Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haus dan bangga di Bandara Soetha

4 Juni 2011   12:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:52 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandar udara internasional. Begitu ceritanya. Bandara Soekarno Hatta sekarang ini setahap demi setahap bergerak ke arah perbaikan ke arah lebih maju. Perbaikan terutama untuk bandara internasional, karena inilah gerbang masuk para wisatawan luar negeri, juga gerbang keluar para wisatawan dalam negeri yang akan memberikan devisa tambahan kepada negara.

Tidak terasa sudah lama saya tidak menginjakkan diri ke bandara intenatsional ini, sehingga pada saat saya bepergian ke luar negeri kali ini, saya harus memberikan apresiasi yang tinggi. Apresiasi terhadap perbaikan menuju arah lebih baik, dan juga apresiasi terhadap KEINGINAN untuk berubah itu sendiri.

Beberapa perubahan kentara yang bisa saya catat:


  • Counter Garuda Indonesia sudah online, sehingga untuk bepergian ke mancanegara bisa melakukan check-in di counter Garuda mana saja.
  • Biasanya saya meminta koper saya dibungkus plastik yang dililit-lilitkan beberapa kali, sehingga aman dari pencoleng bandara. Tapi kali ini, ternyata pihak bandara mengharuskan semua koper yang dibawa ke bagasi untuk diikat lagi dengan tali kuning yang cukup kuat, mungkin untuk menghindari jebolnya tas, dan menyulitkan usaha pencoleng bandara mencuri isi tas.
  • Sebelum masuk imigrasi, saya cukup dikejutkan dengan informai bahwa sekarang tidak dibutuhkan lagi cap bebas fiskal untuk semua warga negara Indonesia. Ini langkah fantastis menurut saya, karena terakhir kali ke luar negeri saya masih diharuskan antri untuk mendapatkan cap itu, dengan memperlihatkan kartu NPWP saya. Apalagi jika kita membawa keluarga yang berada dalam tanggunan, kita masih direpotkan dengan diharuskan untuk membawa salinan kartu keluarga dan tetek bengek yang lainnya. Ketiadaan fiskal ini saya angkat topi, karena ini bukti adanya KEINGINAN untuk berubah dari pihak imigrasi. Diharapkan dengan tanpa fiskal akan memudahkan arus devisa bertambah dari perjalanan warga negara ke luar negeri.
  • Di imigrasi pun, saya mendapatkan perubahan sikap dari para petugasnya yang muda dan cukup ramah dan bahkan bisa diajak bicara. Padahal imigrasi di benak saya selama ini identik dengan wajah yang kurang ramah, yang bermata seperti elang mencari anak ayam (dalam arti mencari peluang pungli).
  • Loket imigrasi pun sekarang sudah bertambah banyak, sehingga memudahkan kita untuk tidak mengantri terlalu lama
  • Perubahan juga bisa dilihat dari toilet yang sudah direnovasi dan mulai terkesan modern. Sayangnya masih belum terlihat wibawa petugas kebersihan dalam menegur mereka yang merokok dindalam toilet.
  • Dan Garuda sendiri, saya lihat hasil dari transformasinya cukup kentara, dengan pesawat yang bagus, rapi dan pramugari yang ramah, meskipun ada beberapa di antara meka sudah harus pensiun.


Itulah sebuah perubahan yang saya cukup banggakan. Kita sangat haus akan kebanggaan-kebanggaan seperti ini. Mudah-mudahan perubahan itu, terutama dalam sikap petugas, bisa juga saya temukan nanti sepulang perjalanan ini.

Namun, masih ada beberapa yang harus dibenahi, terutama terkait dengan pemberian kenyamanan, yaitu kurangnya fasilitas air minum gratis di daerah lewat pemeriksaan bagasi. Dan ini menyangkut 'haus' yang sebenarnya. Bisa dibayangkan jika mereka yang datang cukup dini, sehingga berada di area boarding cukup awal dan lama, sementara botol minum harus diserahkan kepada petugas pemeriksaan bagasi, maka kehausan adalah masalah utama. Mencari keran air minum seperti di bandara Changi tidak ada. Mencari toko yang menjual air minum kemasan pun tidak ada. Minum keran toilet? Kan bukan untuk minum. Akhirnya, saya memutuskan keluar area boarding lebih dahulu dan minum di sebuah kedai dengan membayar sebotol air mineral dengan harga Rp. 14,000 hampir sepuluh kali lipat harga normal di pasaran. (Harga sangat tinggi, termasuk Rp 40,000 untuk sandwich yang persis seperti yang berharga Rp 5,000 di stasiun kereta, mungkin karena kita sudah berada diarea Internasional)

Ada baiknya pihak bandara memberikan beberapa titik air minum gratis di area boarding -atau area setelah imigrasi, dan atau memindahkan pemeriksanaan bagasi ke setiap gerbang tunggu, sehingga area di luar gerbang, yang tidak melewati pemeriksaan bagasi, masih cukup luas dan penumpang masih bisa mengandalkan air minum kemasan yang mereka bawa di kantongnya.

Jadi kawan. Saya masih bisa mengacungi jempol untuk perubahan di bandara ini, meskipun masih dengan kehausan. Mudah-mudahan perubahan ini masih bisa berkelanjutan ke arah yang jauh lebih baik. Keep moving.

Cag, 30 Mei 2011

“Knowing is not enough; we must apply. Willing is not enough; we must do.”

pada mata hukum matematika seperti buta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun