Pemilihan  umum  atau  pemilu  merupakan  proses  demokrasi  yang  sangat  penting  bagi  suatu negara.  Proses  pemilu  yang bersih,  jujur,  adil dan  terbuka  memberikan  keyakinan kepada masyarakat bahwa negara sungguh-sungguh memperhatikan hak-hak warga negaranya dalam menunjuk pemimpin dan wakilnya di badan legislatif dan eksekutif.
      Idealnya, tidak hanya jumlah pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu, namun juga kualitas pemilih  dalam  memilih pemimpin,  memberikan sarana  pelaksanaan  keputusan  pemimpin politik  yang  kompeten  dan  jujur.  Dengan  kata  lain, pemilu tidak  hanya  memiliki  tingkat partisipasi  pemilih  yang  tinggi,namun  juga  kualitas pesertanya  yang  tinggi.  Kredensial masuk akal karena  menyelenggarakan  pemilu   berkualitas tinggi  juga  memerlukan  peserta berkualitas tinggi, termasuk peserta yang cerdas, berpendidikan, dan kritis secara politik. Sejumlah temuan kecurangan pemilu yang terjadi di masa kampanye Pemilu 2024 menunjukan banyaknya persoalan yang terjadi sejak tahap pencalonan hingga kampanye. Memasuki masa tenang, catatan pemantauan masyarakat sipil menemukan adanya dugaan penyalahgunaan fasilitas negara, persoalan netralitas aparatur negara, hingga praktik laten politik uang yang mendominasi dalam temuan kecurangan.
      Kebenaran dapat dijelaskan kedalam beberapa teori. Sehingga konteks kebenaran akan mengikuti bagaimana penempatannya. Terdapat teori yang yang menguatkan bahwa telah terjadi cacat dalam demokras pada Pemilu 2024. Teori Kebenaran ini menjadikan bahwa asumsi publik tidak lagi tanpa landasa. Sehingga mengonsumsi berita tidak secara mentah namun melalui proses analisis yang dilihat melalui lanskap yang lebar. Kebenaran akan membuka mata kita agar mampu menilai secara berimbang.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DITINJAU DENGAN TEORI KEBENARAN
      Banyaknya kecurangan dan pelanggaran dalam Pemilu 2024 dinilai disebabkan karena hukum terpisah dari etika dan moral politik, hal itu terlihat dari banyaknya pelanggaran etik yang diterima penyelenggara pemilu. Padahal pelanggaran etik bisa menjadi objek sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dalih kegagalan penyelenggara menciptakan pemilu yang akuntabel.
      MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres. Putusan itu diketahui membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau Pilkada.
      MK selaku pembuat keputusan harus merdeka dan mandiri sebagai lembaga dalam artian tidak boleh mendapatkan intervensi dari pihak luar. Dalam putusannya, MK dianggap memihak salah satu paslon. Motif ini diperkuat dengan hakim MK yang memiliki hubungan keluarga dengan salah satu paslon. Putusan MK tidak bisa dicabut dan tidak melanggar secara hukum, namun melanggar kode etik dan MKMK harus memberi sanksi pada MK.
      Hal ini dapat dihubungkan dengan teori korespondensi. Teori ini mengatakan  bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan. Sesuatu pernyataan dikatakan benar apabila ada bukti empiris yang mendukungnya. Dalam kasus ini terbukti bahwa pernyataan MK sebagai lembaga peradilan tidak boleh berpihak dan netral dalam membuat keputusan adalah tidak sesuai dengan kebenaran. Bukti empiris menyatakan bahwa terjadi pelanggaran kode etik, MK tak lagi independen dan pernyataan diawal tak lagi benar karena bertentangan dengan kenyataannya.
      Diperkuat dengan teori konsensus yaitu suatu pernyataan dikatakan benar apabila dihasilkan dari suatu konsensus bersama (kesepakatan). Memang benar putusan MK melalui proses kesepakan bersama, namun menurut Jurgen Habermas untuk mencapai konsensus, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah ketulusan/kejujuran  bahwa semua kepentingan/interest dikemukakan dalam proses sehingga ada keterbukaan. Dalam proses ini, Anwar selaku hakim MK tidak memenuhi syarat kejujuran. Justru putusan dibuat demi kepentingan golongan, tidak ada ketulusan dan hanya demi kekuasaan belaka.
      Oleh karenanya MK memutuskan untuk membuat MKMK karena banyaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik pada MK. Ini merupakan upaya MK dalam menegakkan kebenaran. Bahwa MK harus netral dan independen merupakan pernyataan yang sesuai kenyataan dan bahwa pernyataan yang dibuat memenuhi syarat ketulusan/kejujuran. Itu semua merupakan pernyataan yang tak lagi benar. Kebenaran yang sebenarnya adalah bahwa pernyataan MK tak lagi benar.
SIKAP MENGHADAPI KECURANGAN PEMILU
      Pemilu yang berlangsung sedemikian curang jelas tidak hanya mencoreng integritas pemilu, tetapi juga membuat suram arah pemerintahan ke depan. Kecurangan pemilu umumnya disertai dengan bengkaknya dana kampanye dan penyalahgunaan anggaran negara. Kisruh yang terjadi sepanjang pemilu 2024 menunjukkan proses pentingnya demokrasi yang transparan dan akuntabel serta peran MK sebagai pengawal konstitusi dalam memastikan integritas pemilu dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Banyak yang mengatakan bahwa politik memang sudah pasti kotor. Namun bukan berarti demokrasi yang bersih tidak terus diperjuangkan. Cita cita bangsa Indonesia menjadi negara demokrasi harus diwujudkan. Salah satunya dengan tidak membiarkan praktik kotor terus ada dan berkembang biak.