Resensi Novel "Kubah" Karya Ahmad Tohari
Ahmad Tohari, lahir 13 Juni 1948 di daerah Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas Jawa tengah merupakan seorang sastrawan dan budayawan yang mendedikasikan hidupnya untuk menulis karya-karya sastra. Beliau menamatkan SMA di Purwokerto. Selain itu, beliau mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman (1975-1976). Tulisan-tulisannya berisi gagasan kebudayaan dimuat di berbagai media massa. Ia juga menjadi pembicara di berbagai diskusi/seminar kebudayaan. Tak heran karya serta tulisan beliau mendapatkan banyak penghargaan.
Pada tahun 1977, sebuah cerita pendek yang berjudul Jasa-Jasa Buat Sanwirya memperoleh Hadiah Harapan Sayembara Kincir Emas Radio Nederlands Wereldomroep. Lalu pada tahun 1980, novel karangannya yang berjudul Kubah memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama. Selanjutnya tiga novelnya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jentera Bianglala (1986) meraih hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1986.
Novelnya yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak (1986) juga menjadi pemenang salah satu hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1979. Kemudian pada tahun 1995 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Asean, SEA Write Award, Dan pada tahun 2007 Ahmad Tohari menerima Hadiah Sastra Rancage.
Begitu banyak penghargaan yang beliau peroleh, namun pada pembahasan kali ini hanya akan membahas novel Kubah yang terbit pertama kali pada tahun 1980. Dengan penerbit pertama adalah Pustaka Jaya dan dilanjutkan oleh penerbit Gramedia. Novel ini memiliki jumlah halaman sebanyak 184 halaman.
Novel Kubah mengusung tema tentang berbagai peristiwa yang melibatkan Partai Komunis dan Gerakan 30 September 1965. Novel ini merupakan contoh awal karya sastra yang membahas G30S dan PKI. Karena pada saat itu belum banyak novel atau karya-karya sastra lain yang membahas tentang pergerakan G30S.
Seperti yang diutarakan oleh mantan Presiden RI Abdurahman Wahid atau biasa dikenal dengan Gus Dur. Beliau mengapresiasi karya Ahmad Tohari khususnya novel Kubah, menurut beliau novel ini mengangkat masalah serta isu-isu perbaikan hubungan antara eks-anggota PKI dengan masyarakat Indonesia pada saat itu. Hal ini bisa terlihat dalam isi novel tersebut yang mendalami tentang alasan seseorang untuk menjadi anggota PKI, dengan tekanan pada kemiskinan, ketekanan budaya, dan propaganda aktif oleh Partai. Akhirnya, Karman (tokoh utama dalam novel Kubah) hanyalah "korban tak berdosa", yang hanya bergabung dengan PKI untuk meningkatkan derajatnya. Bahkan setelah dibebaskan Karman merasa takut, "dinodai oleh vulnerabilitas tahanan".
Novel Kubah secara lengkap menceritakan tentang kehidupan tokoh utama yaitu Karman secara kilas balik. Karman adalah seorang pemuda cerdas dari desa Pegaten yang menjadi anggota partai komunis. Bergabungnya Karman dalam partai komunis ini menjadikan Karman tawanan politik yang diasingkan di Pulau Buru. Setelah keluar dari penjara di Pulau Buru akhirnya Karman menyadari kekeliruannya selama ini.
Karman adalah seorang aktivis politik yang sempat terjerumus ke jalan yang salah. Berawal dari pembebasan Karman setelah ditahan sebagai tahanan politik di Pulau Buru selama 12 tahun. Ia kebingungan, karena setelah lama menjalani masa tahanan di penjara Pulau Buru, dan berbagai persoalan menimpanya selama masa pengasingan membuat banyak kesedihan di hatinya. Mulai dari kesedihan karena ditinggal sang istri yang sudah lama dinikahi dan mereka memiliki tiga anak hingga rasa ke-tidak-percaya dirinya akan diterima kembali oleh masyarakat Pegaten karena ia bekas tahanan politik yang pastinya akan mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat.
Ahmad Tohari dalam novel ini sangat mempengaruhi pembaca dengan jalan ceritanya yang begitu dramatisir, dengan perkembangan tokoh Karman yang begitu banyak dilema diceritakan dalam novel tersebut. Hal ini tentu saja berdampak besar dalam pengembangan alur cerita. Dengan kentalnya nilai sejarah yang diperlihatkan, seakan-akan para pembaca dibawa masuk dalam alur cerita tersebut.
Kelebihan Novel