Mohon tunggu...
Rifqi Ismiraj
Rifqi Ismiraj Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya seorang mahasiswa yang sedang belajar mengamati.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Menulis Itu Seru!

22 Mei 2012   23:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:57 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang bilang bahwa menulis itu panggilan hati. Menulis merupakan passion seseorang yang akan membuat hidup ini menjadi lebih berimbang. Memang, semangat untuk menulis berbeda bagi setiap orang. Ini disebabkan oleh ketersediaannya waktu, suasana hati, buah pemikiran, wawasan, dan mood seseorang. Beberapa factor itu juga yang membuat konten tulisan seseorang berbeda dengan orang lain.

Saya sedang belajar untuk terbisaa menulis. Saya memaksa diri saya untuk selalu membuahkan tulisan di hari-hari yang dijalani. Tahap ini merupakan tahap awal bagi saya untuk selalu memantapkan dan mengkongkritkan argumentasi, pengalaman hidup, atau jeritan hati saya lewat tulisan.Pokonya, saya sedang bertekad untuk membuat aktivitas menulis menjadi suatu kebutuhan dalam hidup. Patutlah disyukuri, kehadiran Kompasiana di dunia maya yang menurut saya cocok untuk mengembangkan hasrat untuk menulis bagi kita yang ingin belajar.

Mungkin para kompasioner beranggapan bahwa, “ko ribet amat, pengen nulis aja mesti dipaksa-paksa sampai segitunya”. Namun realita yang saya alami memang begitu. Saya tumbuh di lingkungan yang apatis terhadap hal yang lain dan jarang sekali menuangkan ide atau kritik dalam tulisan. Saya tidak terlatih untuk mencurahkan perasaan saya dalam diary, atau semacamnya sehingga keinginan untukmenulis sangatlah minim. Beranjak dewasa, wawasan saya mulai berkembang dan mempunyai semangat yang cukup tinggi dalam kegiatan membaca. Melalui kegiatan membaca inilah, saya mulai tergugah.

Kala dewasa, buku bacaan saya mulai bertambah. Mulai dari fiksi, hingga berita remeh temeh saya lahap semua. Saya merasakan manfaat yang besar dari membaca. Salah satunya adalah selalu tahu informasi yang sedang menjadi trend di masyarakat, juga mengetahui informasi yang bahkan orang lain belum mengetahuinya. Sehingga ketika sekali-kali mengobrol dengan kolega, saya bukan hanya menjadi pendengar yang baik, melainkan menjadi orang yang memberikan informasi. Saya juga lebih berani untuk mengajukan pertanyaan yang mendasar kepada orang yang memberikan informasi pada saya.

Menurut saya, disinilah kuncinya. Membaca dan menambah wawasan kita merupakan hal yang sangat penting bagi kita untuk bisa menulis. Terlihat perbedaan yang sangat kentara antara orang yang suka membaca dan jarang membaca. Mereka yang sering membaca kebanyakan merasa lebih percaya diri dalam mengutarakan pendapatnya. Sebaliknya, mereka yang jarang membaca seringkali terlihat malu bahkan takut untuk mengutarakan pendapat atau tanggapan mereka. Dari hal ini saja sudah terlihat, bagaimana keberanian untuk mengutarakan pendapat bisa dimanifestasikan dalam bentuk tulisan.

Saya tidak ingin memberikan kesan bahwa semangat untuk menulis itu tergantung mood. Kawan, mood itu bisa dipaksakan dengan niat yang sangat kuat. Percayalah, dalam keterpaksaan dan dalam tekanan, kemampuan kita akan menjelma menjadi kemampuan yang optimal. Pada saat demikianlah kemampuan asli kita muncul. Kemampuan untuk bisa seperti ini mestilah kita latih, sehingga pada akhirnya dalam tekanan sekecil apapun kita bisa mengeluarkan kemampuan optimal kita.

Saya menjadi teringat pada diskusi saya dengan sepupu saya yang berprofesi menjadi jurnalis majalah yang cukup representatif. Saya bertanya kepada beliau, bagaimana cara kita untuk tetap bisa menulis kapanpun, tidak bergantung kepada suasana hati. Beliau menjawab, “Biar semangat, nulis itu mesti ada duitnya, kalo engga ada duitnya sih sekarang udah males nulis. Nulis juga mesti sering dilakukan secara kontinyu, biar kemampuan untuk menulis tetap ada dan tidak terkikis oleh hal laninnya”. Dari pernyataan beliau, saya melakukan interpretasi postif bahwa untuk menulis diperlukan sebuah motivasi. Motivasi itu bermacam-macam bentuknya, bisa nilai materil maupun nilai moril. Itu semua kembali kepada diri kita masing-masing.

Jadi, langkah yang saya tempuh selanjutnya adalah, menemukan motivasi, selalu menumbuhkan minat membaca, melatih kemampuan untuk menulis dalam tekanan -mulai dari tekanan yang berat dan terus bertahap hingga tekanan terendah-, dan teruslah menulis. Tetapkan bahwa semangat menulis selalu ada dalam diri kita. Semoga bermanfaat. (@rifkysmirhaz)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun