Tulisan ini saya buat paralel dengan tugas untuk mengisi sebuah acara kajian tentang internet sehat yang diselenggarakan oleh rekan-rekan remaja masjid di daerah Pontianak Tenggara. Kurang lebih 3,5 km dari kantor nanti malam. Sembari menyusun kerangka materi, saya jadi berkesempatan untuk memuhasabahi (baca: introspeksi dan menghitung diri) sejauh mana perjalanan dan jejak rekam digital saya selama ini. Langkah-langkah ketertatihan dalam memaknai upaya belajar memberikan manfaat. Sejak internet masuk ke Indonesia di awal 90an, baru 9 tahun kemudian saya bisa bersentuhan langsung dengan aktivitas browsing, chatting dan email. Perjalanan pertemanan saya dengan dunia komputer berawal dari tahun 1993-1994. Lewat sebuah komputer rumahan yang Bapak beli untuk kebutuhan ketik-mengetik dan belajar kami anak-anaknya. Dan memang, ternyata saya-lah yang paling sering menggunakannya, apalagi waktu itu mulai aktif menjadi pengurus OSIS yang sering membuat surat undangan, proposal dan atau laporan kegiatan. Dengan menggunakan program berbasis DOS seperti wordstar dan lotus123 membuat saya cukup familiar dengan personal computer. Tapi dengan internet? belum sama sekali! Saat SMU justru saya sedikit menjauh dari komputer. Membuat saya kemudian tertinggal jauh. Baru akrab kembali saat memasuki dunia kampus tahun 1999. Sejak itulah jejak rekam digital saya dimulai di ranah dunia maya. Ceritanya pun jadi begini: Pertengahan 2007 saya akhirnya memutuskan untuk mulai menulis secara rutin pada sebuah blog. Awalnya dulu memang rajin menulis semacam diary. Lalu terpikirkan bahwa suatu saat bisa saja HD saya rusak, hilang atau apalah. Maka betapa sayang tulisan-tulisan itu hilang begitu saja tanpa ada bekasnya. Melalui berbagai pencerahan, dari quantum writing sampai dengan spiritual writing membuat langkah saya kian mantab untuk nge-blog. "Menulislah maka engkau akan abadi. Membaca membuatmu mengenal dunia, tetapi menulis membuatmu akan dikenal dunia." Tibalah di sebuah persimpangan. Saya yang kebetulan juga nggak terlalu hobby ngoprek dan ngutak-ngatik script HTML atau CCS untuk membuat blog sendiri atau bahkan menggunakan bahasa pemrograman web lainnya, maka saya lebih memilih web penyedia blog gratis saja. Saya memang tipikal seorang user-minded. Wordpress, blogspot dan multiply adalah 3 kandidat kuatnya. Jatuhlah pilihan pada yang terakhir, multipy. Karena pada masa itu multiply cukup memiliki keunggulan komperatif yaitu:mudah dioperasikan alias user friendly, templatenya sudah siap, tinggal dipilih dan kekuatan komunitasnya yang cukup solid. Selain keunggulan bisa men-download MP3 dari tiap blog yang ada. Wordpress yang nilai terlalu serius dan kaku. Sementara blogspot jauh lebih ribet settingannya bagi seorang newbie seperti saya kala itu. Namun belakangan, disaat wordpress kian cemerlang sebagai pilihan berkelas bagi para blogger atau blogspot sebagai penguasa penetrasi penyedia layanan web 2.0 ini, membuat saya gamang akan masa depan blog multiply saya. Sudah kadung bejibun postingannya, mau pindah rumah rasa-rasanya malas dan tidak memiliki waktu yang luang. Akhirnya saya tetap bertahan. Entah kenapa belakangan, saya agak mulai ragu dengan blog multiply. Walaupun tetap menjadi andalan sebagai rumah digital saya sebagai tempat postingan blog, foto, musik, video, atau pun sekedar quick note. Meskipun ragu, toh multiply tetap menjadi ruang tengah yang nyaman dan enak buat leyeh-leyeh.
