Yogyakarta- Kota pelajar yang kaya akan sejarah dan budaya ini tidak hanya dikenal dengan pesona pariwisatanya, tetapi juga dengan kuliner tradisonalnya, salah satunya yaitu sate kere yang termasuk ikon nya Yogyakarta yang berada di Pasar Beringharjo.
Pasar Beringharjo didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I pada abad ke-18. Pasar ini dibangun pada tahun 1758 dan menjadi pasar utama di Yogyakarta. dan mula nama "Beringharjo" berasal dari kata "Banyu Ring Harjo", yang berarti "air yang mengalir ke halaman istana." Hal ini mencerminkan posisi strategis pasar yang berada di dekat kompleks kraton atau istana Sultan Yogyakarta.
Pasar Beringharjo awalnya berfungsi sebagai pasar utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi penduduk istana dan kerajaan. Namun Seiring berjalannya waktu, fungsi Pasar Beringharjo berkembang dan tidak hanya melayani kebutuhan kerajaan tetapi juga menjadi pusat perdagangan bagi masyarakat umum. dibalik semua perdagangan yang ada di Pasar Beringharjo, Pasar Beringharjo juga memiliki pengaruh budaya yang kuat. Keseluruhan suasana pasar mencerminkan keberagaman budaya dan tradisi Yogyakarta.
Pasar Beringharjo telah menjadi pusat aktivitas perdagangan dan kehidupan sehari – hari masyarakat Yogyakarta, ketika berada di Pasar Beringharjo kita akan melewati banyak sekali lorong – lorongnya yang bergayakan arsitektur khas jawa, membawa kita masuk kedalam nuansa yang berbeda dan unik dibandingkan pasar pada umumnya, dan dibalik panjangnya lorong Pasar Beringharjo disitu kita akan menemui makanan khas legendaris Yogyakarta yaitu sate kere.
Sate kere Yogyakarta terbuat terbuat dari koyor atau lemak yang menempel pada daging. Kuliner tersebut memiliki varian bumbu, seperti bumbu kecap dan kacang. Saat dibakar, aroma sate tercium sangat sedap. Sate kere dijual dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 5.000 per tusuk. Sate dapat dimakan menggunakan lontong maupun tanpa lontong.
Konon sejarahnya dahulu sate kere diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu membeli daging, sehingga menjadikan namanya “Kere” yang diambil dari Bahasa Jawa yang berarti miskin. Meski tak berbahan dasar daging, sate kere tak kalah lezat dibandingkan sate lainnya, Kuliner ini membuktikan bahwa cita rasa autentik tidak terbatas pada bahannya yang mewah tetapi kepada kepiawaian memadukan rempah, proses marinasi dan teknik memasak yang tepat.
“Sate kere menurut saya itu sangat lezat dan murah, sangat membantu bagi orang yang ingin menikmati sate tetapi dengan nuansa yang berbeda dan terjangkau harganya” ujar pak Arkana.
Sate Kere dan Pasar Beringharjo adalah pengingat akan pentingnya menjaga dan merayakan warisan kuliner budaya Indonesia terutama budaya budaya jawa, dan ini adalah tempat dimana dapat merasakan bahwa Sate Kere bukan hanya sekedar makanan, tetapi kita dapat merasakan kekayaan budaya di balik kelezatannya yang bisa dirasakan di Kota Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H