Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

'Membaca' Ibu Lewat Foto Jadulmu

16 Desember 2011   14:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:10 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Rasanya tak akan pernah selesai menulis dan membicarakan tentang ibu, emak, enyak, mamah, nyokap kita karena kasihnya sepanjang hayat. Dan satu cara untuk menikmati kasih ibu adalah dengan 'membaca'nya lewat sebuah kertas bergambar: foto, termasuk foto jadulmu.

Lihatlah fotomu. Lihatlah senyumnya, bukan saja dari garis mulut cekung bahagianya, tapi dari arti di belakang senyum itu: 'ah, anakku sehat-sehat'. Lalu lihatlah di balik foto itu: bangun subuh, menanak air dan nasi, membereskan rumah, mengepel lantai, mencuci piring, mencuci baju. Lalu memandikan kita, sambil mengejar kita ke sana ke mari dengan bugil. Lalu lari lagi untuk memakaikan pakaian. Lalu kembali lagi mengejar ke sana ke mari hanya untuk menyuapkan sesendok nasi yang lalu dimuntahkan. Tidakkah kau lihat buktinya di foto itu: rumah rapih, lantai bersih, baju kita pun bersih. Wajah kita? Meski cemberut tidak mau diatur difoto, tapi lihatlah pipimu: berisi. Lihatlah matamu: bersinar. Lihatlah badanmu: sehat. Dan lihat ibumu: tidak ada kesan lelah di wajahnya.

Foto ini adalah foto kebanggaanku. Foto tentang ibuku. Tentang seorang istri pegawai yang jujur, yang menghidupi, mengatur, mendidik anak tujuh, tanpa lelah, tanpa keluh dan tanpa ... pembantu. Lihat juga baju-baju itu. Seragam. Ingatkah itu? Kain dipotong-potong, diirit-irit, dijait tiap malam, satu demi satu demi senyum bahagia anaknya di hari Lebaran - di Kebun Binatang itu. Lihatlah anak-anaknya yang berbaris rapi itu? Bisakah kita pikirkan bagaimana reportnya ibuku "menertibkan" anaknya agar bisa berbaris rapi hanya untuk sekedar difoto.

Tidakkah foto itu mengajakku melayang jauh ke saat itu terjadi, saat sebelum itu terjadi, saat setelah itu terjadi dan saat-saat jauh setelah itu terjadi sampai dengan perginya dia menghadap Ilahi. Ibuku memang hebat.

Foto berbicara beribu kata ... dan membuat mata berkaca-kaca.

Ah, jadi weh sedih, yeuh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun