Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Anak Kepala Empat

11 April 2016   20:26 Diperbarui: 11 April 2016   20:40 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rifki Feriandi, Peserta no: 122

Ri...ri, Diary

Begini loh bro. Jangan kasih tahu siapa-siapa ya.

Kemarin aku rasanya jadi anak-anak lagi. Beneran loh. Itu gara-gara anakku, si Ade. Eh, gara-gara sekolahnya deng. Di book week sekolahnya, dia disuruh bercerita bersama keluarga, dengan memakai alat peraga dari bahan daur ulang. Bingung tidak, coba. Mana tidak ada ide, mana si ibunya nyuruh ayahnya yang tampil bareng si Ade, mana di kantor sibuk lagi, mana ...yah, kamu juga sudah tahu kan bro, aku emang orangnya minim kreatifitas.

Ide cerita akhirnya baru datang bro sehari sebelumnya. Itu pun tidak muluk-muluk. Ya sudah lah, tentang apa yang aku dan si Ade alami sebulan lalu saja, saat pertama kali ke Car Free Day Sudirman. Jadi kan gampang, kami berdua tidak perlu menghapalnya. Nah giliran buat alat peraga, ya bingunglah aku. You know lah brader. Perasaan dari kecil sampai sekarang, aku belum pernah sekalipun berkreasi membuat prakarya selain yang ya...yang gitu-gitu saja, dua dimensi dari kertas. Paling banter, ya semisal pesawat terbang. Juga dari kertas.

Biar si Ade senang, untuk mendukung cerita, aku rencananya akan membuat apa yang pernah kami temui di saat Car free Day itu. Yang jelas yaitu miniatur Bunderan HI. Lalu gedung-gedung tinggi di sekitaran Sudirman. Lalu buat badut kaki tinggi yang membuat si Ade mengeluarkan seribu tanya. Terus ular atau iguana yang kami lihat. Lalu, juga buat mobil dan sepeda. Gitu.

Nah, sepulang kerja, aku langsung masuk ke kamar si Kakak yang kosong. Pasang AC. Keluarin semua (eh cuma satu deng) bahan-bahan yang dibeli yaitu styrofoam, hehehehe ini mah bukan bahan daur ulang. Lalu aku kumpulkan bahan daur ulang benerannya: kardus bekas air mineral, kertas warna sisa aktivitas sebelumnya, print-an foto pendukung yang dicetak di kertas bekas, lem, selotip, gunting. 

Ditemani si Ade, yang sebenarnya bukannya membantu malah merepotkan karena dia mah malah asyik dengan kreasi dia sendiri dan minta ini dan itu, aku mulai bekerja. Membuat pola, menggaris, memotong, menggunting, menempel, menancap. Pokoknya persis lagunya Cinderela kesukaan si Ade: kerja-kerja mari kita kerja, gunting, jahit jadilah gaun. Pokoknya semua kegiatan kreatifitas yang biasanya dilakukan anak kecil. Dan kegiatan itu sekarang dilakukan aku, dewasa kepala empat. Dan kejutannya bro, aku menikmatinya. Aku sepertinya terbenam dalam aktivitas ini. Suwer.

Saat membuat miniatur Bunderan HI dan lain-lain, aku tidak menemui kesulitan. Enteng lah, cuman bentuk dua dimensi. Nah, pada saat mau buat mobil dan sepeda sebagai alat peraga utama, aku kok mikir tidak akan seru jika alat peraganya cuman dua dimensi. Lagi pula, ceritanya aku mau menunjukan ke anak-anak bagaimana membawa sepeda di atas mobil bukan pick-up. Kan tidak seru jika alat peraganya cuman dua dimensi. Untungnya kita semua punya Paman Google deh. Aku tanya dia. Lalu aku juga dibantu oleh Paman youtube untuk lebih jelasnya.

Akhirnya, saat si Ade tidur dengan ibunya, aku lanjutkan pekerjaan itu. Kembali dengan mengandalkan kardus bekas air mineral, aku buat pola mobil, potong, tempel dan seterusnya. Terkadang aku lihat hasil karya itu secara keseluruhan. Hmmm....jelek juga ya, sangat sederhana, atau malah terlalu sederhana. Beneran aku minim kreatifitas. Tapi aku pikir ya tidak apa-apa lah. Malah mungkin jelek itu bagus, karena justru kita tampilkan secara jelas bahan daur ulangnya dan juga memberi kesan nantinya kepada anak-anak bahwa alat peraga itu bisa dibuat sederhana. Tidak perlu yang keren-keren. Kan yang penting alat peraga itu mendukung cerita.

Setelah mobil, lalu aku beralih membuat sepeda. Lebih gampang, karena sejatinya seperti membuat model dua dimensi, hanya dibuat dua kali, ditumpuk agar menjadi seperti tiga dimensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun