Mohon tunggu...
Rifqi Muhammad
Rifqi Muhammad Mohon Tunggu... Penjahit - Seorang penjahit

Asal pantura, kini di Yogyakarta. Sata beralamat di rifqi.web.id dan berinteraksi di @rifqidab

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemberdayaan Kampung ala Seniman Sampah

7 April 2010   15:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:56 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di kampung itu, sampah dipilah-pilah. Tong sampah berwarna-warni. Sebuah kampung yang memiliki sistem pengelolaan sampah mandiri. Ialah Kampung Sukunan, Kelurahan Banyuraden, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Para warganya menyadari, sejalan dengan kebutuhan manusia akan barang konsumsi yang semakin meningkat--sekaligus beragam, sampah sebagai residu dari barang produksi yang dikonsumsi manusiapun juga turut bertambah dan beragam. Dampaknya, sampah mengalami pembekakan secara frekuensi dan volume. "maka sampah perlu dikelola," ujar anak Sekolah Dasar di kampung itu yang enggan menyebutkan ketika ditanya namanya.

Di Indonesia, di antara sedikit orang yang peduli akan keberadaan sampah, sangat sedikit orang yang memfokuskan diri untuk mengurus dan mengolah sampah. Iswanto ialah salah seorang diantara kaum yang sangat sedikit itu. Ia adalah orang yang kesehariannnya memikirkan, mengolah, dan memanfaatkan sampah di lingkungannya. Lalu untuk apa sampah dikelola dan dimanfaatkan? Bukankah kodrat dari sampah ialah untuk dibuang? Bukankah apa yang kita namakan sebagai sampah dengan sendirinya tidak akan memberikan manfaat? Pertanyaan-pertannyan itu akan gugur bila kita melihat kreatifitas Iswanto.

Walaupun bergumul dengan sampah, jangan kira Iswanto ialah seorang pengagguran yang mau mengurusi sampah lantaran tidak mendapatkan pekerjaan. Iswanto bukanlah orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap selain bergumul dengan sampah. Ia adalah dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Yogyakarta. Jadi dia memang orang yang peduli terhadap persoalan lingkungan, khususnya sampah, bukan karena terpaksa oleh keterdesakan keadaan.

Akibat ulahnya, Kampung Sukunan memiliki Sistem Pengelolaan Sampah mandiri. Lelaki ini lah yang menjadi menjadi pelopor masyarakat kampung sukunan dalam menerapkan inovasi sistem pengelolaan sampah. Kiprah Iswanto yang paling besar, dalam konteks ini, ialah melahirkan komunitas kampung yang memiliki sistem swakelola sampahnya mandiri, yang tentu saja amat sangat jarang terjadi di Indonesia.

Implementasi sistem swakelola sampah ala Sukunan bisa menjadi contoh positif bagi kita bersama dalam mendefinisikan komunitas masyarakat yang maju dan lingkungan yang berkualitas. Karenanya ia manyandang pelopor pengelolaan sampah berbasis komunitas, yang mengantarkannnya meraih penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Tidak mengherankan apabila ia sering sekali meladeni tamu yang datang ke kediamannya untuk melakukan studi banding sistem swakelola sampah di komunitas.

Untuk menerapkan sistem swakelola sampah, menurut Iswanto, kita mesti mengubah terlebih dahulu persepsi kita tentang sampah.Prinsip yang harus ditanamkan, ialah mengubah pandangan dari konsep “membuang” harus di alihkan ke konsep “mengelola”. Lalu bagaimana lengkah yang mesti di tempuh untuk mengusahakan cara pandang tersebut? Ia mengakui, bahwa harus ada keseimbangan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah, dalam memberikan pendidikan sampah. Dari level anak-anak, misalnya, kita harus sudah meminimalisasi kata “membuang sampah”. Slogan yang perlu ditanamkan ke anak-anak misalnya “Ayo membuat kompos dari sampah”.

Apabila konsep di atas sudah tertanam, maka cara pandang kita akan manjadi: dipakai lalu di kelola, kemudian dipakai lagi, dan seterusnya. Dalam hal ini, Iswanto memperkenalkan Konsep 3R: Re-use (menggunakan kembali kalau masih bias, misalnya tas plastik), Reduce (mengurangi sampah, misalnya tidak perlu memakai tisu kalau ada sapu tangan), dan Recycling (daur ulang sampah). Menurutnya, selama ini barang konsumsi dan sampah konsumsi merupakan dua hal yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Kalau barang konsumsi diapresiasi dan digunakan oleh manusia secara terus menerus, sampah konsumsi disingkirkan secara terus menerus. Pandangan semacam inilah yang menurut Iswanto perlu diubah.

Lalu, bagaimana yang dimaksud dengan sistem swakelola sampah yang digarap oleh Iswanto bersama para warga Sukunan? Pada prinsipnya, Swakelola sampah berarti sampah dikelola oleh kampung itu sendiri, sehingga tidak perlu membebankan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir. Karena filosofinya, membuang sampah pada TPA berarti menumpuk dan membebankan sampah pada kampung lain. Dengan mengelola sampah di kampung sendiri, berarti membantu mengurangi akumulasi sampah yang terus menggunung, sekaligus bisa memanfaatkannya.

