Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Senin cuti bersama? Gimana sih....

13 Mei 2011   15:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi sore saya mendapatkan email dari rekan kerja. Isinya berita dari detikcom, bahwa pemerintah memutuskan bahwa hari Senin adalah hari libur cuti bersama. Kening saya jadi berkerut. 'Gak salah nih? Kok, keputusannya disosialisikan mendadak'. Bahkan sore hari sewaktu bertemu dengan beberapa rekan yang kerja di perbankan, saya paham jika mereka masih menunggu keputusan Bank Indonesia mengenai aktivitas di hari Senin, apakah libur atau tidak. Padahal, saat itu jam sudah menunjukan pukul enam lebih. Dan beberapa teman saya akhirnya mendapatkan email dari atasannya bahwa kantornya libur hari Senin. Jam enam lebih loh, di mana karyawan pada pulang cepat menyambut berakhirnya Jumat.

Saya kok jadi tidak mengerti, mengapa sepertinya Pemerintah tidak memiliki sebuah pendirian yang kokoh atas sebuah keputusan. Jika cuti bersama sudah diputuskan setahun lalu hanya empat saja, ya kenapa sekarang baru diamandemen. Jika pun diamandemen, kok ya mendadak. Kan jadi tidak efektif, lha para karyawan sudah pada pulang, pengumuman batu turun.

Keputusan yang dilakukan pemerintah kan pastinya akan berpengaruh kepada masyarakat, karenanya bukankah keputusan itu dilakukan setelah melalui pertimbangan matang? Dan bukankah pertimbangan matang itu membutuhkan waktu dan sosialisasi? Lalu, apa jadinya jika sebuah keputusan diambil pada hari terakhir kerja untuk hari pertama minggu berikutnya? Pertanyaan lain muncul adalah, 'jadi selama ini, setahun belakangan ini, ngapain saja ya para penentu kebijakan itu, sampai baru memutuskan di saat-saat terakhir?'. Please deh ah.....

Saya jadi bersimpati kepada pemerintah, karena sepertinya pemerintah dengan keputusan itu makin memperlihatkam ketidaktegasan atau ketidakteguhpendirian. Mungkin beliau-beliau tidak merasa seperti itu. Namun bukankah justru kita masyarat yang melihatnya. Masih ingat kejadian penundaan kenaikan tiket kereta, persis sehari sebelum hari H? Atau kejadian maju mundurnya penundaan larangan premium, penundaan kenaikan premium atau dahulu sering terjadi penundaan kenaikan bahan bakar? Sekarang yang terjadi sebaliknya malah, keputusan tanpa sosialisasi yang cukup.

Ayo dong Bapak-bapak di atas sana, tunjukanlah sikap kepemimpinannya dengan membuat sebuah keputusan matang yang tegas. Sebuah keputusan memang harus dipikirkan masak-masak, namun keberanian seorang pemimpin sangat dibutuhkan, karena bisa jadi keputusan itu akan sangat berpengaruh kepada segolongan masyarakat. Dan jika keputusan sudah dijatuhkan, pikirkan masak-masak jika harus ditunda, karena bisa jadi pengaruh dari keputusan itu sudah terjadi dan mustahil dikoreksi. Dan jikalau keputusan yang ditunda itu kemudian diresmikan lagi, pengaruhnya bisa menjadi dobel. Janganlah berikan masyarakat sebuah alasan bahwa jika keputusan itu ditunda untuk menghindari terjadi kemarahan atau revolusi, karena itu bisa berarti keputusan itu sebenarnya belum matang. Namun jangan juga lakukan keputusan yang tanpa rencana dan sosialisasi, karena efeknya mungkin tidak akan berarti.

Yah, saya mah cuman masyarakat biasa, bisanya cuman berharap. Berharap mendapatkan pemimpin yang bisa memimpin. Segitu saja. Dan mengenai libur hari Senin? Saya masuk kerja dong, kan memang tidak ada rencana libur. Jadi jikalau libur pun, tetap DRS - Di Rumah Saja. Lagian, mudah-mudahn Senin jalanan jadi lancar deh.

Cag, 13 Mei 2011

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun