Antusias. Melek Teknologi. Jiwa Enterpreuneur. Opportunistic.
Itulah karakteristik anak muda sekarang yang sering disebut Generasi Milenial. Generasi yang berada dalam rentang kelahiran 1980 – 1995 ini. Sepintas terlihat agak-agak gimana gitu mengenalkan sebuah kearifan lokal, dalam hal ini membatik yang nota bene dianggap konsumsi generasi terdahulu, kepada generasi yang tidak bisa diam dan lebih asyik dengan gawai? Apalagi yang dikenalkan tidak hanya soal batik, tetapi filosofi di belakangnya dan diselipkan inspirasi bisnis dari pelakunya. Hil yang mustahalkah?
Ternyata tidak, saudara. Keantusiasan, jiwa enterpreuneur sekaligus perasaan ingin tahu anak muda ternyata lebih menyeruak ke permukaan. Hal yang secara jelas terlihat pada acara #KetapelsMembatik, yang diselenggarakan oleh Komunitas Ketapels (Kompasianer Tangsel Plus) bekerja sama dengan Kompasiana dan Danamon. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 25 orang, yang sebagian terbesar adalah anak-anak muda Generasi Milenial. Dari awal acara, anak-anak muda ini sudah mencetak sebuah kebanggaan: datang sebelum waktu acara, sehingga acara dimulai tepat waktu. ON TIME. Kereeeen.
Nelty dan Batik Tangsel
Inti dari acara #KetapelsMembatik ini adalah mengenal batik khas dari Tangerang Selatan yang dibawakan oleh salah seorang perajin dan pengusaha batik yang mengangkat beberapa kearifan lokal Tangerang Selatan ke dalam batiknya: Dra. Nelty Fariza Kusmilianti. Tangerang Selatan sebagai kota yang baru dibentuk beberapa tahun lalu sedang mencari jati diri dalam bentuk kearifan lokal. Nah, Bu Nelty ternyata menemukan beberapa kearifan lokal yang bisa diterapkan kepada desain batik. Beberapa hal yang dianggap sepele dari lingkungan sekitar tetapi ternyata bisa menjadikan motif batik yang keren adalah kacang sangray, bunga anggrek, ayam wareng, rumah bladongan, rampak bedug sampai dengan berbagai jenis situ. Motif-motif batik itu kemudian dikombinasikan dengan berbagai warna sehingga tampak indah. Desain Bu Nelty sudah diperkenalkan dalam beberapa event lokal Tangerang Selatan, regional Banten bahkan sudah go international. Di sisi ini, angkat topi buat Bu Nelty yang sudah mengangat kearifan lokal ke tingkat lebih jauh, internasional.
Anak muda membatik? Seru dan keren
Untuk menambah pemahaman mengenai membatik, pihak penyelenggara membuat sebuah acara di pertengahan. Praktik membatik. Si sesi ini, semua peserta tanpa terkecuali diberikan selembar kain mori dan canting untuk membatik. Mereka berkelompok beberapa orang dalam satu grup mengelilingi katel berisi malam. Karena cuaca tidak mendukung, dan hujan mengguyur, acara workshop yang sedianya akan diselenggarakan di luar pun akhirnya diubah ke dalam. Meskipun berkutat dengan udara gerah dan asap dalam ruang, namun antusias peserta begitu tinggi. Beberapa orang bahkan mengaku ini adalah pertama kalinya memegang canting. Bu Nelty sengaja tidak memberikan kain yang sudah diberi motif untuk diikuti, karena beliau belajar dari workshop-workshop sebelumnya jika hal itu akan membatasi dan mengerem keinginan peserta. Alhasil, para peserta membuat desain yang pastinya berbeda satu dengan lainnya.
Kegiatan membatik ini tidak saja dilakukan di atas kain. Para peserta pun diajak mengikuti proses selanjutnya berupa mewarnai dan menghilangkan malam sampai penjemuran. Terlihat sekali rona wajah anak-anak muda itu excited banget.
Padu padan batik biar tambah kece