Dalam pelaksanaannya, sistem pengelolaan sampah yang ia rilis terbilang sederhana. Langkah mendasar yang ia lakukan ialah memilah sampah menjadi tiga kategori sesuai jenis sampah: Sampah organik, sampah jenis plastik, dan sampah jenis lain (berupa sampah logam, kaca, dan sebagainya). Namun demikian, sampah sampah itu tidak dibiarkan menumpuk begitu saja. Sampah yang masih bisa dimanfaatkan dibuat kerajinan, didaur ulang, selebihnya dijual. Sedangkan untuk sampah organik, dibuatlah pupuk kompos.

Beberapa prinsip yang diterapkan dalam pengelolaan sampah ala Kampung Sukunan ialah: (a) mandiri, sampah dikelola sendiri oleh kampung; (b) produktif, pelbagai sampah di tengah masyarakat menghasilkan sesuatu yang bernilai; (c) komprehensif, pengelolaannya mencakup semua jenis sampah; (d) ramah lingkungan, cara-cara yang diterapkan tidak mencemari lingkungan.

Bagaimana pengalaman Iswanto memngenalkan idenya kepada masyarakat? Mula-mula memang ia mengalami kesulitan untuk merealisasikan gagasannya. Selain karena masyarakat belum menyadari bahaya sampah, juga karena perekonomian masyarakat tergolong menengah ke bawah, sehingga sulit kalau menarik biaya dari warga untuk membeli tong sampah bersama.

Akibatnya ia harus melobi orang lain yang juga peduli dengan lingkungan, yang juga mau membiayai kebutuhan fasilitas tempat sampah kampung. Setelah dapat, bukan berarti hambatan hilang. Sekalipun banyak yang sangat mengapresiasi, namun ada juga masyarakat yang menganggap remeh idenya. Sehingga yang dilakukan Iswanto ialah menanamkan pandangan bahwa program tersebut bukanlah program pribadinya, melainkan program bersama masyarakat.

Alur sosialisasi yang ia lakukan, mula-mula ialah penyampaian gagasan ke tokoh masyarakat. Setelah disetujui, akhirnya dibentuklah Tim Pengelola Sampah Sukunan. Tim tersebutlah yang mengelola penempatan dan pengadaan tong sampah dan gentong kompos. Agar sosislisasinya semakin meluas, gagasan ini selalu disuarakan di setiap ad apertemuan, baik pertemuan pemuda, PKK, pengajian, dan sebagainya. Langkah ini juga dilengkapi dengan demo pemisahan sampah.

Hingga akhirnya, dengan sendirinya masyarakat merasa memiliki fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah. Masyarakat pun membuat slogan “Sukunan Bersemi”: Sukunan Bersih Sehat Murni Indah. Menurut Iswanto, yang menentukan dari keberhasilan program ini ialah kekompakan, niat, dan motivasi dari Tim Pengelola Sampah dan tokoh masyarakat. Selain itu, pelbagai prestasi yang diraih juga membuat masyarakat terus termotifasi untuk semakin memaksimalkan program swakelola sampah.

Hingga kini, masyarakat Sukunan masih menikmati hasil nyata dari swakelola sampah Kampung Sukunan. Selain masyarakat dapat memanfaatkan kompos hasil olehan kampung, pendapatan kampung juga meningkat dari hasil penjualan sampah. Unit usaha yang sangat prospektif dari desa sukunan ialah pengelolaan pupuk kompos. Di samping juga ada beberapa kerajinan yang bisa dihasilkan, bahkan pernah ditawari untuk ekspor kerajinan ke Australia, namun terbatas pada Sumber Daya Manusia.

dalam penuturannya, Iswanto menjelaskan bahwa keuntungan ekonomi hanyalah salah satu sarana untuk memancing kesadaran masyarakat. Ada banyak keuntungan yang diperolah dari sistem swakelola sampah ini. Dari aspek agama, misalnya, sebagai sarana penyadaran akan tangungjawab manusia kepada Tuhan yang telah menyediakan Alam. Dalam aspek sosial, telah menciptakan hubungan harmonis diantara pelbagai elemen masyarakat. Demikian juga keuntungan dalam aspek kesehatan.

Iswanto ibarat seniman sampah. Sampah-sampah di Kampung Sukunan berubah menjadi barang yang berguna. Yang paling penting, sistem swakelola ini bisa memacu daya kreatifitas dan kemandirian masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki daya untuk mengurus dan mengembangkan dirinya. Inilah kenapa swakelola sampah menjadi layak dicontoh oleh daerah-daerah lain. [RIFQI MUHAMMAD]

Tulisan ini juga diposting di sini

Sumber gambar "Pengelolaan Sampah ala Sukunan" : Sosialisasi Pengelolaan Sampa Terpadu Contoh Dusun Sukunan (KKN UGM Hargobinangun 2008)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun