Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Woman in Black - Menguak Misteri Sampai Mati

20 Mei 2012   14:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga anak kecil ceria bermain bersama di attic (lantai atas, bawah atap). Seperti tersirap sebuah sihir, ketiga anak itu berdiri pelan, berjalan bersama menuju jendela....dan lalu terjun, juga bersama. Mati. Dua anak membawa temannya yang pucat seperti mayat ke kantor polisi yang sepi. Di tengah teriakan memanggil-manggil polisi, anak di pangkuannya itu lalu .... mati. Sebuah rumah terbakar. Para bapak sibuk menyiramkan air memadamkan api. Nyonya pemilik rumah memekik histeris. Dan anaknya yang mengurung diri di besmen yang dilalap api lalu justru membakar diri. Mati. Mati. Mati. Mati...setelah mereka melihat perempuan berbaju hitam. Itulah misteri yang harus dipecahkan seorang solicitor muda yang masih trauma ditinggal istri yang melahirkan anaknya. Misteri yang diyakini berawal dari sebuah rumah terpencil di tepi pantai yang jalan masuknya yang panjang tertutup air menggenang jika sedang pasang. Arthur Kipps, si pemuda itu, bak seorang jawara peserta uji nyali yang gagah berani, dengan tanpa rasa takut memasuki rumah besar tua yang menakutkan itu. Dengan disambut tiga patung monyet yang diawetkan yang menakutkan - see no evil, hear no evil, speak no evil, mulailah 'petualangan' menegangkan dalam memecahkan misteri itu. Perempuan berbaju hitam itu berkelebat. Kursi goyang begerak. Boneka nyaring berbunyi. Dan sosok-sosok mayat anak kecil muncul satu demi satu. Dan satu demi satu pula misteri itu terkuak lewat dokumen, surat dan kartu pos yang membawa cerita yang menyeruak. Misteri yang seakan terpecahkan dengan ditemukannya jasad anak pemilik rumah tua itu lalu berujung akhir yang mengejutkan. Kelam, muram, suram, mencekam. Itulah kesan dari filem arahan sutradara James Watskin, produksi Februari 2012. Filem ini diadaptasi dari sebuah Cerita hantunya Susan Hill tahun 1982, yang telah dipentaskan dalam bentuk radio dn teve. Filem yang mengambil seting tahun 1800an itu berhasil menampilkan suasana yang kental dengan aroma Inggris pedesaan yang kelam, lengkap dengan putih berkabutnya khas Inggris. Kesan Inggrispun langsung muncul dengan hadirnya sosok Arthur yang muram yang diperankan oleh Daniel 'Harry Potter' Radclife, dengan aksennya yang 'nginggris banget'. Sementara pengambilan gambar rumah tua dengan berbagai perabot antik, boneka tua serta kegelapan lorong dan cahaya malam dari jendela berbingkai, berhasil membawa suasana mencekam. Namun demikian, untuk klasifikasi filem misteri, ketegangan yang dibangun terasa kurang intens. Awal cerita terkesan lambat, meski lalu di separuh bagian kedua ketegangan berhasil dimunculkan - meski melompat-lompat -terutama dengan musik yang mencekam dan keheningan suasana. Scene-scene tanpa dialog yang mengharuskan Daniel Radclife mengeksplorasi kemampuan beraktingnya, cukup berhasil dia manfatkaan, meskipun tidak bisa dipungkiri akan cukup kesulitan bagi penonton untuk menyingkirkan image seorang Harry Potter dari dirinya pada penggal-pengal awal filem ini. Dalam filem yang berdurasi 94 menit ini, ada satu penggalan scene yang nyaris tidak terlihat namun cukup mengganggu. Itulah ketika dalam berkendaraan, rambut Daniel Radcliffe tidak berubah seperti tertiup angin meski pergerakan obyek-obyek di latar belakang memperlihatkan cukup kencangnya kendaraan berjalan.

1337522831923802739
1337522831923802739
Bagi anda penikmat filem mencekam dengan nyali berlebih, siap-siap kecewa. Bagi anda penikmat filem misteri dengan ketegangan yang masih diterima jantungnya, filem ini tepat buat anda. Dan bagi anda yang kesulitan dengan kemampuan mendengarkan bahasa Inggris dengan logat Inggris yang kental, maka sangat disarankan untuk menonton filem dengan subtitel bahasa Indonesia. Serta bagi anda yang sangat menyukai filem happy ending, sebuah tantangan buat anda. Selamat menonton. Cag, 20 Mei 2012 (Nonton gratisan dalam penerbangan Bangkok-Jakarta) Resensi sebelumnya: 1. Iron Lady - “tontonan pendidikan wajib” bagi pejabat tinggi Indonesia 2. “Negeri 5 Menara” - Tontonan Beragam Nuansa dan Makna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun