Saya masih ingat petuah atau pesan sederhana seperti itu waktu saya kecil ketika membahas masalah naik haji. Pesan yang berupa jawaban pasrah atas pertanyaan bagaimana bisa naik haji jika harta tidak punya. Jawaban seperti itu cukup jitu bagi anak-anak usia remaja saat itu karena setelah itu tidak ada lagi pertanyaan lanjutan yang memusingkan. Ya, 'Niatin saja dulu, siapa tahu dicatat Malaikat'.
Inilah hal pertama yang harus dipunyai oleh seseorang yang ingin berhaji: NIAT. Saya belum membahas mengenai Niat dalam kaitannya dengan syarat atau rukun haji, melainkan lebih kepada hal yang mendasar dan menjadi awal terlaksananya ibadah haji, yaitu niat dalam arti keinginan atau tekad.
Sebuah niat untuk beribadah haji akan sangat mempengaruhi keputusan dan usaha untuk mewujudkan hal itu. Jika niat itu berubah menjadi sebuah keinginan, maka sebuah tujuan atau cita-cita sudah dibentangkan untuk diraih. Jika keinginan itu sudah menancap di hati dan berubah menjadi tekad, maka apapun usaha kita, kita akan selalu ingat akan cita-cita berhaji itu, sehingga lambat laun dan tanpa terpaksa kita akan bisa menyisihkan hasil keringat kita untuk mencapai hal itu.
Saya pernah bercakap-cakap dengan seorang dokter umum di Pamulang tentang cerita beliau naik haji. Beliau berkata bahwa dia ingin langsung naik haji tahun itu juga setelah dia mendapatkan 'hidayah' dari pasien seorang ibu beranjak sepuh yang akan berangkat haji setelah dia mengumpulkan uang selama lebih dari dua puluh tahun. Dan ibu itu hanyalah seorang buruh tani. Bu dokter merasa 'tertampar' kala sadar bahwa dia - dengan profesi di mana uang akan mudah mengalir dan mungkin hanya perlu menunggu satu tahun untuk terkumpulnya ongkos naik haji - justru tidak ada keinginan atau tekad untuk segera naik haji.
Itulah kawan pentingnya sebuah tekad atau cita-cita. Seorang ibu buruh tani yang punya tekad berhaji, berhasil memenuhi panggilanNya setelah bersabar selama lebih dari dua puluh tahun. Tekadnya telah mewarnai hidupnya, sehingga dia bisa konsisten dan memberi prioritas menabung untuk berhaji. Saya yakin pribadi calon haji seperti inilah yang jika pun Allah memanggilnya lebih dulu lewat kematian, dia telah mendapatkan pahala haji.
Sementara Bu Dokter mungkin tidak menempatkan berhaji sebagai suatu niat utama, sehingga niat itu kalah dengan tekad lainnya yang ingin dicapai - sampai akhirnya datang sebuah 'pencerahan' lewat pasiennya. Dan sepertinya hal yang terjadi pada Bu Dokter terjadi pada banyak orang, karena jujur saja hal itu juga yang terjadi pada diri saya sendiri. Kebutuhan pribadi sampai suatu saat masih menguasai diri. Jawaban klise seperti 'Nanti saja berhajinya setelah kita punya rumah', 'Kan kita harus ngumpulin uang dulu buat masa depan pendidikan anak kita', 'Entar saja lah, sekarang lagi sibuk-sibuknya' masih saja selalu muncul. Padahal jika dilihat rumah sederhana sudah dipunyai dan anak sudah masuk sekolah. Bahkan ada kalanya ditemui seseorang yang dari segi fisik-ekonomi terlihat sangat 'wajib' berhaji, tetapi urung melakukannya karena 'Uangnya kepake dulu. Sayang nih, ada tambak ikan sekian ratus meter persegi di jual murah sekali, kapan lagi berinvestasi. Insya Allah saya berhaji tahun depan saja'. Saya jadi khawatir jika Allah memanggilnya lebih dulu lewat kematian kepada orang seperti ini, dan usianya tidak sampai ke bulan haji tahun depannya, dia akan termasuk dalam orang yang merugi dan celaka. Astaghfirullah.
Kawan,
Mari tanamkan niat, keinginan dan tekad berhaji sesegera mungkin di dalam dada dan pikiranmu. Berbahagialah mereka yang sudah benar-benar merindukan pergi berhaji. Bagi yang belum, mungkin di satu saat kita bisa setahap demi setahap mulai berkata 'ah, beli kulkas barunya nanti saja habis haji', 'ntar aja deh, ganti mobilnya sepulang haji saja', 'haji saja dulu deh, kalo habis haji mau beli apapun juga sudah tenang'.
Begitu pula dengan alasan-alasan penghambat haji lainnya. Buanglah rasa 'saya kan belum fasih ngaji, baca Qur'an', 'masih banyak dosa nih', 'takut uy, kan katanya di sana seperti miniatur akhirat'. Niatkanlah berhaji sesegera syarat terpenuhi. Dengan tekad kuat berhaji, insya Allah langkah hidup kita akan lebih terarah dan bermakna. Dan haji mabrur, insya Allah akan bisa kita raih sebelum atau sesudah haji.
Semoga.
Cag, 30 Juni 2011