Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Telaah Kanak-kanak atas Tulisan Erianto Anas

7 Februari 2011   05:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:50 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

'Jadilah orang yang berbeda, maka anda akan berbeda"

Saya termasuk kelompok kanak-kanak di kompasiana, praktis baru dalam hitungan hari bergabung. Sebagai anak baru, dalam masa orientasi itu perhatian saya tertuju pada beberapa posting yang cukup "gila", karena memang judulnya "Banyak orang gila di kompasiana" atau karena judulnya memang gila - membuat kuping panas, dada sesak. Bayangkan. Gila pan ("pan" = "kan" dalam bahasa Sunda) - cuman baca judulnya doang sudah bisa membuat emosi. Itulah tulisan-tulisan Mas Erianto Anas (EA).

Setelah saya baca beberapa tulisan-tulisannya, saya bergumam "Oh, begini.....", meski dalam beberapa tulisan saya boleh juga bergumam "Oh, begini saja..." atau "Oh, cuma begini toh".

Hal pertama yang menarik di tulisan EA adalah JUDUL. EA sepertinya memanfaatkan seoptimal mungkin sebuah judul dalam menarik perhatian pembaca. Tunda dulu perdebatan apakah judul itu logis atau tidak - dibahas di bawah ntar - tapi judul-judul tulisan EA pasti menarik perhatian. Judul yang memerahkan kuping, nyeleneh, gila. Efektifitas sebuah judul yang menarik terbukti sekali, dilihat dari pengunjung atau pembaca artikel EA yang ratusan, mendekati atau melebihi ribuan. (Bukankah ada kebanggaan jika tulisan kita dibaca sebegitu banyak orang?). Siapa yang tidak geremetan untuk mengklik sebuah tulisan dengan judul "Islam bukan agama paling benar", coba?

Hal lain yang menarik perhatian saya adalah EA berani mengupas topik dengan cara berbeda, membenturkan dua hal yang sepertinya berlawanan. Saya lihat dari judul terkutip di atas saja terlihat bahwa apa yang diambil sebagai judul sepertinya berlawanan dengan keyakinan EA sendiri jika baginya Islam adalah agama paling benar - karena beliau Muslim. Cara berbeda ini mungkin sudah dilakukan orang lain, namun EA membawakannya di kompasiana, yang notabene lebih dibaca oleh masyarakat luas kompasianer - yang bisa jadi banyak yang tidak siap untuk membacanya atau tidak mempunyai waktu untuk lebih membaca isinya.

Saya juga melihat bahwa beberapa tulisan EA mempunyai isi yang ya... bolehlah, ada satu saat isinya memberikan suatu penyadaran sosial dari sesuatu hal yang selama ini mungkin ditafsirkan terlalu kaku. Bagi esensialis, mungkin tulisan EA dianggap tepat, karena kandungan inti dari tulisannya mungkin kena. Seperti contoh judul terkutip di atas, maksud tulisan EA adalah menghindari klaim agama Islam paling benar dan agama lain salah dalam konteks toleransi beragama.

Satu hal yang ingin saya tiru dari EA adalah kesadaran teknologinya, sehingga dia bisa membuat link ke tulisan-tulisan terdahulu - tidak seperti saya yang gagap teknologi he he he. Hal ini akan sangat bermanfaat agar tulisan-tulisan kita lainnya bisa dibaca orang tanpa susah-susah melihat profil yang bersangkutan. Apalagi jika link tersebut mengantar kita kepada tulisan dengan judul yang sama-sama "menantang".

Dan yang menarik terakhir adalah awal kalimat dalam setiap tulisan: Anak-anak dilarang masuk. Kalimat ini seperti sebuah deklarasi "yang tidak siap mental minggir". Hal ini menarik karena menarik perhatian, karena sejak dari awal dia sudah men-set sebuah prasyarat bagi mereka yang ingin membaca tulisannya. Padahal bisa jadi saya pun boleh berpendapat bahwa kata-kata itu pun sepertinya mencerminkan ketidaksiapan EA menghadapi perbedaan. Who knows?

Di luar hal-hal menarik itu, sebagai seorang kanak-kanak dalam kompasiana, ada beberapa catatan yang bagi saya setidaknya mengganggu.

Pertama, ya itu tadi, judulnya agak terlalu ...hmm....provokatif. Satu contoh: 'Agama Islam dan Kristen adalah mainan anak-anak'. Dengan membaca judulnya saja, emosi pembaca - yang otomatis akan membaca judul dulu sebelum membaca tulisan lengkap, akan mudah menggelegak. Apalagi ini kontradiktif dengan isi tulisan EA sendiri yang di dalam beberapa tulisannya cenderung menggaungkan toleransi beragama. Provokatif dan toleransi kan tidak bisa berada dalam satu area yang sama. Bagi saya, judul-judul provokatif tersebut membuat hati tambah panas, rasanya tambah capek, setelah hari-hari biasanya emosi saya tercabik-cabik oleh kenyataan hidup yang diliputi emosi yang ditampilkan media, seperti dagelan DPR-Bibit Chandra, perilaku beberapa politikus yang belagu, pemerintah yang ragu, kemacetan dan lain-lain. Dan tidak semua pembaca kompasiana adalah orang yang diharapkan EA, tidak semua pembaca seirama dengan EA, ada pembaca yang bisa dengan lapang dada menerima perbedaan, atau punya cukup waktu untuk membaca tulisan sampai tuntas. Saya pribadi sih mengkhawatirkan terjadinya friksi-friksi tidak beralasan. Padahal bagi saya, bisa saja kita membuat sebuah judul yang menarik tanpa terlalu provokatif. Dan saya akan coba buktikan kepada EA dan kompasianer lain bahwa dengan judul yang teduh, menarik dan tidak provokatif, masih mampu menjaring pembaca yang banyak. (Hayo!!!!!! Hayooooo!!!! Kunjungi lapak saya wkwkwk)

Kedua, adakalanya judul tersebut bertolak belakang dari tema atau inti tulisannya, atau tidak mencerminkan apa yang dibahas dalam tubuh tulisan. Padahal apa yang selama ini saya pahami dari kaidah berbahasa, bahwa judul setidaknya harus mencerminkan apa yang dikemukakan dalam tulisan. Ada kalanya pula EA mengambil judul secara umum - general - meskipun yang dibahasnya hanya poin-poin tertentu, sehingga membuat judul tidak mewakili gambaran pembahasan. Atau membahas sesuatu di sekitar inti dari judul. Sebagai contoh adalah bagaimana sebuah tulisan berjudul: "Kenapa saya menolak Al Qur'an?" berjudul umum - penolakan Al Qur'an secara umum, padahal yang ditolak EA adalah perlakuan atau penafsiran Al Qur'an - istilah saya "sekitar Al Qur'an", bukannya Al Qur'an itu sendiri. Di satu saat saya sempat berpikir, kok ya mirip-mirip pembohongan? Tapi, entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun