka jarang didengar. Kondisi ini membuat perempuan semakin termarginalkan dalam masyarakat. Diskursus mengenai keterlibatan perempuan dalam ranah politik selalu menarik perhatian, khususnya dari perspektif feminisme radikal. Aliran ini mengadvokasi transformasi radikal peran perempuan, yakni pergeseran signifikan dari ruang domestik menuju ruang publik. Dengan kata lain, feminisme radikal berupaya menghapuskan batasan tegas antara perempuan dan politik yang selama ini diciptakan oleh budaya patriarki. Pandangan patriarkal telah mengkonstruksi perempuan sebagai sosok yang idealnya berada di ruang domestik, mengurus rumah tangga dan keluarga. Sementara itu, ruang publik, terutama dunia politik, dianggap sebagai ranah maskulin yang penuh persaingan, kekuasaan, dan intrik. Stereotipe ini membatasi ruang gerak perempuan dan menuntut mereka untuk menjalankan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja profesional.
Feminisme radikal menantang asumsi-asumsi tersebut dengan argumen bahwa pembagian peran yang rigid antara laki-laki dan perempuan adalah konstruksi sosial yang tidak alami. Mereka berpendapat bahwa perempuan memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik dan mengambil keputusan publik. Dengan demikian, keterlibatan perempuan dalam politik bukan hanya sekadar soal kuota atau representasi, melainkan upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan demokratis di mana semua suara, termasuk suara perempuan, didengar dan dipertimbangkan. Rendahnya posisi tawar perempuan dalam masyarakat membuat mereka sulit untuk mempengaruhi keputusan-keputusan penting. Partisipasi politik perempuan tidak terbatas pada jabatan-jabatan tinggi, melainkan mencakup berbagai peran aktif dalam proses politik. Keterlibatan perempuan dalam politik merupakan bentuk aktualisasi diri dan cara untuk memastikan bahwa suara perempuan didengar dalam pengambilan kebijakan publik. Perspektif perempuan yang holistik dan responsif gender dapat memperkaya proses pembuatan kebijakan dan menghasilkan legislasi yang lebih inklusif.