Pada hari Rabu, 9 Oktober 2024, Program Studi Manajemen Dakwah semester 3 kelas A, B, C, dan D mengadakan kuliah bersama untuk mata kuliah Filsafat Dakwah dengan tema "Etika Dakwah dan Moralitas". Dalam pertemuan ini, para mahasiswa diajak untuk mendalami terkait etika dalam dakwah, baik dalam konteks keilmuan maupun praktik di lapangan. Diskusi ini mencakup tiga fokus utama: pertama, memahami konsep dasar etika dakwah; kedua, mengeksplorasi implikasi moral dan etis dalam teori dan praktik dakwah; dan ketiga, melakukan kajian terhadap studi kasus yang relevan dengan etika dakwah serta moralitas dalam berbagai situasi dakwah di masyarakat.
Etika Dakwah dalam Konteks Keilmuan
Etika berasal dari kata Yunani "ethos", yang berarti adat, kebiasaan, atau karakter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika didefinisikan sebagai "akhlak" dalam bahasa Arab dan mencakup ilmu tentang apa yang baik dan buruk, serta hak dan kewajiban moral. Berdasarkan definisi ini, etika dapat dipahami sebagai nilai-nilai yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan sosial.
Secara etimologis, istilah "dakwah" berasal dari bahasa Arab, dan berarti memanggil, mengajak, atau menyeru. Secara terminologis, dakwah adalah upaya untuk mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Tujuan dakwah adalah untuk memberi mereka kebahagiaan di dunia dan akhirat dengan mengajak mereka untuk melakukan hal-hal baik dan menghindari hal-hal buruk. Menurut para ulama, dakwah adalah cara untuk memberi inspirasi dan bimbingan kepada orang-orang untuk mengikuti ajaran agama.
Seorang da'i (orang yang berbicara) dan seorang mad'u (orang yang mendengarkan) harus mengikuti etika dakwah. Seorang da'i harus jujur, sabar, penuh kasih sayang, rendah hati, amanah, dan berintegritas. Di sisi lain, mad'u harus menghormati da'i, memperhatikan apa yang mereka katakan, dan bersabar untuk belajar dari mereka. Etika ini memastikan bahwa dakwah berjalan dengan baik dan dengan hasil yang baik.
Selain itu, da'i harus mematuhi kode etik dalam dakwah. Ini termasuk menghindari membedakan perkataan dari tindakan, tidak mencela keyakinan agama lain, tidak melakukan diskriminasi sosial, dan tidak meminta imbalan dalam dakwah kecuali dengan kesepakatan. Da'i juga diingatkan untuk menghindari berteman dengan orang yang melakukan hal-hal yang merugikan dakwahnya. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, dakwah dapat dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam dan tuntunan Al-Qur'an.
Implikasi Moral dan Etis dalam Teori dan Praktik Dakwah
Etika dakwah yang baik berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan, seperti keteladanan, keikhlasan, pluralisme agama, tauhid, dan globalisasi. Secara umum, etika dakwah sangat penting untuk memiliki dampak moral dan sosial yang baik pada masyarakat. Seorang da'i akan memperkuat nilai-nilai akhlak yang luhur dan menciptakan suasana dakwah yang penuh penghormatan dan tanggung jawab jika etika mereka dipahami dan diterapkan dengan baik.
Pertama, etika dalam keteladanan menjadi fondasi penting bagi seorang da'i. Sebagai orang yang diharapkan menjadi contoh bagi umat, seorang da'i harus mampu menunjukkan sikap yang teguh dan konsisten dalam menjalankan nilai-nilai kebenaran. Keteladanan tidak hanya berlaku pada diri sendiri, tetapi juga pada keluarga, teman, dan komunitas. Seorang da'i dapat membantu membangun masyarakat yang lebih baik dan berakhlak mulia dengan menunjukkan contoh yang baik.
Kedua, menurut etika keikhlasan, seorang da'i harus berdakwah hanya karena Allah Ta'ala. Setiap tindakan didasarkan pada keikhlasan. Seorang da'i tidak mengharapkan keuntungan materi, tetapi berkonsentrasi pada kebaikan dan kepentingan umat. Dengan memiliki sikap ikhlas ini, da'i dimotivasi untuk menjalankan dakwah mereka dengan tulus dan dengan niat tulus untuk memperoleh ridha Allah.
Ketiga, etika yang terkandung dalam pluralisme agama mengajarkan seorang da'i untuk menghormati kebebasan beragama dan menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang persuasif. Pendekatan ini harus didasarkan pada konsep-konsep seperti qaulan karima (ucapan yang mulia), qaulan layyina (ucapan yang lembut), dan qaulan baligha (ucapan yang tepat). Metode ini berkontribusi pada pembentukan suasana dakwah yang damai dan saling menghormati.
Keempat, etika bertauhid menekankan betapa pentingnya mengetahui tentang keesaan Allah sebagai dasar dari semua ajaran Islam. Seorang da'i tidak hanya harus meyakinkan orang-orang tentang pentingnya tauhid tetapi juga menolak segala jenis kemusyrikan. Tauhid merupakan dasar dari semua ajaran Nabi dan Rasul, dan merupakan dasar dari semua ilmu dan ajaran Ilahiyah.
Kelima, sebagai bagian dari era globalisasi saat ini, moral dakwah harus beradaptasi dengan perubahan zaman dengan mengedepankan komitmen untuk budaya yang lebih inklusif dan manusiawi. Dalam hal ini, seorang da'i diharapkan mendorong umat untuk membangun solidaritas, toleransi, dan kejujuran di masyarakat global. Dengan menerapkan etika dalam dakwah, umat Islam akan dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan peradaban yang lebih baik dan beradab.
Studi Kasus tentang Etika Dakwah dan Moralitas: Koh Dennis Lim
Koh Dennis Lim melakukan studi kasus dakwah untuk menunjukkan bagaimana seorang da'i dapat menyampaikan pesan agama sambil mempertahankan etika dan moralitas yang baik. Melalui gaya ceramahnya yang sopan, penggunaan bahasa yang ringan, dan penampilannya yang menarik bagi generasi muda, Koh Dennis Lim, seorang mualaf keturunan Tionghoa, telah mendapatkan banyak perhatian. Dia menggabungkan dakwah dengan pemasaran produk dengan sukses tanpa mengabaikan etika dalam dakwah.
Koh Dennis Lim menggunakan pendekatan persuasif yang disesuaikan dengan audiensnya untuk menyampaikan ceramahnya. Berbicara tentang "Hukum Menonton Drakor" pada 1 Juni 2022 adalah contohnya. Ia menggunakan istilah "qaulan baligha" untuk menjelaskan bagaimana menonton drama Korea, atau drakor, dapat memengaruhi iman seseorang. Dengan cara yang logis dan masuk akal, ia meminta penontonnya untuk mempertimbangkan apakah tindakan mereka membawa mereka lebih dekat kepada Allah. Pendekatan ini mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dakwah yang relevan bagi generasi muda.
Selain itu, dalam ceramahnya pada 13 Maret 2023, "Kenapa Malas Baca Al-Qur'an?", Koh Dennis Lim menggunakan qaulan ma'rufa, atau perkataan yang baik. Dengan menyampaikan pesan yang halus dan retorika yang menarik, dia mendorong pendengarnya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'an. Kekuatan etika dakwahnya termasuk memilih diksi yang tidak menyinggung perasaan pendengar, yang membuat ceramahnya mudah diterima dan diikuti oleh khalayak luas.
Koh Dennis Lim menggunakan qaulan layyina (perkataan yang lembut) dalam ceramahnya yang lain, "Yang Masih Maen Judi Online, Masuk Sini!" pada tanggal yang sama, meskipun dia membahas topik sensitif seperti perjudian. Meskipun pesannya jelas, ia tetap ramah dan memberikan nasihat dengan cara yang tidak menghakimi, membuatnya lebih mudah diterima oleh audiens.
Untuk menyimpulkan, etika dakwah dan moralitas yang diterapkan saat menyebarkan ajaran Islam sangat penting untuk mencapai efek yang menguntungkan baik secara moral maupun sosial. Dalam studi kasus dakwah yang dilakukan oleh Koh Dennis Lim, jelas bahwa da'i yang berperilaku etis, seperti menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan relevan, dapat menyampaikan pesan agama dengan lebih efektif kepada generasi muda. Pendekatan persuasif yang didasarkan pada konsep qaulan baligha, qaulan ma'rufa, dan qaulan layyina memperkuat dakwah yang mendorong keimanan dan membangun suasana yang penuh penghormatan, keikhlasan, dan tanggung jawab sosial. Dengan mempertahankan nilai-nilai etika dakwah, Koh Dennis Lim dapat menyeimbangkan penyampaian pesan agama dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H