Kebebasan pers adalah hak yang dimiliki oleh media massa (seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, dan media digital) untuk melaporkan berita, informasi, dan opini tanpa campur tangan atau sensor dari pemerintah, pihak berwenang, atau kekuatan lain yang mencoba membatasi akses informasi. Kebebasan pers memungkinkan jurnalis dan organisasi media untuk bekerja secara independen, melakukan investigasi, dan menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa rasa takut akan intimidasi, ancaman, atau hukuman.
Kebebasan pers juga merupakan bagian penting dari hak asasi manusia dan demokrasi karena memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan beragam, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang bijaksana dan kritis. Dalam sistem demokrasi, kebebasan pers berfungsi sebagai kontrol sosial terhadap pemerintah, kekuasaan, dan lembaga-lembaga lainnya, dengan mengungkap tindakan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun pada 27 maret 2024 komisi penyiaran DPR, mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Dengan alasan bahwa era teknologi dan informasi sudah makin berkembang, sehingga undang-undang penyiaran N0.32 Tahun 2002 harus di ganti karena sudah tidak sesuai zaman. Akan tetapi beberapa pasal yang ada di dalam draft revisi UU tersebut di anggap mengancam kebebasan pers dalam menyampaikan informasi dan Membatasi para conten creator untuk membuat konten.
Ada 5 pasal yang akan mengancam Kebebasan pers, membatasi informasi publik, hingga membatasi keberagaman konten di ruang digital.
1.Pasal 50 B Ayat 2 Huruf c
Tentang larangan penayangan ekslusif karya Jurnalistik insvestigasi.Â
Larangan ini di khawatirkan akann menghambat proses investigasi dan penyiaran yang dilakukan sesuai kode etik jurnalistik. Sehingga informasi yang seharusnya di sampaikan ke publik harus mendapat hambatan akibat dari pasal tersebut.
2. Pasal 50 B Ayat 2 huruf K
Tentang penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong , fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
Pasal ini subyektif dan multitafsir terlebih yang menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini berpotensi menjadi alat untuk membungkam dan mengkriminalisasikan jurnalis/pers di bidang siaran.