Lalu multiply pun mulai berbenah. Tampilannya dipoles dan ditambah adanya upaya kampanye menjadikan multiply sebagai situs e-commerce yang diperhitungkan, meski layanan blog-nya masih tetap ada. Atas dasar ikatan emosional dengan beberapa contact list dan comfort zone yang ada, akhirnya multiply tetap menjadi rumah bagi tulisan-tulisan mengurai nan lebay saya. :) hehe..
Multiply adalah ruang tengah dari tulisan dan jejak rekam digital saya. Sebelum nge-blog di multiply, saya sebenarnya sudah asyik menggunakan social
media pertama yang cukup booming di sekitar tahun 2004-2005, yaitu
friendster. Tapi lama-lama membosankan. Dan berangsur-angsur kemudian mundur teratur. Walaupun akun-nya mungkin sampai saat ini masih aktif. Lalu berikutnya:
FACEBOOK: Etalase dagangan ide
Sejak 2008 saya cukup intensif mengupdate dinding atau wall dari laman profil pribadi di facebook, baik foto, status, quote, opini singkat atau bahkan note panjang. Mulai dari kata penyemangat pribadi, opini, nasehat diri, buah pikiran ataupun aktivitas yang sedang dilakukan. Daya tariknya yang bak magnet, dimana secara otomatis facebook bisa mem-push dan merekomendasikan e-mail dari contact friend yang ada, maupun siapa saja yang secara viral dapat terhubung dan memiliki keterkaitan di ranah digital, membuat dalam hitungan cukup singkat kita bisa terhubung kembali kepada rekan-rekan kolega, teman sesama alumni saat di kampus, sekolah menengah, SD bahkan TK dan masa kecil sekali pun. Kemudahan dalam akses, dan kecepatan dalam merekomedasikan hubungan dan interaksi dengan orang-orang yang pernah memiliki hubungan di masa silam dengan mereferensi pada nama tempat kerja, daerah asal, nama almamater sampai dengan keunikan-keunikan yang khas, serta fitur-fitur yang populer dan interaktif pada setiap postingan dari sekedar komentar, foto sampai dengan video, membuat facebook menjadi kian populer. Saya masih bertahan menggunakan facebook ditengah-tengah posting yang kadang lebay nan tak cocok (katakanlah: postingan sampah) termasuk berjualan yang kurang santun, maka prinsip saya: "ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang buruk." Kita masih bisa menggunakan fitur pengaturan posting dan kalau memang mengganggu tinggal di delete saja dari pertemanan, beres sudah. (^_^) Facebook saya pertahankan sebagai salah satu media rekam jejak digital saya untuk menjaga hubungan interaksi sosial saya dengan sahabat-sahabat lama, karib, sahabat dan kolega serta keluarga. Facebook itu kini ibarat sebagai "etalase atau fasad rumah" dari tulisan saya, buah pikiran, opini atau komentar-komentar dan status yang merupakan cross-posting dari blog pribadi, twitter maupun dari jejaring sosial lain, termasuk dari endomondo; program real time GPS. Mengapa? karena setidaknya saya sudah punya captive market yang jelas di sini. (^_^)
Twitter dapur olah rekam jejak digital.
Sebagai micro blog, twitter mempunyai keunggulan yang sangat komparatif dibanding blog biasa maupun jejaring social serupa facebook atau myspace. Saya mulai mengaktifkan diri di twitterland ini pada pertengahan 2011. Terlambat memang... :) Twitter lebih ringkas, padat, praktis dan text- minded. Buat yang jemu dengan terlalu banyaknya gambar, foto dan video yang tidak diminati, maka twitter ini sangat cocok. User akan lebih berfokus pada konten, info, opini maupun wacana yang dituangkan di dalam satu "bait" time line atau lini masa berdurasi 140 karakter. Seorang pengguna twitter akan dipandu untuk lebih cerdas dalam mengelola rangkaian huruf dan kata dalam sekali posting. Dan disinilah the power of "kata-kata"itu. Kelebihan twitter dibanding facebook selain text base adalah keleluasaan kita untuk melakukan aktivitas membututi (following) seseorang tanpa harus menunggu approval dari orang tersebut. Lalu jumlah follower maupun following (orang yang dibuntuti) tidak dibatasi. Sehingga kemampuan komunikasi viral dari satu orang ke orang lain makin meluas. Informasi yang berseliweran menjadi begitu beragam tergantung seberapa banyak jumlah orang yang kita ikuti. Bahkan kini saya sering tak perlu menonton tv langsung untuk mengetahui suatu berita atau tayangan tertentu, karena seringkali un-official team nya secara parallel juga membuat time line yang terus bergerak sesuai dengan point- point penting yang disampaikan pada acara tersebut. Termasuk tak perlu harus nonton bola untuk tau skor sementara dari pertandingan yang sedang tayang. Cukup pelototin TL (time-line) di twitter.. Jadilah seakan komentator yang paling handal. lalu tinggal di cross-posting ke facebook.. Maka tersiarlah seantero jagad opini kita. ciee.. Selain itu, twitter adalah tempat yang sangat baik untuk belajar, karena biasanya motivator, mentor, ahli atau siapa pun sering membuat kultwit yang penuh makna dan sarat ilmu. Maka masuk ke dunia twitterland serasa makin nikmat. Tambah ilmu, tambah saudara. Time line yang saya "kicau"kan seringkali merupakan main idea atau pokok pikiran dari satu tema besar. Maka biasanya dari twitter ini saya bisa mengembangkan tulisan baru untuk blog dari kerangka time line kicauan yang telah saya buat sebelumnya. jadilah twitter adalah "dapur" dari tulisan-tulisan dan rekam jejak digital saya.
Kompasiana, rumah singgah rekam jejak digital saya (^ .^ ) Lain lagi soal kompasiana. Seiring kekhawatiran saya tentang perkembangan multiply, maka saya kemudian putuskan untuk menyiapkan sekoci atau rumah singgah lain. Kompasiana dengan gaya netizen/cityzen journalism gabungan antara blog dengan forum, bisa mengantarkan saya untuk belajar menulis lebih serius, faktual dan memiliki pesan yang jelas. Karena sifatnya yang rada serius dan bergaya journalis sejati tersebut, maka postingan di kompasiana biasanya postingan yang bersifat reportase ataupun opini yang kadar seriusnya lebih tinggi. Hehe.. Sedangkan yang bersifat personal tetap saya titipkan di multiply saja. Dan menariknya blog saya baik multiply maupun di kompasiana bisa kembali di cross-posting di time line twitter dan juga di facebook. Sehingga sasaran pembacanya bisa lebih jelas dan memiliki sasaran yang meluas. Sementara lain waktu ternyata saya pun juga mengaktifkan beberapa social network lain seperti Google+, linkedIn, dan slideshare. Masing-masing tentu dengan kelebihan dan karakter masing-masing. Misalkan,
Google+ yang digadang-gadang akan melibas facebook dengan beberapa keunggulan dan jaminan nama besar Google dan kemudahan interfacing ke berbagai fitur buatan Google mulai dari gaming, picasa, youtube, dsb, ternyata sampai saat ini masih sepi-sepi saja. :) Jadi sementara Google+ dinomorduakan dahulu ketimbang facebook. Sedangkan
LinkedIn adalah social network berbasis jalur keprofesian. Nah tentu ini menjadi penting bagi saya yang ingin mengembangkan potensi dan kapasitas diri pada tantangan dunia kerja yang lebih luas. Namun sampai saat ini baru menjadi penggiat pasif saja di ranah social network yang satu ini. Hehe.. Untuk
Slideshare, saya manfaatkan untuk mengunduh dan mengunggah beberapa presentasi dan dokumen pdf, termasuk e-book saya yang merupakan buku pertama yang telah naik cetak melalui www.nulisbuku.com Demikianlah kawan, sedikit tulisan memanjang nan mengurai. Semoga dengan ini kita lebih memahami tentang
landscape luas dari dunia maya yang kini kian begitu lekat dengan keseharian dan aktivitas kita di dunia nyata. Bahkan keduanya kini hampir sulit dipisahkan. Internet ternyata layak dimasukkan ke dalam satu dari sekain penemuan besar abad-20, karena telah mampu merevolusi cara dan gaya hidup kita. Sebagai sarana dan media, maka internet sudah selayaknya kita gunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas dan peran kemanfaatan kita dalam hidup yang singkat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Inovasi Selengkapnya
Megawati Panggil Komisi III DPR Fraksi PDI-P, Apa Pesannya?
-13492 detik yang lalu