“Bu, sarapannya udah siap belum?”
“Ma, lapeeerrr...”
“Dinda, malam ini kita makan apa?”
***
Anda orang rumahan? Alias mereka yang tinggal bersama keluarga, bukan anak kos-kosan atau pesantren yang jauh dari keluarga dan dituntut hidup mandiri? Kalau iya, pasti kata-kata sejenis ini sering terdengar, boleh dari suami ataupun anak-anak. Entah kenapa pertanyaan apapun yang berhubungan dengan makanan seringkali ditujukan kepada kaum hawa. Sedangkan segala hal yang berhubungan dengan keuangan pasti larinya ke pihak laki-laki.
Jika anda adalah perantau yang menghuni kos atau pondok, tentunya ada perasaan kangen dengan rumah dan segala hal yang berhubungan dengannya. Kangen ibunya, ayahnya, kamarnya, bonekanya, makanannya, dan nya-nya lain. Tapi lagi-lagi, makanan yang dirindu adalah hasil masakan ibu dan mereka yang berjenis kelamin sejenisnya. Entah kenapa masakan para pria jarang dikenang. Keasinan? Terlalu pedas? Entahlah.. Sedangkan dalam masalah finansial pasti kaum adam yang diingat.
Sebenarnya ini bukan hal yang aneh, sudah biasa, karena memang rata-rata paradigma kita sudah seperti itu. Tugas mereka yang ganteng adalah cari uang, sedangkan tugas mereka yang cantik adalah dapur-sumur-kasur. Walaupun ini bukan berarti laki-laki tidak bisa terjun di dunia dapur-sumur-kasur dan wanita tidak bisa terjun di dunia pencarian uang. Anda tentu masih ingat reality show “Master Chef” yang dimenangkan oleh Chef Lucky, atau kesuksesan Merry Riana yang sekarang sudah jadi jutawan.
Walaupun tidak aneh, tapi sebenarnya paradigma seperti ini berbahaya, karena menyebabkan kaum adam malas untuk belajar memasak. Para lelaki menjadi terlalu tergantung dengan masakan orang lain. Bayangkan apa yang terjadi jika orang lain yang biasa memasak untuknya itu tiada, mungkin ia bisa membeli makanan, tapi ia tidak bisa membeli kesehatan, dan percayalah, masakan orang yang menyayanginya lah yang paling menyehatkan.
Memang mencari uang itu penting, tapi bagi saya memasak jauh lebih penting. Kita tidak akan bisa bekerja dengan baik tanpa makan, tapi kita masih bisa pinjam uang tetangga untuk makan. Jika suatu saat anda terjebak di terowongan bawah tanah akibat kecelakaan kereta, satu-satunya hal yang menyelamatkan anda adalah makanan, bukan uang. Sedangkan kebanyakan makanan harus dimasak terlebih dahulu, cuma buah dan sebagian kecil sayur yang bisa dimakan mentah.
Lihatlah, betapa hebatnya para wanita itu. Setiap hari mereka mampu menyediakan makanan sehat untuk semua orang di rumah, dan laki-laki hanya sanggup bekerja beberapa jam saja untuk menghidupi keluarganya. Anak kecil masih bisa sehat tanpa ayah jika ada ibunya yang pandai memasak, tapi mereka akan hidup sakit tanpa ibunya jika ayahnya hanya bisa cari uang. Masakan ibu yang mengandung kasih sayang itu pasti menyehatkan, masakan orang lain belum tentu. Luar biasa..
Saya sendiri mulai belajar masak, sedikit demi sedikit, sejak disadarkan oleh teman saya di pesantren 5 atau 6 tahunan yang lalu. “Jika suatu hari istri kamu sakit total, dan kamu tidak mempekerjakan pembantu di rumah, atau ada pembantu tapi sedang pulang kampung, siapa lagi yang memasak buat istrimu?” katanya. Saat itu saya speechless. Bagaimana dengan anda?