Mahasiswa sebagai calon intelektual yang menempuh pendidikan tinggi diharapkan memiliki jiwa nalar dan kritis terhadap persoalan. Salah satunya kritis terhadap kondisi politik yang terjadi dalam ruang lingkup yang luas.
Mahasiswa sebagai pemuda dalam sejarah historisnya memiliki kekuatan untuk melakaukan perubahan di berbagai bidang dan adil dalam pembangunan yang berkaitan dengan politik. Namun, tak sedikit mahasiswa memilih menjauhkan diri dari politik. Artinya, mahasiswa enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan politik. Perlu adanya pendidikan politik yang kuat agar mahasiswa mau berpartisipasi dalam kegiatan politik. Pendidikan politik dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai tujuan utamanya. Untuk kalangan mahasiswa yang sangat dekat dengan teknologi, penggunaan media sosial bisa membantu dalam meningkatkan kesadaran dan pendidikan politik.
Dalam artikel ini akan membahas penelitian yang telah dilakukan dan dituangkan dalam Jurnal Peranan Media Sosial Dalam Pengembangan Melek Politik Mahasiswa yang ditulis oleh Yudha Pradana tahun 2017. Latar belakang dari penelitian ini salah satunya karena APJII ( Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia ) pada tahun 2016 merilis data terkait pelaku pengguna internet yang berhubungan dengan kegiatan berpolitik yakni sebanyak 75,6% setuju media sosial digunakan untuk aktivitas berpolitik.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan jika aktivitas media sosial dapat digunakan sebagai sarana berpolitik. Penggunaan media sosial khsuusnya dalam jejaring Facebook dan Twitter sering digunakan untuk kegiatan politik seperti kampanye atau penyampaian ide. Hal tersebut juga tercermin dalam Pemilihan Presiden 2014 dimana banyak akun-akun yang berafiliasi dengan partai politik atau menjadi sarana penyampaian gagasan politik.
Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan angket atau kuesioner kepada mahasiswa Politeknik Media Kreatif dengan mengambil sampel sebanyak 97 mahasiswa. Mengapa media sosial menjadi penting dalam melek politik bagi mahasiswa? Hasilnya adalah penggunaan media sosial oleh mahasiswa 48% termasuk kategori baik, 36 cukup baik, dan 15% kurang baik. Melek politik mahasiswa berada pada kategori 36% baik, 43% cukup baik, dan 21% kurang baik. Peranan media sosial dalam pengembangan melek politik mahasiswa menunjukan bahwa sebesar 54,79% dipengaruhi oleh media sosial. Sedangkan sisanya sebesar 45,21% disebabkan oleh faktor lain yang tidak diamati oleh peneliti.
Partai politik yang salah satu fungsinya yaitu melakukan pendidikan politik dapat memaksimalkan fungsinya melalui pemanfaat media sosial. Selain untuk pendidikan politik diharapkan memaksimalkan penggunaan media sosial yang digunakan oleh partai untuk melakukan kampanye. Seperti Partai Solidaritas Indonesia sebagai salah satu partai baru yang ramai di media sosial karena mayoritas pengurusnya adalah pemuda. Dengan menggunakan media sosial salah satunya Instagram untuk mengkampanyekan pesan-pesan politik. PSI memiliki beberapa tagline yang mencirikan kepemudaan.
Dengan tagline tersebut mereka menanamkan kepada masyarakat khususnya pemuda untuk berani mengambil langkah dalam perubahan bangsa Indonesia. Hal ini sangat relevan dengan teori yang dikemukakan oleh (George Gerbner, 1980) yang dikutip dalam buku Komunikasi Politik tahun 2011, yang menggambarkan kehebatan media dalam menanamkan sesuatu dalam jiwa pengguna, kemudian terimplementasi dalam sikap dan perilaku mereka.  Almond, Verba & Simamora (1990) mengemukakan dua kriteria pengukuran dimensi melek politik yaitu mengikuti kegiatan pemerintah dan mengikuti laporan mengenai aktivitas pemerintah melalui berbagai media. Kriteria tersebut tercapai apabila media sosial digunakan untuk pendidikan politik yang mampu menyentuh kalangan muda.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka media sosial berperan dalam mengembangkan kesadaran politik mahasiswa. Pemanfaatan media sosial dalam mengembangkan pendidikan dan partisipasi politik dapat dimaksimalkan. Sebab, mahasiswa cenderung dekat dengan teknologi sehingga akan dimudahkan dalam mendapatkan pengetahuan ataupun informasi politik.
Mahasiswa yang diharapkan menjadi calon intelektual diharapkan mampu menerima informasi terkait politik seperti apa saja program pembangunan pemerintah, situasi politik, maupun fenomena-fenomena politik yang sedang terjadi. Sehingga tidak ada lagi hambatan dalam menerima pendidikan politik atau menjauhkan diri dari kegiatan-kegiatan politik. Kemudahan yang ditawarkan teknologi mampu menjadikan mahasiswa terlibat aktif di dalam kegiatan politik seperti merespon isu politik tertentu, akitf dalam kegiatan politik hinnga terlibat aktif dalam partai politik karena telah didukung dengan basic pendidikan yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H