Net zero emission (NZE) sudah menjadi isu dan komitmen serius pemerintah. Pemerintah sendiri menargetkan Indonesia menuju net zero emission pada tahun 2060. Net zero emission adalah sebuah kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang dapat diserap oleh bumi. Dalam mencapainya sendiri dibutuhkan peralihan dari sistem energi yang digunakan sekarang menjadi sistem energi bersih guna tercapainya suatu keseimbangan antara aktivitas manusia dengan keseimbangan alam. Dalam menanggapi isu tersebut, BPDPKS sendiri telah meluncurkan solusi demi tercapainya target tersebut. Melalui program ramah lingkungan, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan tentunya memiliki kontribusi pada penerimaan negara. Hal ini juga dimaksudkan demi tercapainya transisi energi yang merata dan berkeadilan.
Program tersebut adalah program pengembangan dan pemanfaatan bahan bakar nabati. Program ini dilandasi oleh ketergantungan yang tinggi oleh masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) impor yang berdampak pada ekonomi Indonesia dan kerentanan Indonesia terpengaruh oleh gejolak harga minyak, karena semakin meningkatnya impor BBM, maka semakin pula transaksi berjalan tertekan, yang membuat cadangan devisa tergerus dan nilai tukar rupiah dalam kondisi rawan. Selain dari faktor ekonomi, penggunaan bahan bakar minyak yang terlalu massive juga memicu dampak kerusakan lingkungan.Â
Polutan seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitorgen oksida (Nox), metana (CH4), sulfur dioksida (SO2), dan beragam logam berat lainnya kini mulai menumpuk di atmosfer akibat pemanfaatan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Polutan tersebut menghalangi keluarnya radiasi panas sinar matahari yang semula masuk menyentuh bumi. Dampak yang terjadi ialah peningkatan suhu bumi yang membuat fenomena emisi gas rumah kaca. Oleh karenanya, program pengembangangan dan pemanfaatan bahan bakar nabati hadir demi menangulangi permasalahan tersebut. Bahan nabati yang merupakan bahan yang berasal dari tumbuhan dan dapat menjadi alternatif yang baik, yang mana pemanfaatan bahan ini menekankan pada budi daya energi (energy farming) yang bisa menghasilkan energi ramah lingkungan atau dikenal dengan energi hijau (green energy).
Dalam perwujudannya, BPDPKS menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Strategis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam RPJMN 2020-2024. Kesiapan BPDPKS juga didukung oleh adanya pendanaan, fasilitasi, riset, serta advokasi dan sosialiasi kebijakan.
Program pengembangan dan penggunaan BBN yang telah berjalan adalah program mandatori biodiesel. Program ini mewajibkan pencampuran bahan bakar solar dengan biodiesel berbasis sawit. Program ini mulai diterapkan sejak 2008, dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%, dan atas suksesnya program tersebut, tahun demi tahun, secara bertahap kadar biodiesel semakin ditingkatkan. Hingga saat ini, BPDPKS mempersiapkan B-40 dan campuran yang lebih tinggi, di mana untuk mendukung hal tersebut BPDPKS telah memberikan dukungan dengan memberikan pendanaan penelitian untuk kajian penerapan B-40 Melalui Uji karakteristik, penyimpanan, unjuk kerja dan ketahanan mesin diesel pada Engine Test Bench serta aspek tekno ekonomi yang dilakukan oleh Balitbang ESDM. Dengan program ini, tentunya membawa dampak positif. Selain dapat menanggulangi efek samping penggunanaan BBM secara massive, program ini juga dapat membantu Indonesia mencapai target net zero emission, dan juga berkontribusi pada penerimaan negara mengingat Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia. Lebih lanjut, BPDPKS meluncurkan sebuah slogan, yaitu No Palm, No Life. Slogan tersebut dipopulerkan oleh Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Eddy Abdurrachman dalam salah satu sesi Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023.
Dalam wawancaranya, Edy Abdurrachman mengatakan, "Tanpa program ini, produktivitas perkebunan kelapa sawit diproyeksikan akan menurun secara serius." Ia juga menekankan jika pada tahun 2025 nantinya, produksi CPO (Crude Palm Oil) hanya akan mencapai sekitar 44 juta metrik ton. Hal Ini menekankan peran penting program ini dalam menjaga keberlanjutan industri tersebut.
Program ini juga didukung oleh Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Yudo Dwiananda Priaadi yang menjelaskan jika program mandatori biodiesel merupakan salah satu kunci dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Lebih jelas, ia menekankan jika agar tercapainya target net zero emission, ke depannya Indonesia membutuhkan lebih banyak pasokan kelapa sawit. "Sebagai program mandatori, implementasi biofuel melalui B35 pada tahun 2023 memiliki alokasi dari domestik sebesar 13.15 juta kilo liter dan diharapkan dapat mencapai 13.9 juta kilo liter pada 2025," jelas Yudo.
Sumber:
https://www.bpdp.or.id/tanpa-sawit-zero-emision-hanya-ilusi
https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/seputar-ppsdma/berkenalan-dengan-net-zero-emission