Menjelang Ujian Nasional disekolah semua orang sibuk, guru, murid atau tata usaha. Semuanya mempersiapkan agar UN berjalan dengan baik dan berhasil, indikator keberhasilan itu adalah presentase nilai dan tingkat kelulusan.
Guru dan semua murid kelas XII harus bangun lebih pagi untuk berangkat ke sekolah karena harus mengikuti pembekalan untuk memantapkan materi-materi yang akan keluar di naskah soal ujiannanti. Pembekalan itu bukan hanya pagi sebelum memulai kegiatan belajar mengajar seperti biasa karena masih ada materi yang belum di bahas dan dipelajari tapi juga siang hari setelah selesai pembahasan pelajaran regular.
Saya masih ingat dengan jelas guru-guru selalu berkata “jangan dengarkan kaka kelas yang bilang kalau UN nanti akan mendapat kunci jawaban” . kita tetap percaya pada kakak kelas namun tetap ada ketakutan tidak lulus setelah 3 tahun duduk dibangku SMA yang UN sebagai satu-satunya jalan menentukan lulus atau tidaknya.
Pada saat hari H terlihat muka-muka yang biasanya malas ketika dikelas begitu semangat dan gemetar, mereka belum tahu apakah akan ada bocoran kunci jawaban atau tidak, 20 atau 15 menit sebelum bel masuk berbunyi akan ada seseorang yang dikenal dekat dengan para guru, dia akan memberikan kunci jawaban pada orang tepat dengan kode soal yang akan di berikan nanti pada potongan kertas kecil yang hanya berisi nomor dan jawaban. Hari berikutnya pun sama hingga esok harinya tidak lagi ketakutan tidak akan lulus mungkin hanya dari lembar jawaban yang tidak boleh robek atau kotor, jawaban sudah aman.
Setelah selesai semua orang merasa tidak ada yang salah. karena ini sudah berlangsung mungkin semenjak Ujian Nasional diberlakukan sebagai syarat kelulusan jadi terasa wajar saja. Namun secara langsung kita diajarkan berbuat curang untuk menentukan masa depan, disisi lain ada ketakutan jika melakukan itu tidak akan lulus karena memang kegiatan belajar mengajar selama 3 tahun kurang efektif apalagi kualitas pendidikan disetiap daerah atau sekolah berbeda dan semuanya dipaksa harus mengikuti Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan.
3 tahun duduk dibangku SMA tidak sedikit (banyak) menemukan kata Jujur,berani membela kebenaran dan blablabla… dalam pelajaran agama atau lainnya dan menjelang UN berangkat lebih pagi ke sekolah dan pulang lebih sore kerumah. Pada saat yang menentuakan dari 3 tahun belajar itu (UN) kita mengalami saat-saat yang menyenangkan,memalukan,menyedihkan,mengecewakan dengan mendapat kunci jawaban dari naskah soal UN itu setelah sebelumnya melakukan istigosah bersama dan setelah selesai berdoa bersama.Dimana letak kualitas yang dijanjikan dari Ujian Nasional yang terus dipaksakan?
Mungkin ada banyak orang yang mempunyai keinginan untuk berontak namun terkungkung oleh suatu kenyataan menyesatkan yang dianggap lazim ini, jika benar-benar berontak akan menjadi Alien yang tidak mendapatkan ijazah dan tidak bisa kuliah juga membuat sedih orangtua.Setelah keluar dari SMA, birahi pembangkangan itu jangan terus dipendam tapi lakukan aksi yang konkrit untuk merubah suasana pendidikan di Indonesia, banyak masyrakat yang masih sangat peduli pada dunia pendidikan.
Jika terus diam kita akan menjadi bangsa yang hidup dari fotocopy kertas ijazah yang ada di tong sampah ruangan personalia perusahaan, pemerintah seperti tidak ada niat untuk benar-benar meperbaiki kualitas pendidikan, adapun yang benar-benar berkualitas namun dengan Pasal 50 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang intinya hanya orang-orang kaya lah yang mendapatkan pendidikan berkualitas. Pada 8 Januari 2013 Pasal tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi namun masih banyak pasal dalam UU Sisdiknas yang mengatur soal tata kelola sekolah juga bukan ditekankan pada kualitas pendidikan juga pemerataannya.
Ada satu hal yang dulu membuat saya bingung pada guru kimia yang menyuruh untuk menghafal Asma’ul Husna dan Juzz’amma sebagai syarat kelulusan mata pelajaran kimia padahal tidak ada hubungannya karena sudah terlalu banyak pelajaran agama disekolah saya, dia tidak banyak membahas materi di pembekalan hanya dasarnya saja harus mengerti. Ternyata jawabannya adalah, kita melakukan suatu perlawanan yang luput dari kungkungan tiran metafisik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H