Tidak bermaksud menyanggah tulisan admin "Keuntungan Verifikasi Akun Kompasiana", melainkan menuliskan apa yang ada dalam kepala saya. Saat ini Kompasiana tengah melakukan pendataan ulang para anggotanya. Saya merasa ini mirip seperti ketika pengguna ponsel diminta mendaftarkan data dirinya secara lengkap dan utuh. Sekalipun tidak diwajibkan, seseorang yang memilih untuk tidak memferifikasi dirinya jelas akan terus merasa terteror. Bahwa dirinya dianggap tidak valid. Akibatnya, keputusannya untuk melakukan verifikasi tak lain adalah karena keterpaksaan social komunitas kompasianer. Kesimpulan saya, kebijakan kompasiana ini akhirnya akan memaksa juga. Beberapa keuntungan telah dijabarkan. Namun saya masih ragu untuk melakukannya. Bukan karena saya menggunakan nama dan data yang tidak valid dalam registrasi. Melankan lantaran beberapa alasan lain, yang berkaitan dengan penggunaan dan keamanan data tersebut, juga implikasi lain dari kebijakan ini. Memang, verifikasi keanggotaan tidak bersifat wajib dan kompasiana menjamin bahwa data yang dikirim oleh Kompasianer dijamin kerahasiaannya dan tidak akan disalahgunakan. Begitu juga untuk Kompasianer yang nama akunnya berbeda dengan identitas asli, data yang tersimpan juga akan tetap dijaga. Dan beberapa keuntungan lain yang telah dijabarkan. Namun beberapa kekhawatiran juga tetap muncul. Seperti misalnya, dengan menunjukkan pada profil masing-masing, mana akun yang sudah diverivikasi, justru bisa membuat kalangan yang berniat mencuri identitas jadi lebih mudah menandai mana yg sudah “lengkap” dan jelas identitasnya. Bukan dengan cara membobol database kompasana, melainkan dengan mencuri dengan cara memasuki akun Kompasianer. Dengan cara fake login tentu ini mudah dilakukan. Setelah di dapat scan KTP dan nomor KTP dengan jelas, suka-suka pencuri mau digunakan untuk apa data itu. Riskan bukan? Yang lalu perlu kita perhatikan, adanya kebijakan untuk membuat peringkat Kompasianer yang akan ditampilkan di halaman profil. Menurut saya ini akan membuat kesenjangan diantara Kompasianer. Jenjang senioritas dan junioritas jelas akan tercipta. Keadaan ini justru menyalahi spirit citizen journalism dalam situs semacam kompasiana ini. Citizen Media (Media Warga) tempat berbagi informasi, pendapat dan gagasan, mestinya mendudukkan warga secara setara, tanpa jenjang. Alhasil, menurut saya kebijakan ini banyak memiliki implikasi buruk alias merugikan bagi komunitas kompasianer. Apa yang saya tuliskan semata-mata untuk kebaikan kompasiana dan kopasianer. Tak lain adalah karena kompasianer juga memikirkan perkembangan dan kenyamanan kompasiana. Selam hangat, Tulisan ini saya publikasikan juga di sini Terimakasih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H