Kurangnya Pengetahuan Digital pada UMKM menjadi Tantangan dalam Era Digital
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2024, sekitar 35% UMKM di Indonesia belum memanfaatkan teknologi digital secara optimal dalam operasional bisnis mereka. Meski angka ini menunjukkan sedikit peningkatan dari tahun sebelumnya, kesenjangan digital tetap menjadi masalah yang signifikan. UMKM, yang menyumbang lebih dari 60% PDB Indonesia dan mempekerjakan sekitar 96% tenaga kerja, masih tertinggal dalam pemanfaatan teknologi digital dibandingkan dengan sektor bisnis lainnya.
Di sisi lain, laporan dari Bank Indonesia tahun 2024 menunjukkan bahwa UMKM yang sudah mengadopsi teknologi digital berhasil meningkatkan penjualan hingga 30% melalui platform e-commerce dan media sosial. Namun, angka ini tidak mampu menutupi fakta bahwa mayoritas UMKM, terutama di daerah-daerah, belum memiliki akses terhadap pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan teknologi ini secara efektif. Kesenjangan ini semakin memperjelas perlunya peningkatan literasi digital, pelatihan, dan infrastruktur agar UMKM dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
Fenomena ini penting untuk dibahas karena ketertinggalan UMKM dalam adopsi teknologi digital tidak hanya berdampak pada pertumbuhan bisnis mereka, tetapi juga pada ekonomi nasional secara keseluruhan. Mengingat peran krusial UMKM dalam menopang perekonomian, literasi digital yang rendah dapat mengakibatkan mereka kehilangan peluang untuk berkembang di era digital yang serba cepat ini.
***
Pada tahun 2024, tantangan yang dihadapi UMKM dalam adopsi teknologi digital semakin kompleks. Data dari Kementerian Koperasi dan UKM mencatat bahwa meskipun ada peningkatan kesadaran akan pentingnya digitalisasi, sekitar 40% UMKM di Indonesia masih belum memiliki akses memadai terhadap pelatihan dan pengetahuan digital. Salah satu penyebab utamanya adalah keterbatasan akses terhadap infrastruktur digital yang andal, terutama di wilayah pedesaan. Laporan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024 menunjukkan bahwa meskipun penetrasi internet nasional mencapai 82,6%, masih ada kesenjangan akses di luar Jawa, di mana banyak UMKM beroperasi. Wilayah-wilayah ini kerap mengalami kendala jaringan yang lambat dan tidak stabil, sehingga menyulitkan pelaku UMKM untuk terjun ke pasar digital.
Selain masalah infrastruktur, tingkat literasi digital yang rendah juga menjadi penghalang. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 2024, hanya sekitar 18% dari pelaku UMKM yang memiliki keterampilan digital dasar seperti penggunaan aplikasi e-commerce atau media sosial untuk memasarkan produk mereka. Mayoritas pelaku usaha masih bergantung pada metode pemasaran tradisional, seperti berjualan langsung di pasar atau menggunakan jaringan lokal, sehingga mereka sulit memperluas pangsa pasar.
Di samping itu, tantangan lain yang dihadapi UMKM adalah ketidakmampuan untuk mengadopsi teknologi manajemen bisnis yang lebih canggih, seperti perangkat lunak akuntansi atau analitik data. Padahal, teknologi ini terbukti mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing. Menurut studi McKinsey tahun 2024, bisnis yang telah mengintegrasikan teknologi manajemen berbasis data mengalami peningkatan produktivitas hingga 25% dan pengurangan biaya operasional hingga 20%. Namun, sebagian besar UMKM masih belum menyadari manfaat tersebut, yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan edukasi dari pemerintah dan sektor swasta.
Kurangnya pengetahuan digital juga menciptakan kesenjangan antara UMKM yang telah mengadopsi teknologi dan mereka yang belum. Hal ini menyebabkan pelaku UMKM yang tidak melek digital menjadi semakin terpinggirkan dalam ekosistem bisnis yang semakin mengarah pada digitalisasi. Tanpa pengetahuan dan keterampilan yang memadai, UMKM sulit untuk memanfaatkan platform seperti e-commerce, pembayaran digital, atau pemasaran berbasis data. Pada akhirnya, mereka tidak hanya kehilangan kesempatan untuk memperluas pasar tetapi juga rentan terhadap persaingan yang semakin ketat dari bisnis yang lebih modern.
Jika masalah ini tidak segera diatasi, potensi pertumbuhan UMKM akan terhambat, dan kesenjangan antara pelaku bisnis digital dan non-digital akan semakin melebar. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret seperti peningkatan pelatihan digital, dukungan infrastruktur, serta kolaborasi antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan institusi pendidikan perlu diprioritaskan.
***