Wakaf sesungguhnya sudah cukup lama memainkan peran sebagai penyulut semangat jama’ah. Pun ia juga sebagai sarana untuk membantu masyarakat yang kurang beruntung. Selain itu wakaf diasumsikan sebagai penjaga identitas umat, termasuk potensinya dalam meningkatkan infrasturktur peribadatan dan pendidikan umat. Selain sebagai wujud hubungan vertikal kepada Yang Maha Kuasa, wakaf sesungguhnya adalah benih yang mampu mewujudkan kesejahteraan umat. Terutama, jika perannya dalam hubungan horizontal dengan sesama benar-benar dioptimalkan.
Sayangnya, persepsi masyarakat terkait wakaf hanya sebatas pada benda-benda tak bergerak. Tempat peribadatan, pemakaman, dan lain sebagainya diasumsikan sebagai wujud final dari pengejawantahan wakaf. Tentunya persepsi ini keliru sekaligus menunjukkan bahwa pemanfaatan wakaf sebagai potensi kebangkitan ekonomi sebuah majemuk masyarakat kurang dioptimalkan. Padahal wakaf tidak hanya berorientasi pada pembangunan fisik semata, lebih dari itu ia juga diharapkan mampu menjadi asset yang bernilai produktif dan solutif. Namun tentu saja tetap dalam tatanan hukum yang telah ditetapkan sesuai syariat.
Wakaf tunai atau biasa disebut (cash waqf) yang mulai populer, terutama setelah dipromosikan oleh Prof. Dr. M. A. Mannan. Prof. Mannan dengan pengalamannya melalui SIBL ( Social Investment Bank Limited) telah berhasil membuktikan bahwa wakaf tidak hanya bernilai social ekonomi bagi masyarakat tak mampu. Namun lebih dari itu, ia adalah asset yang berharga serti bersifat produktif dan berkarakter bisinis terutama bagi sector perbankan. Selain itu, pemberdayaan wakaf tunai sejatinya bukan baru. Prof. Mannan dalam presentasinya tentang hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Adjusment and Islamic Voluntary Sector with Special Refrence to waqaf in Bangladesh” (dipublikasikan oleh Islamic Development Bank / IDB di Jeddah tahun 1995), menyatakan bahwa pemberdayaan wakaf tunai sebenarnya telah di mulai semenjak era Turki Utsmani.
Definisi dan Aspek Hukum
Dalam hukum positif di Indonesia, pengertian wakaf sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 1 angka 1 UU No.41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selama-lamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah. Definisi yang terakhir seakan mengikat semua aspek aturan yang disebutkan oleh para ulama sebelumnya. Namun pada intinya, dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf merupakan salah satu instrument yang bergerak dalam aspek voluntary dan berorientasi pada kemanfaatan harta benda yang diwakafkan untuk kemaslahatan berasama dan tentunya, berlandaskan pada hukum-hukum syariat.
Adapun yang dimaksud dengan wakaf tunai sebagaimana fatwa MUI 11 Mei 2002 adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
Wacana tentang wakaf tunai sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia Islam. Meskipun istilah wakaf tunai tak dikenal di masa Rasululullah SAW. Wakaf uang (cash waqf ) baru dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Adalah Imam az Zuhri (124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.
Senada dengan hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwanya pada 11 Mei 2002. Yaitu sebagai berikut:
1.Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2.Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3.Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4.Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syariat
5.Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan.
Implementasi
Diskurusus mendalam tentang wakaf tunai sebenarnya berangkat dari upaya optimalisasi fungsi wakaf sebagai salah satu instrument ekonomi Islam. Di lain sisi, kajian ini cukup populer terutama setelah dunia Islam melihat perkembangan spesisif dari sisi perwakafan yang telah sukses ditampilkan dalam perekonomian Bangladesh. Prof. Mannan sebagai founder SIBL ternyata mampu memperlihatkan inovasi dalam public Islam. Idenya menghidupkan kembali wakaf sebagai salah satu instrument keuangan dianggap sebagai starting point bahwa wakaf sebagai bentuk taqarub tak hanya memiliki dimensi tunggal. Namun juga mencakup dimensi lain, yaitu kemaslahatan yang amat besar terutama sebagai peningkatan gairah bisnis dan social.
Pun para ekonom Muslim di Indonesia mulai mengkaji lebih dalam permasalah ini. Apalagi legalisasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 telah cukup lama dilakukan. sehingga keberadaan payung hukum yang mengawasi tak perlu lagi dikhawatirkan. Seorang yang mewakafkan hartanya tak perlu lagi khawatir akan hartanya karena mendapatkan perlindungan UU. Pengelola wakaf akan lebih berhati-hati karena tiap tindak-tanduk yang dianggap menyeleweng akan mendapatkan ancaman pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang langsung disahkan oleh Presiden Republik Indonesia telah menyediaan ruang tersendiri untuk wakaf uang. Dalam hal aplikasinya, yang meliputi Pasal 28 dari UU tersebut. Disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang ditunjuk oleh Kementrian Agama.
Selanjutnya, dalam Pasal 29 Ayat (1) dinyatakan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak yang dilakukan tertulis. Dalam ayat (2) Pasal yang sama dinyatakan bahwa benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat uang. Sedangkan dalam ayat selanjutnya, masih dalam paal yang sama disebutkan bahwa wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
Catatan terakhir bulan Mei 2012 Kementrian Agama RI telah menetapkan lima LKS penerima wakaf uang. Antara lain, BNI Syariah, Bank Mu’amalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah, dan Bank Yogya. Selain itu wakaf uang harus dibuktikan dengan sertifikat. Dan sesuai dengan peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI) No.1 Tahun 2009, sertifikat dapat diberikan kepada wakif yang telah mewakafkan uangnya paling sedikit Rp.1000.000 (satu juta rupiah) dengan menertakkan asal uang dan identitas lengkap.
Potensi Wakaf Tunai
Dalam pengamatan penulis ada dua hal yang membuat Indonesia menjadi lahan yang subur dalam mengoptimalkan peran wakaf melalui sarana wakaf tunai.
Pertama, sebagaimana yang telah disebutkan, dalam aplikasinya wakaf uang memudahkan mobilisasi dana dari masyarakat melalui sarana sertifikat uang. Hal ini berdasarkan kepada beberapa aspek, diantaranya lingkup sasaran pemberi wakaf (waqif bisa menjadi lebih luas dibandingkan dengan wakaf biasa. Selain itu, dengan adanya sertifikat tersebut, dapat dibuat berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituu yang dimungkinkan memiliki kesadaran beramal tinggi. Terakhir, seorang tidak perlu menunggu kaya raya untuk berwakaf karena uang lebih mudah dibuat pecahannya melalui sarana wakaf kolektif. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang, maka umat akan lebih
mudah memberikan kontribusi mereka dalam wakaf tanpa harus menunggu kapital dalam
jumlah yang sangat besar.
Indonesia adalah negara dengan jumlah muslim terbesar didunia. Realita yang tentunya amat sangat menguntungkan dari segi kuantitas. Jika dianalogikan, misalnya saja terdapat satu juta masyarakat Muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp. 100.000, maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp. 100 milyar setiap bulan (Rp. 1,2 triliyun pertahun). Dan jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen pertahun maka akan diperoleh penambahan dana wakaf sebesar Rp. 10 milyar setiap bulan (Rp. 120 Milyar pertahun). Realistis kah? Jika melihat berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang tak menutup kemungkinan. Fakta lainnya penduduk Indonesia total sekitar 230 juta jiwa, dengan mayoritas yang beragama Islam, bisa dibayangkan bila peran masyarakat dan para pengelola wakaf mampu dioptimalkan dengan baik.
Pengelolaan dan Optimalisasi
Dalam pengelolaan wakaf tunai, tak bisa dipungkiri bahwa Prof. Mannan telah memberikan sebuah terobosan penting dengan mengadakan sertifikat wakaf tunai (cash waqf certificate) dengan keberadaan SIBL-nya (Social Investment Bank Ltd). SIBL sendiri merupakan model perbankan yang luar biasa, dengan misi menghapusan kemiskinan dan memberdayakan keluarga melalui investasi social berdasarkan system ekonomi partisipatif.
Pada realitanya pola pengelolaan sector keuangan melalui sector voluntary sebagaimana yang dilakukan di Bangladeh dianggap cukup berhasil. Dengan memposisikan wakaf tunai sebagai sumber dana tunai, sekaligus memberlakukan system wakaf berkala (temporary waqf) yang menjadikan pemanfaatan barang wakaf berdasarkan jangka waktu tertentu. Dengan catatan, dana pokok wakaf akan dikembalikan kepada wakif yang tentu saja sesuai dengan nominal awalnya sebagaimana aturan syariat. Menariknya, dalam wacana lainnya disebutkan tentang pemanfaatan dana wakaf tersebut pada sector investasi beresiko dengan mengasuransikan resikonya pada lembaga asuransi syariah.
Kembali pada konsep sertifikat wakaf tunai, pola ini memberikan peluang untuk memaksimalkan potensi umat dalam kontribusinya untuk wakaf. Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan social. Dengan memanfaatkan tabungan warga yang berpenghasilan tinggi melalui penukaran sertifikat wakaf tunai. Selanjutnya pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti pemeliharaan harta wakaf itu sendiri.
Pengumpulan wakaf tunai di Indonesia telah dimulai sejak pencanangannya yang telah dideklarasikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara pada tanggal 8 Januari 2010. Badan wakaf Indonesia berupaya terus mengkampanyekan penghimpunan wakaf uang berskala nasional dan inernasional. Sementara wakaf uang dtingkat local dan nasioanal diserahkan kepada lembaga wakaf yang dikelola oleh masyarakat yang sudah lama bergerak dan aktif mengelola wakaf.
Penerbitan sertifikat wakaf uang akan membuka peluang penggalangan dana yang cukup besar karena:
1.Lingkup sarana pemberi wakaf uang (wakif) bisa menjadi sangat luas dibandingkan dengan wakaf biasa.
2.Sertifikat wakaf uang dapat dibuat dalam berbagaimacam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju dan memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp. 10.000, Rp. 25.000, Rp. 50.000 dan Rp. 100.000.
Secara rincinya, dana wakaf yang diperoleh dari para wakif kemudian dikelola oleh nadzir (pengelola wakaf) yang dalam hal ini sekaligus merangkap sebagai manajemen investasi. Kemudian dana tersebut dikelola dan diinvestasikan sebagian pada instrument keuangan syariah, sebagian lagi diinvestasikan langsung ke berbagai badan usaha yang bergerak sesuai syariah. Dan dapat juga diinvestasikan untuk mendanai pendirian badan usaha baru yang mampu mengurangi ketergantungan rakyat kepada tengkulak. Portofolio investasi lainnya adalah menyalurkan dana melalui kredit-kredit mikro ke sector-sektor yang mampu mengurangi pengangguran dan menciptakan calon-calon wirausaha baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H