Mohon tunggu...
Rifki Wahyu Izzati
Rifki Wahyu Izzati Mohon Tunggu... -

nice people ..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Baim, Malang Sekali Nasibmu?

6 Mei 2013   14:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:01 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok anak kecil dengan ketangguhannya sebagai anak laki-laki yang hidup di tengah-tengah keluarga penuh dengan kesederhanaan. Ya, Baim adalah sapaan dia sehari-hari. Dia tinggal bersama dengan ibunya, kakak laki-lakinya, nenek dan kakeknya. Ibu yang seyogyanya mengasihi anaknya dengan belaian lembut kasihnya, tetapi justru sebaliknya dengan Baim. Dia seringkali mendapatkan cacian dari sang ibu, dia seringkali mendapatkan kekerasan dari ibunya, padahal ibu adalah tempat berlindung yang paling utama oleh anak-anaknya tatkala dia tengah merasakan sesuatu yang menurut dia tidak nyaman. Kekerasan tidak hanya Baim dapatkan dari sang ibu, nenek dan kakeknya juga melakukan hal yang sama. Entah hal apa yang membuat dia mengalami hal serupa oleh orang-orang terdekatnya. Sang kakek adalah orang yang paling dia takutkan, seolah-olah mendengar namanya saja Baim sudah merasa ketakutan yang luar biasa. Kakek yang dengan umurnya tidak lagi muda, emosinya pun kian melonjak tatkala melihat cucunya berpolah yang tidak menyenangkan hatinya. Dan kekerasan yang Baim peroleh tidak hanya omelan atau celaan, tetapi juga pukulan dengan sapu atau  semacamnya. Memang begitu miris apabila melihat langsung kejadian ini, tetapi itulah yang Baim alami setiap harinya. Sampai dia pun seolah-olah tidak mempunyai pijakan dan tempat nyaman di dunia ini. Oranglain yang iba melihat dia mungkin bisa menjadi sandaran baginya untuk sekedar menghela nafas setelah menangis dengan sedunya karena kekerasan dari orang-orang terdekatnya. Sampai pada suatu ketika dia pun tidak mengakui adanya sosok ibu dalam kehidupannya. Terbukti tatkala ada seseorang  yang menanyakan kepada dia tentang ibunya sebut saja dia Kiki dan Baim menjawab kalau ibunya sudah mati. Berikut kutipan percakapan mereka. “Baim, ibu mana? tanya Kiki”. Baim pun menjawab “Aku ngga punya ibu Mba, ibuku sudah mati, ibuku di kuburan. Baim juga ngga punya bapak, bapak udah mati, kakak Baim juga udah mati, Mbah Kakung juga udah mati. Baim cuma punya Mbah Putri”. Sontak jawaban itu membuatku miris, menangis dalam hati dan suatu jawaban yang tak kusangka-sangka keluar dari mulut anak kecil yang baru berusia kurang lebih empat tahun. Ya mungkin karena seringnya dia teranianya oleh ibunya, oleh kakeknya. Dan neneknya adalah tempat di mana ia bisa merasakan sejenak ketenangan, walaupun terkadang neneknya juga marah-marah. Entah apakah Baim yang terlalu hiperaktif atau mungkin dia memang nyebelin atau dia nakal, atau justru keluarganya yang memang galak. Tetapi, salut dengan Baim yang dengan usia dininya dia masih bisa tegar dengan semua perlakuan yang dia alami dan dia masih bisa tersenyum kecil disela kesedihannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun