Tiga anak kecil ceria bermain bersama di attic (lantai atas, bawah atap). Seperti tersirap sebuah sihir, ketiga anak itu berdiri pelan, berjalan bersama menuju jendela....dan lalu terjun, juga bersama. Mati. Dua anak membawa temannya yang pucat seperti mayat ke kantor polisi yang sepi. Di tengah teriakan memanggil-manggil polisi, anak di pangkuannya itu lalu .... mati. Sebuah rumah terbakar. Para bapak sibuk menyiramkan air memadamkan api. Nyonya pemilik rumah memekik histeris. Dan anaknya yang mengurung diri di besmen yang dilalap api lalu justru membakar diri. Mati. Mati. Mati. Mati...setelah mereka melihat perempuan berbaju hitam. Itulah misteri yang harus dipecahkan seorang solicitor muda yang masih trauma ditinggal istri yang melahirkan anaknya. Misteri yang diyakini berawal dari sebuah rumah terpencil di tepi pantai yang jalan masuknya yang panjang tertutup air menggenang jika sedang pasang. Arthur Kipps, si pemuda itu, bak seorang jawara peserta uji nyali yang gagah berani, dengan tanpa rasa takut memasuki rumah besar tua yang menakutkan itu. Dengan disambut tiga patung monyet yang diawetkan yang menakutkan - see no evil, hear no evil, speak no evil, mulailah 'petualangan' menegangkan dalam memecahkan misteri itu. Perempuan berbaju hitam itu berkelebat. Kursi goyang begerak. Boneka nyaring berbunyi. Dan sosok-sosok mayat anak kecil muncul satu demi satu. Dan satu demi satu pula misteri itu terkuak lewat dokumen, surat dan kartu pos yang membawa cerita yang menyeruak. Misteri yang seakan terpecahkan dengan ditemukannya jasad anak pemilik rumah tua itu lalu berujung akhir yang mengejutkan. Kelam, muram, suram, mencekam. Itulah kesan dari filem arahan sutradara James Watskin, produksi Februari 2012. Filem ini diadaptasi dari sebuah Cerita hantunya Susan Hill tahun 1982, yang telah dipentaskan dalam bentuk radio dn teve. Filem yang mengambil seting tahun 1800an itu berhasil menampilkan suasana yang kental dengan aroma Inggris pedesaan yang kelam, lengkap dengan putih berkabutnya khas Inggris. Kesan Inggrispun langsung muncul dengan hadirnya sosok Arthur yang muram yang diperankan oleh Daniel 'Harry Potter' Radclife, dengan aksennya yang 'nginggris banget'. Sementara pengambilan gambar rumah tua dengan berbagai perabot antik, boneka tua serta kegelapan lorong dan cahaya malam dari jendela berbingkai, berhasil membawa suasana mencekam. Namun demikian, untuk klasifikasi filem misteri, ketegangan yang dibangun terasa kurang intens. Awal cerita terkesan lambat, meski lalu di separuh bagian kedua ketegangan berhasil dimunculkan - meski melompat-lompat -terutama dengan musik yang mencekam dan keheningan suasana. Scene-scene tanpa dialog yang mengharuskan Daniel Radclife mengeksplorasi kemampuan beraktingnya, cukup berhasil dia manfatkaan, meskipun tidak bisa dipungkiri akan cukup kesulitan bagi penonton untuk menyingkirkan image seorang Harry Potter dari dirinya pada penggal-pengal awal filem ini. Dalam filem yang berdurasi 94 menit ini, ada satu penggalan scene yang nyaris tidak terlihat namun cukup mengganggu. Itulah ketika dalam berkendaraan, rambut Daniel Radcliffe tidak berubah seperti tertiup angin meski pergerakan obyek-obyek di latar belakang memperlihatkan cukup kencangnya kendaraan berjalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H