Delay pesawat – bencana membawa berkah
by: Rifki Feriandi
Berita hari ini menarik perhatian: “Mantan Hakim Agung Pecahkan Kaca di Bandara Adisutjipto”, sebabnya adalah karena pesawat Sriwijaya yang ditumpangi putrinya yang hamil delay / terlambat.
Hmm… Delay memang menyebalkan. Bayangkan saudara, sudah datang jauh lebih awal, bahkan dua jam, lalu harus menunggu…dan menunggu…dan menunggu….persis seperti iklan batu batere…lagi dan lagi. Bahkan terkadang menunggunya itu tanpa kepastian, bagaikan menunggu Godot dan Godot-nya pun tidak tahu kalau dia ditunggu.
Lantas, apakah delay harus menjadi momok dan monster?
“Jangan dong. Kita harus sabar”, mungkin begitu petuah seorang yang ekstra bijaksana. Dan mungkin begini pula jawaban yang muncul dari pendengarnya “Sabar pale lu. Rasain sendiri, baru nyaho….”. Hmmm….syusah yah.
Kalau saya sih, sekali lagi ini saya loh, tidak menekankan melulu kepada kesabaran. Coba pikirkan hal positif saja dan nikmati apa yang terjadi (enjoy the life). Karena bagaimanapun, hidup ini bermacam warna, tergantung dari sisi mana kita melihatnya.
Mari kita lihat satu contoh yang kemarin, Senin 11 Agustus, saya hadapi, di Bandara Tanjung Pandan, Belitung. Saat itu, saya dalam ruang tunggu menuju pemberangkatan balik ke Jakarta dengan pesawat Sriwijaya Air. Pesawat memang diperkirakan terlambat setengah jam dari jadwal. Ketika pesawat belum datang Si Ade – anak terkecilku – sepertinya tidak terganggu, karena dia mempunyai keasyikan sendiri menari-nyanyi gak karuan. Kegelisahan kakaknya pun tidak terlalu kentara, karena dia asyik berdiskusi tentang kegiatan OSIS dengan temannya lewat perangkat teleponnya. Sementara saya dan istri mulai gelisah. Sinyal di hape istriku jauh tak sebagus sinyal di hape anakku. Sementara hapeku tewas sementara, karena tidak bisa di-charge. Ngobrol berdua sudah terlalu lama, malah nanti komplikasi antara mencari topik pembicaraan dengan usaha menolak kelopak mata tertutup saking ngantuk dan capeknya.
Sementara itu, penumpang Wings Air tujuan Pangkal Pinang mulai menaiki pesawat. Raut-raut bahagia mereka terlihat di mata. Terkadang ada perasaan getir melihat mereka, seolah mereka tertawa nynyir “nikmati ya menunggu pesawatnya”. Aargh, pikiran negatif mulai menguasai, menambah kesal diri. Geram dalam tanya: kapan pesawat tiba.
Lalu, tanpa diduga terdengar sebuah pengumuman: “Perhatian! Perhatian! Kepada penumpang Garuda tujuan Jakarta….”. Wajahku lalu menatap pesawat Garuda yang dari tadi sudah ada di depan mata, parkir. Pikiranku belum beranjak jauh, karena pengumuman itu berlanjut. “…mohon maaf karena alasan teknis, penerbangan Garuda dibatalkan”.
Pengumuman itu langsung ditimpali teriakan sekelompok anak muda yang duduk di sebelah kiri, ada berpuluh-puluh. Teriak bukan berteriak, tetapi lebih terdengar seperti bersorak. Sedihkah? Senangkah? Entahlah. Yang terdengar adalah gabungan nuansa dua kutub dalam nada suaranya: kecewa dan gembira. Wajah-wajah berusia di atas dua-puluhan itu lalu terlihat aktif berkomunikasi satu dengan lainnya: acara curcol sesama.
Ternyata pengumuman tidak berhenti di situ. Ada kelanjutannya “…..penerbangan akan dilakukan besok hari….”. Apa yang diucapkan petugas selanjutnya sama sekali tidak terdengar, karena dari arah kumpulan anak muda itu sekarang muncul histeria sorakan. Bukan! Bukan histeria kecewa, tetapi justru histeria gembira semacam “Yeeey!” sambil mengacungkan tangan, atau “Horee!!!” sambil bertepuk dengan teman sebelahnya. Warna suaranya sekarang seragam: bahagia.